Sosok Nurfaizi sangat menginspirasi siapapun yang ingin meraih kesuksesan disegala bidang. Kuncinya tidak boleh berhenti belajar sampai kapanpun karena usia tidak membatasi seseorang untuk belajar.
“Dubes Indonesia untuk Mesir Jadi Wisudawan Tertua di UNS,†demikian bunyi headline sebuah media online di Solo, 5 Desember 2015. Solopos.com menulis, di antara para wisudawan tersebut ada Duta Besar Indonesia untuk Mesir, Komisaris Jenderal Polisi (Purn) Nurfaizi, yang tercatat sebagai wisudawan tertua, yakni berusia 68 tahun 2 bulan. Nurfaizi berhasil mempertahankan disertasinya berjudul “Model Perilaku Migrasi Tenaga Kerja Wanita Penata Laksana Rumah Tangga (TKW PLRT) Indonesia di Mesir†di hadapan tim penguji UNS dengan meraih indeks prestasi kumulatif (IPK) 3,60.
Berita kelulusan ini menjadi headline dibeberapa media lokal dan nasional karena diumumkan, bahwa diantara wisudawan ada lulusan tertua yaitu Dubes RI di Mesir. “Pak Nurfaizi umurnya 68 tahun,†katanya seraya diiringi gelak tawa. Capaian dan kebehasilan ini terasa istimewa bagi Dr Nurfaizi Suwandi, Duta Besar RI di Mesir periode 2012 – 2015. Disela-sela melaksanakan tugas sebagai Duta Besar Indonesia Luar Biasa di Mesir, ia mampu meraih gelar doktor Ilmu Ekonomi.
Perjuangan itu tentu tidak mudah bagi pria kelahiran Cilacap, 27 Juli 1947 ini. Selain menyita pikiran, tenaga dan biaya, hal terberat dirasakannya adalah membagi waktu antara tugas kuliah dan tugas negara. Niat kuliahnya timbul tahun 2012 ketika para guru dan professor berkunjung ke Mesir menemui mahasiswa disana. Diantara mereka ada yang menyeletuk, Pak Nur ikut kuliah S 3 dong! Bagaimana caranya? Kan kita sering ke Mesir.
Tahun itu juga ada sekitar 15 orang yang mendaftar program S3, tapi baru dirinya yang selesai dan diwisuda. Kuncinya, katanya, setiap pulang ke Jakarta, ia langsung terbang ke Solo. “Semua guru besar saya kumpulkan di ruangan, lalu saya mencatat pelajaran sehingga cepat bisa dan selesai tuntas,†tutur pria yang pernah mengenyam pendidikan SMA di Perguruan Cikini Jakarta ini.
Nurfaizi ingin berbagi pengalaman kepada seluruh mahasiswa al-Azhar dan generasi muda di Indonesia, bahwa usia tidak membatasi seseorang untuk belajar. â€Terus belajar jangan patah semangat. Menuntut ilmu sampai kapan pun tidak boleh berhenti apalagi ada contoh yang bisa ditiru,†tutur pria ramah dan murah senyum ini.
Jika menilik perjalanan hidupnya, pria yang hobi bermain golf ini memiliki segudang pengalaman berharga. Sejak kecil, Nurfaizi hidup berpindah-pindah mengikuti orangtuanya yang menjadi komandan Hisbullah, Banyumas. Dari Banyumas, orangtuanya pindah ke Medan menjadi pegawai di Kantor Urusan Agama Medan. Lalu pindah lagi ke Semarang, Purwokerto dan Papua menjadi sukarelawan pembebasan Irian Jaya. “Makanya SMA Saya disana bersama Freddy Numberi (Menhub KIB II), ujar putra H Saifurrahman Suwandi ini.
