Bulan suci Ramadhan akan segera tiba. Untuk kedua kalinya Ramadhan hadir di tengah penyebaran wabah COVID-19. Rasa suka bercampur duka menyatu karena umat Muslim belum bisa leluasa beribadah sebagaimana Ramadhan biasanya. Meski begitu, umat tidak perlu berkecil hati karena tidak ada satu pun peristiwa yang terjadi kecuali atas izin dan kehendak Allah SWT. Karenanya, meski banyak sekali tantangan beribadah di musim pandemi, keluarga Muslim harus tetap optimis dan berusaha mempersiapkan kedatangan bulan Ramadhan dengan matang, berbekal iman dan ilmu, agar ibadah Ramadhan tahun ini bisa lebih baik dibanding tahun-tahun sebelumnya.
Menyikapi fenomena Ramadhan di masa pandemi, wartawan Majalah Gontor Edithya Miranti berkesempatan mewawancarai Ustadzah Aini Aryani Lc, pakar fiqih, penceramah, sekaligus narasumber beberapa acara televisi, antara lain “Islam Itu Indah” di Trans TV dan “Tanya Khazanah” di Trans 7. Berikut petikan wawancaranya:
Bulan suci Ramadhan 1442 H akan segera tiba. Apa keutamaan bulan Ramadhan?
Keistimewaan Ramadhan tentu banyak sekali. Menyambutnya dengan sukacita saja sudah bernilai pahala dan memberi keistimewaan tersendiri. Kata “Ramadhan” akar katanya yaitu “Ramidha” (رَمِضَ) yang berarti sangat panas, membakar. Disebut demikian karena di bulan ini manusia diberi peluang membakar dosa-dosanya di masa lalu maupun di masa yang akan datang. “Siapa yang menghidupkan Ramadhan dengan penuh iman dan mengharap pahala, maka akan diampuni dosa-dosanya yang ia lakukan di masa lalu.” (HR Bukhari Muslim).
Keistimewaan lainnya, selama Ramadhan pintu surga dibuka, pintu neraka ditutup, setan diikat, dan di dalamnya ada satu malam super istimewa yaitu Lailatu al-Qadr. Jika kita beribadah di malam tersebut, pahalanya bisa lebih baik dari beribadah selama seribu bulan.
Bagaimana cara Nabi Muhammad SAW dan para sahabat menyambut bulan Ramadhan?
Rasulullah SAW dan para sahabat menyambut Ramadhan selalu dengan senang hati. Begitu masuk Ramadhan, mereka pun beribadah semaksimal mungkin. Sebab ingin memanfaatkan keberkahan di dalamnya. Apalagi di sepuluh malam terakhir. Iktikaf menjadi salah satu ibadah andalan yang dilakukan untuk meraih Lailatu al-Qadr yang mulia. Ibaratnya, kalau kita diberi kesempatan masuk ke penambangan emas dan bebas menambang emas gratis selama satu bulan, kita tentu tak akan melewatkan satu hari pun tanpa menambang emas bukan?
Nah, ketika Ramadhan sudah mau berakhir, biasanya para sahabat Nabi SAW melepasnya dengan tangisan dan kesedihan. Sebab bisa jadi, ini Ramadhan terakhir. Ini berbeda dengan kita pada umumnya. Jangan sampai kesibukan menyambut lebaran mengalahkan fokus ibadah kita di bulan Ramadhan.
Apa tradisi yang perlu dilakukan kaum Muslimin menyambut bulan suci tersebut?
Di antara tradisi yang perlu dilestarikan dalam menyambut Ramadhan antara lain bersuka citamenyambutnya. Ibu-ibu biasanya bersih-bersih rumah, ini bagusnya dilakukan menjelang Ramadhan. Agar ketika sampai di penghujung Ramadhan, tidak perlu lagi membersihkan rumah dalam skala besar. Sebab yang sebaiknya kita lakukan di sepuluh hari terakhir Ramadhan memaksimalkan waktu sebaik-baiknya untuk ibadah.
Kemudian kita bisa mengadakan majelis ilmu secara masif. Utamanya kajian terkait Ramadhan dan tuntunan beribadah di dalamnya, khususnya kajian fiqih ibadah. Sebab ibadah yang dilakukan tanpa ilmu, khawatir tak membekas kecuali hanya rasa lapar dan haus. Maka penting untuk membekali diri dengan ilmu, agar puasa dan semua ibadah selama Ramadhan tak sia-sia belaka.
Lalu apa yang harus diperhatikan oleh keluarga Muslim khususnya untuk anak mereka dalam menyambut bulan suci ini?
Anak-anak itu sebetulnya mudah diarahkan. Sebab fitrahnya masih sangat suci sekali. Orangtua hendaknya memotivasi anak tentang keistimewaan Ramadhan. Tak hanya motivasi, ilmu juga penting untuk ditransfer kepada mereka. Jelaskan apa saja rukun dan sunnah dalam berpuasa, serta hal-hal yang bisa membatalkannya.
Bagaimanakah cara yang tepat untuk mengajarkan anak agar mau dan terbiasa berpuasa Ramadhan?
Bimbing mereka berpuasa sesuai kemampuannya. Jangan paksa anak yang belum baligh agar langsung berpuasa sampai Maghrib, padahal mereka belum mampu. Beri apresiasi berupa pujian atas usaha anak dalam berpuasa sesuai kemampuannya. Hargailah usaha anak, sebab dengan begitu in syaa Allah anak akan terpicu menjadi lebih baik.
Apa manfaat berpuasa sebulan penuh di bulan Ramadhan?
