Majelis Ulama Indonesia (MUI) mendadak ramai diperbincangkan publik, baik di dunia maya maupun dunia nyata. Penangkapan salah seorang anggota MUI oleh Detasemen Khusus 88 antiteror membuat perspektif masyarakat terbelah menjadi dua: satu kelompok mendukung penguatan peran MUI sebagai salah satu organisasi yang menolak dengan tegas segala bentuk tindakan teror maupun paham terorisme sementara kelompok kedua mendorong pembubaran MUI.
Padahal, sebagai wadah ulama dan zuama di Indonesia, MUI memiliki peran penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. MUI bahkan terus hadir dalam mengurai permasalahan sosial-kemasyarakatan, politik, sains, teknologi hingga kesehatan. Untuk sektor terakhir, peran MUI sangat krusial karena ‘berani’ mengurai persoalan ibadah saat pandemi, hingga memastikan kehalalan vaksin bagi masyarakat.
“MUI dalam fatwanya, sudah jelas mengharamkan terorisme dan mewajibkan jihad. Jihad artinya berjuang sungguh-sungguh dalam mengatasi kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan. Karena itu, jihad dan teroris ini dua hal yang berbeda,” ungkap Sekretaris Jenderal MUI, Dr H Amirsyah Tambunan MA, kepada Majalah Gontor.
Lebih lanjut, Buya Amirsyah, sapaan akrabnya, menegaskan bahwa keterlibatan salah seorang anggota MUI dalam jaringan teroris tidak ada kaitannya dengan urusan kelembagaan melainkan urusan pribadi yang bersangkutan.
Wartawan Majalah Gontor, Mohamad Deny Irawan, berhasil mewawancarai pria kelahiran Padang Gala-Gala, Asahan, Sumatera Utara, tersebut. Pria berusia 56 tahun tersebut menyampaikan beberapa hal terkait peran dan fungsi MUI pascamerebaknya kasus dugaan terorisme yang mendera salah satu anggotanya. Berikut petikan wawancaranya:
Bagaimana situasi MUI saat ada salah satu anggotanya, Dr Zain An-Najah, diduga terlibat dalam jaringan terorisme?
Sebelumnya saya ingin menyampaikan bahwa berbicara soal teroris itu merupakan musuh dunia internasional. Bukan hanya Indonesia. Tentu teroris yang dimaksud sesuai dengan fakta dan data yang terjadi di lapangan. MUI dalam Fatwanya, sudah jelas mengharamkan terorisme dan mewajibkan jihad. Jihad itu artinya berjuang sungguh-sungguh mengatasi kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan. Karena itu antara jihad dan teroris ini, dua hal yang berbeda. Terkait persoalan Dr Zain An-Najah itu kan urusan pribadi. Tidak menyangkut urusan MUI secara organisasi. Karena itu kalau ditanya situasi MUI, ya baik-baik saja.
Lantas, bagaimana sikap MUI dalam menanggapi permasalahan tersebut?
Pertama, kita menyampaikan apa adanya, bahwa beliau memang anggota Komisi Fatwa. Tapi ketika ada persoalan seperti ini maka itu urusan pribadi beliau. Kendati demikian, MUI sudah bersikap untuk menonaktifkan beliau sebagai pengurus sampai ada keputusan hukum tetap.
Kedua, sebagai warga negara, hak-hak beliau untuk mendapat perlindungan hukum sesuai konstitusi, sesuai dengan perundang-undangan, itu dijamin dalam peraturan perundang-undangan. Karena itu harus dilindungi hak tersebut. Setiap orang memperoleh hak-hak perlindungan hukum.
Apa peran dan fungsi MUI secara nasional?
Secara nasional, fungsi utama MUI adalah sebagai pelayan umat (khadimul ummah) dan juga sebagai mitra pemerintah (shadiqul hukumah). Fungsi MUI melayani umat tercermin melalui edukasi dan sosialisasi berbagai panduan untuk melaksanakan ukhuwah dalam berbagai aspek kehidupan, baik itu dalam bentuk ukhuwah Islamiyah, ukhuwah insaniyah, maupun ukhuwah wathaniyah. Adapun sebagai mitra pemerintah, MUI turut memandu atau mengarahkan pemerintah berkenaan dengan aspek-aspek sosial keagamaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Beredar seruan #BubarkanMUI di laman media sosial. Tanggapan Anda?
Wacana pembubaran MUI itu berlebihan, sangat naif dan tidak masuk akal. Apalagi dikaitkan dengan adanya seorang pengurus MUI terduga teroris. Logikanya, jika ada warga bangsa terduga teroris, Indonesia tak akan bubar. Jika ada oknum menteri yang terduga korupsi, maka Indonesia tetap utuh, demikian juga jika ada oknum TNI/Polri yang melanggar peraturan-perundangan-undangan, maka TNI/Polri tetap utuh untuk mengawal NKRI. Karena itu seruan #BubarkanMUI tidak perlu dihiraukan.