Dalam karirnya, putra kelima dari tujuh bersaudara ini mengikuti rekam jejak ayahnya sebagai penegak hukum. Semua jabatan di lembaga kepolisian negara pernah dilaluinya mulai dari anggota polisi, Kapolda jawa Tengah, Kapolda Metro Jaya, Gubernur Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Bareskrim Polri (1998) dan Badan Narkotika Nasional (BNN). Nurfaizi baru pensiun pada tahun 2003.
Selama di kepolisian, banyak kasus yang ditanganinya mulai dari kasus bom di rumah dubes di jalan Diponegoro, bom BEJ, kejahatan pembunuhan berantai dan pembongkaran pabrik ekstasi di Tangerang. Nurfaizi tak bisa membiarkan para pelaku kejahatan bertindak bebas di wilayahnya. Bahkan di instansinya sendiri, jenderal polisi ini pernah membeli sendiri 12 unit kendaraan operasional senilai 8,6 miliyar. Padahal uang itu untuk membeli 6 unit mobil. Demikian juga saat Kabag Humas Polri memberi jatah 1 kamera untuk kantornya. “Saya minta uangnya dan saya beli sendiri dapat 3 buah,†paparnya.
Salah satu terobosan Nurfaizi ketika menjabat Kabareskrim adalah penggunaan baret merah. Namun hal ini sempat ditegur Komandan Kopasus Prabowo Subianto yang hanya menginginkan ada satu baret merah di Indonesia. “Kata Prabowo jangan menggunakan baret merah karena hanya ada satu di Indonesia (Kopasus),†paparnya.
Dengan tenangnya, mantan ketua Banser Pimpinan Ranting NU Rawamangun Jakarta Timur ini meminta Prabowo mengambil baret merahnya. Ketika disandingkan keduanya, baret itu ternyata berbeda. Baret Bareskrim berwarna merah tua sedangkan baret Kopasus berwarna merah darah. Filosofisnya, ujar Nurfaizi, baret merah darah Kopasus melambangkan kehebatannya, begitu menembak PKI keluar darah seperti warna baret merah. Tapi kalau baret merah tua (Bareskrim) filosofisnya sesuai tugas reserse mengungkap kasus yang korbannya sudah mati sehingga darahnya kelam. “Supaya bisa cepat menyidiki kasus ini kita memakai baret merah tua,†paparnya. Akhirnya Prabowo pun mengijinkannya.
Pesan Subuh
Tanggal 21 Desember 2011, Nurfaizi dilantik sebagai dubes RI untuk Mesir oleh Presiden SBY di Istana Kepresidenan bersama 25 dubes lainnya. Mendapat tugas baru, mantan Kabareskrim Mabes Polri ini menyampaikan rasa bahagia ditetapkan sebagai Dubes di negeri piramid yang memiliki hubungan istimewa dengan Indonesia, karena Mesir termasuk negara Islam pertama yang mengakui kemerdekaan Indonesia.
Mengawali tugasnya, Nurfaizi memberikan perhatian khusus pada pendidikan yang diwujudkan dalam progam pembangunan asrama mahasiswa di kompleks Universitas Al-Azhar Mesir. Namun saat itu kondisi keuangannya hanya ada 19 miliyar yang cukup untuk satu bangunan. Sementara Grand Syaikh al-Azhar menyarankan lahan yang disediakan untuk Indonesia minimal dibangun 4 gedung plus 1 dapur. “Biayanya bisa sampai 56 miliyar. Kekurangannya darimana? †tururnya.
Dengan melihat kebutuhan asrama yang sudah tidak bisa ditawar lagi, suami Hj Lesye Mulyani ini meminta supaya pembangunan asrama disegerakan. Pembangunan dimulai dengan acara peletakan batu pertama oleh Presiden SBY. Sayangnya, setelah dua tahun berlalu, pembangunan asrama ini berhenti karena tidak ada dana.
