Musibah dengan beragam bentuknya kembali menimpa Indonesia. Pandemi Covid-19 belum juga usai ditangani, musibah lain sudah datang lagi. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat ada 657 bencana yang terjadi dari Januari hingga 1 Maret 2021. Bencana alam ini didominasi dengan banjir, diikuti puting beliung dan tanah longsor.
Menyikapi banyaknya musibah yang terjadi belakangan ini, Wartawan Majalah Gontor, Muhammad Khaerul Muttaqien, berkesempatan mewawancarai Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat HASMI (Himpunan Ahlussunnah untuk Masyarakat Islami) Dr M Sarbini MHI. Berikut petikan wawancaranya.
Bagaimana Anda menyikapi musibah yang terjadi belakangan ini?
Mari kita mengingat firman Allah SWT yang dalam QS Al-‘Alaq menjelaskan tentang karakter manusia yang sesungguhnya. Innal insaana layathghaa, ar ra’aahus taghnaa. Artinya, “Sesungguhnya manusia itu sungguh melampaui batas. Apabila melihat dirinya serba cukup.” Salah satunya kebanggaan yang berlebihan terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi telah membuat manusia lupa atas kekuasaan Allah. Semuanya dianggap bisa dipecahkan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sementara agama dianggap sebagai bagian kecil, bukan sebagai yang utama, maka di situlah Allah SWT mengingatkan kita melalui musibah agar kita kembali. Bagi orang-orang yang beriman akan kembali ke jalan Allah.
Mari kita merenungkan firman Allah SWT dalam QS Al-A’raf: 168, wa qaththa’naahum fil ardhi umamaa min humush shaalihuuna wa minhum duuna dzaalik wa balaunaahum bil hasanaati was sayyiaati la’allahum yarji’uun. “Dan kami pecah mereka di dunia ini menjadi beberapa golongan, di antaranya ada orang-orang yang shalih dan ada yang tidak demikian. Dan Kami uji mereka dengan (nikmat) yang baik-baik dan (bencana) yang buruk-buruk, agar mereka kembali (kepada kebenaran).”
Apa yang menyebabkan musibah terjadi?
Setidaknya ada tiga penyebab mengapa musibah terjadi. Pertama, karena melanggar hukum-hukum syariah, baik secara individu maupun kolektif. Melanggar hukum-hukum syariah ini merupakan induk musibah. Dalam QS Asy-Syura: 30 Allah berfirman yang artinya, “Dan musibah apa pun yang menimpa kalian disebabkan oleh perbuatan tangan kalian sendiri, dan Allah memaafkan banyak (dari kesalahan-kesalahanmu).” Dalam menafsirkan ayat ini Imam Ahmad meriwayatkan hadis bahwa Rasulullah bersabda apabila dosa-dosa hamba sudah banyak dan tidak ada lagi yang bisa menghapus dosa itu kecuali Allah akan memberikan ujian padanya dengan duka cita agar bisa menghapus dosa yang banyak tersebut.
Kedua, melanggar hukum Allah di alam semesta. Misalnya, penggundulan hutan, penambangan yang tidak memperhatikan Amdal merupakan bagian dari pelanggaran terhadap hukum-hukum Allah di alam semesta yang bisa menyebabkan bencana terjadi. Ketiga, muthlaqul qudrah. Mutlak atas kehendak Allah ini merupakan peringatan dari Allah SWT yang kapan saja bisa diberikan kepada hamba-Nya.
Apa saja macam-macam musibah yang bisa terjadi dalam kehidupan manusia?
Menurut Alquran dan hadis ada empat jenis musibah. Pertama, musibah yang menimpa manusia dan alam semesta. Seperti topan yang pernah ditimpakan kepada kaum Nuh. Longsor besar yang pernah ditimpakan kepada kaum Nabi Luth. Binatang-binatang melata yang menghancurkan kaum Fir’aun. Kedua, musibah yang menimpa manusia. Seperti musibah yang menimpa kaum Nabi Syu’aib. Ketiga, musibah-musibah yang menimpa perorangan. Seperti musibah yang menimpa Qarun. Kematian juga merupakan bagian dari musibah yang menimpa perorangan. Keempat, musibah ruhani yang menimpa masyarakat maupun perorangan. Siapa saja yang berpaling dari tuntunan Allah akan mendapatkan kehidupan yang sangat sempit dan tidak tenteram.
Apakah musibah ini teguran atau bahkan adzab?
Musibah ini disebut teguran atau adzab itu dilihat dari sikap kita dalam menerimanya dan situasi apa yang menjadi penyebab terjadinya musibah. Allah telah berfirman dalam QS Al-Fajr: 15-16 yang artinya, “Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu dia dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia akan berkata: “Tuhanku telah memuliakanku”. Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rezekinya maka dia berkata: “Tuhanku menghinakanku“. Sikap kita dalam menyikapi musibah yang menimpa kita tergantung pada bagaimana prinsip kita, apa yang kita sikapi dan lakukan. Sehingga kalau prinsip kita bersyukur atau bersabar dalam menerima musibah yang terjadi pada diri kita atau di sekeliling kita maka itu disebut teguran. Namun jika musibah itu dihadapinya dengan melanggar maka itu disebut adzab.
Bagaimana membedakan antara musibah dan adzab?
