Jakarta, Gontornews — Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin mengajak aparatur Kemenag untuk lebih dalam memaknai puasa, tidak sekedar menahan makan, minum, dan berhubungan suami-istri saja. Menahan berarti pengendalian diri, sehingga hakikat menahan diri adalah pengendalian nafsu.
“Bulan Ramadan adalah kesempatan penting untuk melatih dan mengendalikan hawa nafsu,†paparnya pada kuliah tujuh menit (kultum) di Mushalla Attarbiyah Gedung Kemenag, Lantai 6, Jakarta, Senin (6/6).
Menag tampil sebagai pengisi perdana kultum di hari pertama puasa Ramadhan 1437 di Mushalla Attarbiyah Gedung Kemenag, Lantai 6.
Lebih jauh alumnus Pondok Modern Gontor itu mengatakan, nafsu harus dikendalikan karena segala kerusakan di muka bumi ini berawal dari nafsu.
Semua masalah, dari persoalan bangsa, masyarakat, RT/RW, tetangga hingga keluarga atau bahkan diri sendiri, semua berawal dari ketidakmampuan kita mengendalikan nafsu.
Menag menjelaskan, al-Qur’an memilah nafsu menjadi tiga macam. Pertama, Nafsu Mutmainnah, yaitu nafsu yang membuat pemiliknya tenang dalam ketaatan.
Kedua, Nafsu Ammarah. Nafsu ini sangat berbahaya apabila melekat pada diri seorang manusia. Sebab, ia suka mengarahkan manusia kepada perbuatan buruk.
Ketiga, Nafsu Lawwamah, yaitu nafsu yang sudah mengenal baik dan buruk tapi condong kepada keburukan.
Dengan menjalankan syariat puasa, paparnya, umat Islam diharapkan akan lebih arif atau bijak dalam menghadapi segala persoalan.
“Orang yang arif atau bijak itu lebih dari sekedar tahu atau paham, tapi juga mengetahui implikasi dan berorientasi masa depan. Bahkan mampu memahami latar belakang dari sebuah persoalan,†ujarnya dikutip laman kemenag.go.id.
Pada kesempatan itu Menag juga mengingatkan pentingnya dampak puasa dalam kehidupan sosial. Ketaatan hamba Allah sebagai khalifah harus direfleksikan dalam fungsi sosial.
“Jangan lagi punya anggapan, saya buru-buru pulang, saya tinggalkan pekerjaan di kantor, karena di rumah mau membaca al-Qur’an atau ibadah mahdoh lainnya. Padahal masih harus menjalankan tugas melayani,†papar Menag.
Menurutnya, menjalankan fungsi sosial juga ibadah. “Fungsi sosial bagian dari esensi ajaran agama,†terangnya. [Rusdiono Mukri]