Oleh Hamid Fahmy Zarkasyi
Penulis adalah Wakil Rektor 1 UNIDA Gontor
Dengan menggunakan worldview sebagai tolok ukur identitas suatu peradaban sebenarnya telah dapat diketahui bahwa antara Islam dan Barat telah dan tengah terjadi perang pemikiran. Perbedaan antara worldview Islam dan Barat bukan masalah kecil yang dapat dinafikan. Keengganan untuk membedakan antara peradaban Islam dan Barat, karena khawatir dituduh anti-Barat, merupakan sikap yang cenderung menafikan identitas peradaban Islam sendiri atau bahkan kehilangan identitas (lost of identity).
Di dalam masyarakat Barat sendiri anggapan bahwa Islam dan umat Islam adalah agama dan komunitas asing yang perlu diwaspadai adalah biasa. Bahkan sikap anti-Islam atau phobia Islam, baik terang-terangan seperti pelarangan jilbab dinegara-negara Eropa ataupun tersembunyi yang tecermin dalam tulisan-tulisan jurnalis dan orientalis merupakan manifestasi dan peneguhan ekslusivitas peradaban Barat itu sendiri.
Hasil penelitian kumulatif terhadap lebih dari 70 negara yang dianggap mewakili 80 persen penduduk dunia yang dilakukan World Value Survey (WVS) pada tahun 1995-1996 dan 2000-2000, membuktikan bahwa Islam dan Barat memiliki perbedaan nilai yang tajam. Hasil penelitian juga membuktikan bahwa kultur adalah penyebab perbedaan.
Barat sendiri merupakan peradaban yang tumbuh dan berkembang dari kombinasi beberapa unsur yaitu filsafat, nilai-nilai kuno Yunani dan Romawi, agama Yahudi dan Kristen yang dimodifikasi oleh bangsa Eropa. Sedangkan Islam adalah peradaban yang lahir dan tumbuh berdasarkan pada wahyu, yang di dalamnya terdapat nilai-nilai dan konsep-konsep penting yang menjunjung tinggi ilmu pengetahuan, kehidupan yang aman, tenteram dan damai.
Identitas peradaban Barat dapat dilihat dari dua periode penting di dalamnya yaitu modernisme dan postmodernisme. Ringkasnya modernisme adalah paham yang muncul menjelang kebangkitan masyarakat Barat dari abad kegelapan kepada abad pencerahan, abad industri dan abad ilmu pengetahuan. Zaman itupun disebut dengan zaman modern. Ciri-ciri zaman modern adalah berkembangnya pandangan hidup saintifik yang diwarnai oleh paham sekularisme, rasionalisme, empirisisme, cara berpikir dikhotomis, desakralisasi, pragmatisme dan penafian kebenaran metafisis (baca: Agama).
Sedangkan postmodernisme adalah gerakan pemikiran yang lahir sebagai protes terhadap modernisme ataupun sebagai kelanjutannya. Sebab postmodernisme sedikit banyak masih berpijak pada modernisme, yang didominasi oleh paham atau pemikiran liberalisme, pluralisme, nihilisme, relativisme, persamaan (equality), dan umumny anti-worldview. John Lock, salah seorang filosof Barat modern menegaskan, liberalisme rasionalisme, kebebasan, dan persamaan (pluralisme) adalah inti modernisme. Itulah sekurang-kurangnya elemen penting peradaban Barat yang kini sedang menguasai dunia.
Bagi kalangan yang berpikir sekuler-liberal membedakan Islam dan Barat adalah sesuatu yang tidak perlu. Hal ini mungkin disebabkan oleh pemahaman Barat yang keliru, atau sikap apresiatif terhadap Barat yang berlebihan sehingga menjadi fanatik. Namun jika seseorang memahami Barat secara cermat dan ilmiah maka ia akan menemukan perbedaan Islam dan Barat secara tajam.
Sebaliknya, jika ada seseorang yang enggan membedakan antara peradaban Islam dan Barat, karena khawatir dituduh anti-Barat, maka ia telah menafikan identitas peradaban Islam sendiri atau bahkan kehilangan identitas (lost of identity).
Perbedaan Islam dan Barat dapat dibaca dari pernyataan Francis Fukuyama dalam bukunya The End of History and the Last Man. Di sini meski ia menyejajarkan Islam dengan ideologi Liberalisme dan Komunisme, tapi Islam menurutnya memiliki nilai moralitas dan doktrin-doktrin politik dan keadilan sosialnya sendiri.
