Juba, Gontornews — Pertempuran sengit kembali terjadi di ibukota Sudan Selatan, Juba. Situasi keamanan makin menegangkan. Mengancam negara muda usia itu kembali ke perang saudara.
Al Jazeera yang berada di kota itu pada hari ini, Ahad (10/7), mendengar suara ledakan bom, senjata berat, dan tembakan yang datang dari daerah dekat bandara, yang kata sumber-sumber setempat telah ditutup. Dalam sebuah postingan di Twitter, Kenya Airways mengatakan telah menangguhkan penerbangan ke Juba karena situasi keamanan yang tidak menentu.
Tembakan sebelumnya telah terdengar di selatan-barat ibukota, dekat barak tentara dan basis PBB.
Kekerasan dari Kamis (7/7) sampai Sabtu (9/7) telah menewaskan lebih dari 100 orang. Sebagian besar tentara dari faksi bersenjata yang berbeda, setelah pertempuran senjata pecah di seluruh Juba.
Seorang saksi mengatakan kepada kantor berita Reuters pada hari Ahad (10/7), tembakan terdengar di Gudele dan pinggiran kota Jebel, dekat barak militer yang setia kepada wakil presiden negara itu, Riek Machar.
“Ada sejumlah bom meledak keras, terdengar dari 10 km jauhnya,” ujar John Hendren dari Al Jazeera, melaporkan dari Juba.
“Pertempuran ini melibatkan tank, tembakan senjata kecil dan helikopter tempur, tampaknya konfrontasi cukup besar.”
“Tiga helikopter tempur baru datang sekarang dan mengebom pihak kita,” papar William Gatjiath Deng, jurubicara faksi militer Wakil Presiden Riek Machar, mengatakan kepada kantor berita Associated Press.
Pertempuran dimulai pada hari Jumat di luar kompleks presiden saat Presiden Salva Kiir bertemu dengan mantan pemimpin pemberontak Machar, dan segera menyebar ke seluruh kota.
Seorang koresponden Al Jazeera kemudian melihat mayat tentara di halaman di kompleks, tapi mereka dilarang mengambil gambarnya.
Deng mengatakan pada hari Sabtu, pertempuran itu terjadi di dekat kompleks presiden, yang dikenal sebagai State House, dan di barak tentara.
“Di pagi hari kami mengumpulkan dan menghitung 35 (mati) dari SPLM-IO (faksi Machar) dan 80 orang dari pasukan pemerintah,” paparnya seperti dikutip Reuters.
Hendren menyebutkan, “Dua hari yang lalu, istana presiden diserang. Ini merupakan serangan besar ke jantung pemerintah.â€
Sudan Selatan didirikan pada tanggal 9 Juli 2011, setelah merdeka dari Sudan melalui referendum dengan hampir 100 persen suara.
Desember 2013, di negara ini kemudian pecah konflik, setelah Presiden Kiir menuduh Machar, mantan wakilnya yang ia pecat awal tahun itu, merencanakan kudeta. Maka perang saudara pun tak terhindarkan.
Machar dan komandan tentara yang setia kepadanya melarikan diri ke pedesaan. Puluhan ribu orang tewas dalam konflik itu. Banyak warga sipil kelaparan.
Sebuah perjanjian damai yang ditandatangani pada bulan Agustus silam tercabik, dan pertempuran kembali pecah di banyak bagian negara itu. Meskipun kedua pemimpin itu kembali bersatu dalam pemerintahan dua bulan yang lalu. [Rusdiono Mukri]