Manfaatnya secara mental, antara lain kita jadi tahu rasanya lapar, sehingga hati menjadi lebih empati pada orang fakir. Lalu memunculkan jiwa dermawan dan mudah berbagi dengan sesama. Dengan puasa sebulan penuh, iman jadi bertambah dan cenderung tidak turun kualitasnya. Sebab iman itu bertambah saat kita melakukan ketataan, dan menurun kualitasnya saat bermaksiat. Berpuasa juga melatih lisan agar tak sering berdusta, bergunjing, maupun memfitnah. Sebab puasa yang disertai kata-kata yang buruk bisa menghapus pahala, dan hanya meninggalkan rasa lapar dan dahaga semata.
Bagaimana sebaiknya umat menyikapi ibadah bulan Ramadhan di masa pandemi?
Lakukan protokol kesehatan sebagaimana mestinya. Jangan abai dan tak peduli dengan kesehatan di masa pandemi ini. Apalagi dalam keadaan berpuasa, imun bisa saja berkurang dan jadi lebih rentan terpapar virus. Maka, sebaiknya di rumah saja jika tak ada kebutuhan untuk keluar. Toh, ibadah tetap bisa berjalan dengan baik tanpa harus keluar rumah. Kadang ada saja yang abai dengan alasan tidak takut virus dan hanya takut pada Allah. Ini pernyataan yang keliru. Sebab kalau memang takut kepada Allah, harusnya dia taat pada perintah Allah, dan meninggalkan larangan-Nya. Allah melarang hamba-Nya untuk mencari masalah dan menceburkan diri dalam kerusakan dan bahaya.
Apakah keterbatasan ruang gerak dalam beribadah secara berjamaah seperti shalat tarawih dan iktikaf di masa pandemi dapat mengurangi pahala kebaikan seorang Muslim?
Sebetulnya, jenis-jenis ibadah yang biasa kita lakukan selama Ramadhan itu tetap bisa dilakukan meski tidak ke masjid. Shalat tarawih, witir berjamaah, serta tilawah cukup dilakukan di rumah selagi pandemi. In syaa Allah pahalanya sama besarnya dengan berjamaah di masjid yang dilakukan dalam keadaan aman (bukan pandemi). Namun untuk iktikaf memang tak bisa dilakukan di rumah sebab mensyaratkan almuktsu fil masjid atau berdiam di dalam masjid. Saat pandemi, sebaiknya iktikaf ditunda dulu dan ini juga diniatkan lillahi ta’ala. Meminjam istilah Umar bin Khattab, “Min qadarillah ila qadarillah.” Artinya, kita menghindari satu takdir Allah untuk menuju pada takdir Allah yang lain. Maksudnya, kita menghindari kesunnahan iktikaf untuk melakukan kesunnahan lain berupa menyelamatkan diri dari virus yang sedang mewabah. Dalam kaidah ushulliyah disebutkan, “Menghindari kerusakan dan bahaya itu lebih utama daripada mencari manfaat.”
Apa hikmah Ramadhan di tengah pandemi COVID-19?
Pertama, ibadah bersama keluarga lebih bisa dinikmati. Orangtua bisa lebih intensif membimbing anaknya ibadah sebab shalat tarawihnya di rumah. Jadi bisa mengetahui kualitas shalat anaknya. Kedua, ibu-ibu yang mempunyai bayi dan balita lebih tenang beribadah karena bisa berjamaah dengan suami tanpa meninggalkan anaknya yang masih balita.
Ketiga, shalat tarawih di rumah bisa menjadi ajang pembinaan anak untuk belajar menjadi imam shalat. Sebab anak yang sudah mumayyiz (menjelang usia baligh) sudah boleh menjadi imam shalat, khususnya shalat sunnah, dengan syarat dia sudah mengetahui apa saja syarat, rukun, serta perihal pembatal shalat.
Keempat, mengurangi tertinggalnya shalat tarawih berjamaah. Sebab di masa pandemi kita dianjurkan untuk mengurangi aktivitas di luar rumah. Kelima, tidak berlebihan dalam menyajikan buka puasa. Karena pandemi kita jadi termotivasi untuk di rumah saja dan tidak tergoda berwisata kuliner secara berlebihan. Uangpun lebih hemat dan tidak boros.
Apa pesan Anda untuk umat pada momentum bulan Ramadhan yang penuh rahmat di tengah wabah COVID-19 ini?
Ini Ramadhan kedua yang kita hadapi di musim pandemi. Jadikan Ramadhan kali ini sebagai Ramadhan yang terbaik dari sebelumnya. Kita tidak pernah mengetahui sampai kapan kita hidup. Sebagaimana kita juga tidak mengetahui kapan virus berbahaya ini akan sirna.
Namun kita mengetahui bahwa syariat memerintahkan kita untuk menjaga jiwa (hifdzu an-nafs) melebihi upaya kita dalam menjaga agama (hifdzu ad-diin). Sebab agama tak akan tegak, kecuali jika nyawa terjamin keselamatannya. Upaya menghindari penyakit itu sama pentingnya dengan menjaga agama. Sebab menegakkan agama tak akan sempurna bila dilakukan dengan fisik yang lemah dan berpenyakit. Sebaliknya, jika fisik sehat maka kita bisa beribadah dengan nyaman dan tenang. Bisa rukuk dan sujud sesering mungkin. Bisa mencari nafkah agar bisa sedekah sebanyak mungkin. Jadi jalankanlah protokol kesehatan dengan baik. Pakai masker itu niatkan sebagai upaya kita menyelamatkan diri sendiri dan orang lain. Semoga Allah sampaikan usia kita ke bulan Ramadhan dalam keadaan sehat lahir bathin. Amiin. []