Lagi-lagi Nurfaizi harus memutar otak menemukan cara untuk mendapatkan dana. Ia sempat menemui beberapa gubernur di Indonesia agar turut membantu pembangunan asrama. Tapi semua lepas tangan karena khawatir diperkarakan karena belum ada payung hukumnya. Satu-satunya cara adalah melalui Keputusan Presiden (Kepres) atas persetujuan Komisi 1 dan Badan Anggar DPR RI.
Diluar permasalahan itu, Nurfaizi mengaku khawatir program ini gagal dijalankan. Apalagi ada kekhawatiran lain bahwa Malaysia dan Brunai Darussalam sedang mengincar lokasi asrama Indonesia karena letaknya di dalam kompleks Al-Azhar. Sementara, mahasiswa Indonesia di Al-Azhar bertahun-tahun menderita karena tidak memiliki tempat tinggal yang layak. “Saya perlihatkan ada mahasiswa yang menjadi gembel, ada yang tinggal di dekat tempat sampah di luar Cairo,†paparnya.
Pukul 04.00 WIB, Nurfaizi mengirim SMS kepada Presiden SBY untuk melaporkan situasi di lapangan. Pesan ini langsung diterima dan keesokan harinya Presiden SBY menggelar sidang kabinet. Dua hari kemudian Nurfaizi diminta menghadap presiden untuk merumuskan draf kepresnya. Ia juga harus meyakinkan DPR dan Banggar DPR bahwa kebutuhan asrama tidak bisa ditawar lagi. Alhamdulillah semuanya sepakat untuk menyelesaikan pembangunan asrama mahasiswa di al-Azhar Mesir. “Inilah pengalaman heroik saya. Akhirnya prasasti diandatangani SBY dan tugas saya selesai,†tuturnya.
Akhirnya, perjuangan yang panjang, empat gedung asrama mahasiswa setinggi enam lantai berdiri di al-Azhar. Asrama itu merupakan hibah dari Pemerintah Indonesia yang sepenuhnya akan dikelola oleh Universitas Al Azhar. Selain menjadi pusat pemukiman mahasiwa Indonesia, asrama ini juga menjadi pusat pengembangan skil mahasiswa. Para mahasiswa dibekali wawasan enteprneurship dengan mengundang narasumber dan motivator Islam handal. “Yang paling penting supaya mahasisa ini bisa terbebas dari aliran-aliran aneh karena akan dikontrol oleh syaikh,†ujarnya.
Nurfaizi mengaku bangga pembangunan asrama mahasiswa bisa tuntas diakhir tugasnya. Penuntasan program ini melengkapi prestasinya sebagai duta besar yang mampu menyerap anggaran sampai 97 persen padahal lainnya hanya 70 persen. Dari 133 negara, Mesir menempati peringkat ke 17 besar. Ditambah prestasinya, meningkatkan nilai transaksi perdagangan dan pariwisata, sehingga neraca perdagangan Mesir yang tadinya hanya 25 % meningkat sampai 75 %. Nilai ini terbesar dibandung negara-negara di Afrika.
Diakhir jabatannya, pria berkacamata ini meraih Primaduta Award 2014 yaitu penghargaan untuk KBRI yang berhasil meningkatkan nilai ekspor. Puncak prestasinya ketika seorang Dubes bisa mendatangkan kepala pemerintah ke Indonesia. Selama periodenya tahun 2012 – 2015, Indonesia menerima kunjungan kenegaraan dari Pemerintah Mesir mulai dari Presiden as-Sisi, Perdana Menteri Ibrahim Mahlab dan terakhir Grand Syaikh al-Azhar Prof Dr Syekh Ahmad Muhammad Ahmad Ath-Thayyib ke Pondok Modern Gontor. “Tahun 2015 kita meraih 4 penghargaan yaitu piala pembangunan asrama, piala pariwisata, piala perdagangan dan piala kunjungan,†papar pria yang kini menjadi komisaris dibeberapa perusahaan tambang ini. [Ahmad Muhajir/DJ].