Kolombo, Gontornews — Krisis ekonomi yang mendera Sri Lanka semakin menjadi-jadi. Terbaru, Pemerintah Sri lanka, Sabtu (30/4/2022), mengumumkan kenaikan harga 40 persen untuk obat-obatan yang biasa mereka gunakan.
Sebelum mengumumkan kenaikan harga obat hingga 40 persen, Pemerintah Sri Lanka telah mengalami kelangkaan energi selama berbulan-bulan. Akibatnya, masyarakat Sri Lanka mengalami pemadaman listrik selama berbulan-bulan serta kekurangan makanan, bahan bakar hingga obat-obatan. Warga pun melakukan protes keras serta menyerukan agar pemerintah saat ini mundur dari jabatannya.
Akibat kenaikan harga obat, rumah sakit terpaksa membatalkan operasi rutin karena kehabisan obat bius. Pada Sabtu, pihak rumah sakit melaporkan ada sekitar 60 obat yang mengalami kekurangan pasokan.
Menteri Kesehatan Sri Lanka, Channa Jayasumana, mengungkapkan pemerintah terpaksa menaikkan harga untuk antibiotik, obat penghilang rasa sakit, obat jantung dan diabetes.
Sebagai informasi, kenaikan harga obat kali ini menjadi yang kedua dalam enam pekan terakhir. Pada pertengahan Maret, pemerintah sempat mengumumkan kenaikan harga obat hingga 30 persen.
Pemerintah berdalih kenaikan harga obat merupakan upaya terakhir yang mereka perlukan untuk menyeimbangkan kenaikan harga bahan bakar yang berlipat ganda sejak Desember. Pada Jumat, Sri Lanka melaporkan bahwa inflasi meningkat hampir 30 persen sepanjang bulan April.
Tidak hanya itu, Sri Lanka juga telah kehabisan mata uang asing yang sejatinya dipergunakan untuk mengimpor barang-barang penting yang menjadi kebutuhan dalam negeri.
Bulan ini, Sri Lanka mengumumkan bahwa pemerintah tidak mampu membayar hutang luar negeri yang mencapai 51 miliar dolar Amerika Serikat. Pemerintah juga meminta warganya yang berada di luar negeri untuk menyumbangkan uang asingnya untuk membantu negara keluar dari krisis ekonominya.
Sri Lanka juga telah meminta dana talangan dari Dana Moneter Internasional, yang biasanya memakan waktu hingga 3 bulan sampai pencairan. [Mohamad Deny Irawan]