Jika musibah terjadi di tengah umat Islam yang memiliki komitmen terhadap agamanya ataupun terjadi di tengah-tengah umat manusia yang tidak melakukan kezaliman ataupun maksiat atau hidup sebagaimana biasanya atau hidup tenteram, damai, tidak melakukan kezaliman maka ini disebutnya teguran. Namun jika musibah itu terjadi di tengah kaum kafirin atau para pembangkang dan pelaku-pelaku kemaksiatan ini disebut adzab. Jadi siapa yang menerima musibah ini apakah individu-individu Muslim yang memiliki komitmen terhadap Islam atau manusia-manusia biasa yang hidup normal dalam artian tidak zalim ataupun tidak melakukan kemaksiatan manusiawi, maka ini teguran dari Allah agar mereka bertambah kebaikannya dan mau merenungkan apa yang terjadi pada diri mereka. Sedangkan jika terjadi di tengah kafirin atau para pembangkang, para pelaku maksiat yang penuh kesombongan, maka ini disebut adzab untuk merasakan betapa pedihnya adzab di dunia yang itu pun masih ada sebagian dari adzab yang akan ditimpakan oleh Allah nanti di akhirat
Bagaimana menanamkan nilai kepada anak bahwa musibah itu terjadi atas izin dan kehendak Allah?
Sampaikanlah kepada putra-putri kita tentang hadis Rasulullah yang juga disampaikan kepada para remaja di masa Rasulullah yang dikenal dengan hadis, “Nak, aku ajarkan kepadamu beberapa untai kalimat: Jagalah Allah, niscaya Dia akan menjagamu. Jagalah Allah, niscaya kau dapati Dia di hadapanmu. Jika engkau hendak meminta, mintalah kepada Allah, dan jika engkau hendak memohon pertolongan, mohonlah kepada Allah.” Dalam lafadz yang lain juga disebutkan, “Berkenalanlah (ingatlah) kepada Allah di kala senang, maka Allah pasti akan mengingatmu di kala susah.” Ajaran-ajaran tauhid ini atau penanaman tauhid yang sangat kuat terutama qadha dan qadar yang merupakan prinsip-prinsip yang agung dalam menerima kondisi yang dikehendaki oleh Allah ini penting ditanamkan kepada putra-putri kita agar tetap menjaga agama Allah.
Apa yang seharusnya dilakukan ketika kita mendapatkan musibah?
Pertama, tidak kehilangan sikap kehambaan kita kepada Allah. Kita tetap hamba Allah dalam keadaan apa pun. Kedua, berupaya untuk kembali pada jalan Allah dengan bertobat, mengakui dosa-dosa. Ketiga, berjiwa ikhlas dan mewujudkan kebersihan, kesucian jiwa dan kesucian kebersihan lingkungan kita. Keempat, menyampaikan semua keluh kesah dari masalah yang dihadapinya kepada Allah dengan banyak berdoa dan meminta pertolongan kepada-Nya. Kelima, optimis bahwa apa yang terjadi merupakan penghapus kesalahan-kesalahan kita dan mudah-mudahan mengangkat derajat kemuliaan kita di sisi Allah. Keenam, selalu bersabar dalam menghadapi setiap musibah. Ketujuh, berusaha mencari solusi yang baik dan dihalalkan oleh Allah. Kedelapan, bertaawun dalam kebaikan.
Apakah pernah ada musibah bencana pada masa Nabi dan sahabat yang bisa diambil hikmahnya untuk saat ini?
Saya hanya mencatat bahwa di masa Rasulullah dan sahabat jarang sekali terjadi musibah. Misalnya pada masa Rasulullah pernah terjadi kemarau panjang dan paceklik. Di saat khutbah Rasulullah kemudian menceritakan kondisi kemarau panjang yang menghabiskan tanaman-tanaman mereka dan menyebabkan mereka hidup dalam kondisi paceklik sehingga Rasulullah berdoa istisqa’ di khutbahnya. Sedangkan di masa sahabat terjadi wabah tha’un atau penyakit menular seperti cacar kering pada masa Umar bin Khattab. Sedangkan gempa bumi dan lain sebagainya itu terjadi di masa bukan sahabat yaitu di tahun 300 H lebih. Meskipun pada masa Rasulullah dan sahabat jarang sekali terjadi musibah, tetapi Rasulullah diberi wahyu oleh Allah terkait solusi bagaimana supaya terhindar dari musibah.
Apa solusi agar kita terhindar dari musibah dan adzab?
Rasulullah mengajarkan solusi-solusi supaya terhindar dari musibah dan adzab. Pertama, selalu menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan Allah dalam kehidupan kita sehari-hari. Kedua, Rasulullah mengajarkan bahwa kita dianjurkan untuk membaca doa di waktu pagi dan petang. Misalnya “bismillahi laa yadhurru ma’asmihi syaiun fil al ardhi walaa fis samaa wahuwas samii’ul ‘aliim” dan memperbanyak doa “subhaanaka inni kuntu minadz dzaalimiin”. Ketiga, meminta perlindungan dari berbagai musibah. Keempat, berdoa ketika keluar rumah. Kelima, meminta afiyah kepada Allah. Keenam, menjauhkan diri kita dari tempat terjadinya wabah atau bencana. Misalnya ketika BMKG memperingatkan ada gelombang yang tinggi maka kita harus menghindari tempat-tempat terjadinya hal itu. Ketujuh, banyak bersedekah. []