Ankara, Gontornews — Pengadilan Pidana Internasional (International Criminal Court/ICC) memberikan tenggat waktu kepada Myanmar hingga 27 Juli untuk memberikan hasil observasi tertulis mereka atas tuduhan deportasi lebih dari 700.000 Muslim Rohingya ke Bangladesh.
“Mempertimbangkan bahwa kejahatan pengusiran ini dilakukan di wilayah Myanmar, pengadilan merasa layak meminta hasil observasi dari otoritas terkait di Myanmar melalui jaksa penuntut,” demikian putusan pengadilan yang dirilis pada Kamis lalu yang dikutip Anadolu Agency 23/6/2018.
Portal berita Anadolu Agency menjelaskan, dikeluarkannya keputusan tersebut setelah dilakukan sidang dengar tertutup soal masalah Rohingya yang digelar ICC di The Haque, Belanda. Di pengadilan tersebut panel juri meminta Myanmar untuk memberikan observasi tertulis, baik secara publik ataupun rahasia atas kemungkinan Pengadilan menerapkan yuridiksi teritorial dalam kasus tuduhan pengusiran orang-orang Rohingya dari Myanmar ke Bangladesh.
Pengadilan juga meminta Myanmar menyerahkan observasi atas situasi dalam peristiwa penyeberangan perbatasan oleh orang-orang Rohingya dari Myanmar ke Bangladesh menurut pernyataan itu. Karena Myanmar bukanlah anggota ICC, pengadilan pidana untuk kejahatan perang pertama di dunia tersebut tidak memiliki yuridiksi otomatis di negara itu.
Meski begitu, jaksa penuntut meminta pengadilan untuk menyelidiki tuduhan kejahatan deportasi kelompok Muslim Rohingya dan kemungkinan untuk menuntut mereka melalui Bangladesh, yang saat ini menjadi tuan rumah bagi lebih dari sejuta pengungsi Rohingya.
Sebagaimana menurut penjelasan Amnesty International sejak 25 Agustus 2017, lebih dari 750.000 pengungsi kebanyakan adalah wanita dan anak-anak telah melarikan diri dari Myanmar dan menyeberang ke Bangladesh setelah pasukan militer Myanmar melakukan kekerasan kepada komunitas Muslim minoritas tersebut.
Selain itu, berdasarkan keterangan Doctors Without Borders setidaknya 9.400 Rohingya tewas di Rakhine sejak 25 Agustus sampai 24 September tahun lalu. Dalam sebuah laporan yang baru-baru ini diterbitkan oleh organisasi kemanusiaan ini menyatakan tewasnya 71,7 persen atau 6.700 warga Rohingya adalah karena kekerasan. Data itu termasuk 730 anak-anak di bawah umur 5 tahun.
Sebagaimana dikatakan PBB, Rohingya merupakan orang-orang yang paling teraniaya, telah menghadapi ketakutan yang meningkat sejak belasan warga mereka tewas dalam kekerasan komunal pada 2012. PBB menyebutkan adanya perkosaan massal, pembunuhan termasuk bayi dan anak kecil — pemukulan brutal, dan penghilangan yang dilakukan oleh anggota pasukan keamanan. Melalui laporannya, para penyelidik PBB mengatakan kekerasan ini termasuk sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan. [Muhammad Khaerul Muttaqien]