Faktanya, masyarakat justru banyak yang mendukung MUI. Hastag Dukungan MUI juga kita lihat lebih banyak di laman media sosial. Dengan kata lain, nalar akal yang waras yang terus mengalir memberikan dukungan dari masyarakat merupakan bentuk kepedulian kepada MUI dan bangsa secara keseluruhan. Oleh sebab itu, saya menghargai dukungan kepada MUI sebagai wadah berhimpunnya Ormas merupakan pengkhidmatan untuk memperjuangkan umat dan bangsa yang aman, damai, adil dan makmur.
Apa saja tantangan MUI kala dipimpin oleh Haji Abdul Malik Karim Abdulllah (HAMKA) hingga periode KH Miftachul Akhyar saat ini? Apa yang berbeda?
Lika-liku perjalanan khidmah MUI dari Buya Hamka sampai Kiai Miftach (KH Miftachul Akhyar) tentu saja memiliki ujian dan tantangannya masing-masing. Tapi secara garis besar tidak ada yang berbeda. Tantangan itu sama-sama menyangkut persoalan umat dan bangsa. Satu hal yang pasti, kepemimpinan MUI yang silih berganti sejak MUI berdiri telah memberikan kontribusi yang besar bagi kemaslahatan umat dan bangsa. MUI mampu menghadapi ujian dan tantangan di berbagai era tersebut karena peran tokoh ulama dari berbagai Ormas yang ada di MUI.
Bagaimana peran MUI dalam melindungi tokoh agama dan ulama?
Peran MUI dalam melindungi tokoh agama, ulama dilakukan dengan beberapa cara. Pertama, dengan melayani umat, secara langsung dan tidak langsung termasuk melindungi ulama, tokoh agama, karena ulama bagian dari garda terdepan dalam melayani umat di mana pun dan kapan pun. Untuk itu kekuatan MUI bagian dari kekuatan ulama, tokoh agama bersama kekuatan masyarakat
Bagaimana hubungan antara MUI dengan pemerintah dan Ormas-ormas Islam di Indonesia?
Seperti dijelaskan sebelumnya, MUI selain berfungsi sebagai pelayan umat (khadimul ummah), juga mitra pemerintah (shadiqul hukumah). Karena itu, MUI berperan sebagai “wasit” agar hubungan umat dan pemerintah berjalan dengan baik. Saya kira peran itu juga dilakukan para Ormas Islam di Indonesia.
Hubungan yang baik antara MUI dengan pemerintah tidak lain sebagai wujud dari visi MUI, yakni terciptanya kondisi kehidupan kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan yang baik, memperoleh ridha dan ampunan Allah Subhanahu wa Ta’ala (baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur) menuju masyarakat utama yang berkualitas (khaira ummah) demi terwujudnya kejayaan Islam dan kaum Muslimin (izzul Islam wal-muslimin) dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai manifestasi dari rahmat bagi seluruh alam (rahmatan lil ‘alamin).
Seberapa penting peran dan keberadaan MUI di tengah masyarakat saat ini?
Peran dan keberadaan MUI sangat penting. MUI lembaga keumatan yang mewadahi para ulama, zuama, dan cendekiawan Muslim di Indonesia, punya peran yang krusial untuk membimbing, membina dan mengayomi kaum Muslimin di seluruh Indonesia.
Peran MUI melindungi umat (himayatul ummah), melindungi agama (himayatuddin), dan melindungi negara (himayatud daulah). MUI berperan dalam memberikan nasihat dan fatwa mengenai masalah keagamaan dan kemasyarakatan kepada Pemerintah dan masyarakat. MUI juga berperan dalam meningkatkan kegiatan bagi terwujudnya ukhuwah Islamiyah dan kerukunan antarumat beragama dalam memantapkan persatuan dan kesatuan bangsa.
Apa saja pembenahan yang dilakukan MUI dalam merespon perubahan kondisi sosial-kemasyarakatan ataupun zaman?
MUI terus melakukan pembenahan manajemen sesuai prinsip ISO. Ikhtiar kita agar MUI ini menjadi organisasi atau lembaga yang profesional dan akuntabel. Alhamdulilah, tidak lama ini MUI kembali mempertahankan sertifikat Sistem Manajemen Mutu ISO 90001:2015 dari World Quality Assurance (WQA).
Selain itu, pengurus MUI terus berkomitmen berbenah diri agar memiliki ilmu pengetahuan dalam berbagai bidang keagamaan dan bidang lainnya secara mendalam, sehingga dengan kapasitas keilmuan sesuai keahliannya dapat memberikan solusi terhadap kemiskinan, baik kemiskinan iman maupun kemiskinan ilmu pengetahuan yang berimplikasi kepada kemiskinan struktural dan kultural.
Apa pesan yang ingin Anda sampaikan kepada masyarakat?
Saat ini kita tengah menghadapi berbagai permasalahan keumatan dan kebangsaan yang saling terkait. Artinya masalah umat terjadi tidak terlepas dari permasalahan bangsa, sebaliknya permasalahan bangsa juga permasalahan umat. Karena itu, kepada seluruh masyarakat dan semua komponen bangsa mari kita melakukan muhasabah khususnya terhadap pergantian tahun 2021. Kita jadikan momentum pergantian tahun agar menjadi introspeksi, mawas diri dan senantiasa mendekatkan diri kepada Allah SWT.[]