Jakarta, Gontornews — Secara subtansi semua aturan main yang turun dari wahyu Allah, zakat merupakan ibadah yang sama rigidnya seperti halnya shalat. Begitupun ketika zakat ingin diterapkan, zakat akan punya rigisitas yang sama dengan pajak.
“Agar zakat menjadi lebih optimal, regulasinya, kelembagaannya harus diperkuat,”ungkap Dekan (FEB) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Dr M. Arief Mufraini kepada Gontornews menjelaskan.
Wacana Menteri Agama yang akan melakukan pemotongan zakat 2,5 persen dari gaji Aparatur Sipil Negara (ASN) Muslim mendapat komentar dari dekan dan penulis buku Manajemen dan Akuntansi Zakat ini.
Menurut Arief, regulasi yang ada saat ini, belum detail. “Undang-undang zakat 2011 masih kurang. Kita sulit kalau regulasinya belum siap,”ucapnya. Selain itu, untuk regulasi kedepan, penyaluran (distribusi) zakat agar tidak terjadi tumpang tindih perlu dipertimbangkan.
Misalnya, hak amil (pengelola zakat) 12,5 persen atau 1/8. Namun, 12,5 persen atau 1/8 dari dana zakat yang terkumpul satu juta berbeda dengan dana yang terkumpul 1 triliun. Seandainya PNS seluruh Indonesia zakat, sekian triliun masuk untuk amilin.
Apakah amil akan terus naik gajinya? Apakah kemudian fasilitas nya akan terus berkembang? “Kalau dikatakan hak, amil bisa pakai mobil Alphard semua,”paparnya. Selain itu gharimin atau riqab misalnya untuk TKI-TKI salah tidak.
“Kita sulit menetapkan itu secara serius. Sebab kelembagaan kita belum kuat,”ungkapnya. Lanjut Arief menyarankan, dalam menjalankan substansi Al-Qur’an harus dibarengi dengan regulasi.
“Subtansi Al-Qur’an, hukum Allah dipositifkan untuk dipatuhi. Regulasi itulah yang nantinya menjelaskan siapa saja yang masuk dalam kategori riqab (misalnya). Belum versi penghitungan, golongan berapa yang kena. BAZ juga perlu siapkan sistem accounting, sistem akuntabilitasnya, sistem informasinya,”imbaunya.
Merujuk pada negara lain yang tergolong sukses mengelola zakat, menurut Arief, Kuwait adalah salah satunya. “Kuwait itu kementerian langsung yang mengelola. Kalau hanya LAZ dan BAZ yang jalur birokrasinya tidak serigid pemerintah ngeri. Itu menunjukan betapa perlunya kehati-hatian,”ungkapnya. [Muhammad Khaerul Muttaqien]