Ujian dari Allah SWT akan datang kapan saja, di mana saja dan tentu atas kehendak-Nya. Barangsiapa yang sabar dan kuat menghadapi semuanya maka ialah yang lolos.
Kesabaran dan kekuatan yang dimaksud adalah sabar dan kuat berdiri di atas panji-panji Islam, tidak kepada selainnya. Baik saat diuji dengan kesenangan maupun kesusahan. Karena seorang mukmin selalu berpikir positif atas semua ketentuan-Nya.
Sebagaimana ketika ia dihadapkan pada ujian yang ‘senang’ maka ia berhati-hati, terus bertakwa, dan bersyukur. Sama halnya saat ujian yang ‘susah juga sedih’ menghampiri, optimisme, kesabaran, dan rasa syukur tetap menyelimuti jiwa mereka.
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan.” (QS al-Anbiya’: 35).
Beberapa ayat dalam al-Qur’an telah menjelaskan beragam solusi Islam saat umatnya sedang diuji bencana alam (khususnya). Di antaranya sebagaimana tersurat dalam kisah Nabi Nuh AS.
Di kala kaumnya tidak mau mengindahkan perintah Allah SWT untuk menyembah-Nya. Saat itu juga, kekufuran akan nikmat-Nya terlihat begitu nyata. Kejahatan dan kezaliman semakin mengakar kuat dalam keseharian mereka.
Sehingga Allah SWT pun mengingatkan mereka dengan firman-Nya. “Maka aku katakan kepada mereka: ‘Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, -sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun-, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.” (QS Nuh: 10-12).
Ayat di atas menunjukkan akan pentingnya memohon ampunan kepada Allah SWT. Seorang hamba yang beristighfar menunjukkan bahwa dirinya sangatlah lemah, tak berdaya, dan penuh dosa. Sehingga tidak patut bagi seorang manusia untuk menyombongkan dirinya karena kekuasaan sepenuhnya adalah hak Allah SWT.
Hal ini jugalah yang lantas ditiru oleh khalifah Umar bin Khattab saat kota Madinah mengalami kekeringan. Umar terus memperbanyak istighfar kepada Allah SWT. Beberapa sahabatnya pun bertanya kepada Umar, “Kenapa anda tadi tidak banyak berdoa mohon kepada Allah SWT agar turun hujan?”
Mendengar teguran tersebut Umar menjawab, “Saya meminta hujan dengan bintang-bintang langit yang dengannya hujan akan turun (maksudnya adalah istighfar) kemudian beliau membacakan Surat Nuh ayat 10-12.
“Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertaubat kepada-Nya. (Jika kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan…” (QS Hud: 3).
“Dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedang kamu berada di antara mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan mengazab mereka, sedang mereka meminta ampun. (QS. Al-Anfal: 33).
Ayat di atas menunjukkan bahwa tertolaknya bala’ karena dua sebab. Pertama, keberadaan Nabi Muahmmad SAW di sisi kita. Kedua adalah dengan istighfar.
Karena Rasulullah SAW sudah meninggal dunia, maka tidak ada cara lain kecuali dengan istihgfar. Maka lagi-lagi sangat dianjurkan bagi siapa saja yang sedang tertimpa bencana agar segera beristighfar supaya dihapus segala dosanya.
Ulasan di atas juga menunjukkan bahwa bukan berarti seorang Muslim yang telah beristighfar lantas hanya duduk manis menunggu perubahan alam. Akan tetapi, ia juga harus terus berusaha, merencanakan perubahan untuk memulai kehidupan yang lebih baik.[]