Karena ajaran Islam bersifat universal, maka ia pernah menjadi tantangan bagi demokrasi liberal dan praktik-praktik liberal. Tapi kini kekuatan Islam di luar negara Islam tidak demikian, bahkan kondisi Islam kini menjadi terbalik. Dalam hal ini Fukuyama menegaskan:
Tidak diragukan lagi, dunia Islam dalam jangka panjang akan tampak lebih lemah menghadapi ide-ide liberal ketimbang sebaliknya, sebab selama seabad setengah yang lalu liberalisme telah memukau banyak pengikut Islam yang kuat. Salah satu sebab munculnya fundamentalisme adalah kuatnya ancaman nilai-nilai liberal dan Barat terhadap masyarakat Islam tradisional.
Fukuyama jelas-jelas meletakkan Islam, Liberalisme dan Komunisme sebagai ideologi-ideologi atau pemikiran yang mempunyai doktrin masing-masing dan yang saling menebarkan pengaruhnya. Di sini perbedaan antara Islam dan Barat (liberal ataupun komunis) adalah perbedaan ideologis.
Tapi, tesis Fukyama kemudian mendapat respon dari Huntington yang melihat perbedaan itu bukan dari segi ideologis, tapi kultur atau peradaban. Di sini Huntington menjelaskan apa yang ia sebut dengan paradigma peradaban, yaitu komponen atau asas peradaban yang membedakan antara satu peradaban dengan lainnya. Dalam artikel berjudul If Not Civilizations, What? Samuel Huntington Responds to His Critics, Huntington menyatakan bahwa asas peradaban adalah prinsip-prinsip keagamaan dan filsafat.
Oleh sebab itu faktor-faktor untuk mengidentifikasi orang, dan juga faktor yang menjadikan mereka siap perang dan mati adalah keimanan dan keluarga (faith dan family), darah dan kepercayaan (blood and belief). Itulah yang ia sebut dengan paradigma peradaban yang mengakibatkan clash dan merupakan feomena sentral dari politik global.
Selain itu ketika menggambarkan identitas peradaban Barat, khususnya Amerika Serikat, yang ia sebut dengan America’s core culture, ia menyebutkan elemen-elemen penting peradaban seperti: agama Kristen, nila-nilai dan moralitas Protestan, etika kerja, bahasa Inggris, tradisi hukum bangsa Inggris, keterbatasan kekuasaan pemerintahan, khazanah seni dan sastra, filsafat dan musik Eropa. Ini ditambah dengan kepercayaan bangsa Amerika tentang prinsip-prinsip kebebasan, persamaan, individualisme, perwakilan pemerintahan dan kekayaan pribadi.
Jadi, elemen-elemen utama peradaban Barat yang dapat ditangkap dari eksposisi Huntington tentang kultur Amerika adalah:
1) Prinsip-prinsip agama (faith),
2) Nilai-nilai moralitas dan etika kerja Protestan,
3) Filsafat
4) Politik
5) Kepercayaan (belief) terhadap prinsip-prinsip kebebasan, persamaan, individualisme, dan kapitalisme.
Lebih spesifik dan parsial lagi Ronald Inglehart and Pippa Norris menggambarkan perbedaan Islam dan Barat berkaitan dengan kesetaraan gender, dan kebebasan seks. Jadi yang terjadi antara Barat dan Islam, menurut mereka, adalah benturan peradaban seks (Sexual clash of Civilization).
Menaggapi tesis Huntington mereka berkomentar: Samuel Huntington hanya setengah benar. Garis kultural yang memisahkan Barat dan dunia Islam bukan tentang demokrasi tapi seks. Menurut hasil survey terbaru, Muslim dan Barat sama-sama menginginkan demokrasi, namun dunia mereka menjadi terpisah ketika mereka bersikap terhadap perceraian, aborsi, kesetaraan gender, dan hak-hak gay, sehingga hal ini tidak menjanjikan bagi masa depan demokrasi di Timur Tengah.
Di Barat generasi mudanya, dalam soal seks, menjadi semakin liberal, sementara di dunia Islam masih tetap menjadi masyarakat yang paling tradisional di dunia.
Pernyataan-pernyataan di atas hanyalah sedikit contoh dari gambaran tentang masyarakat Barat dan perbedaannya dengan Islam oleh orang Barat sendiri. Sudah tentu di belakangnya terdapat cara pandang tersendiri. Jika dicermati dengan baik pernyataan-pernyataan itu sudah merupakan bukti adanya perang pemikiran.
Bahkan eksposisi tentang tesis Huntington clash of civilization itu sebenarnya adalah deklarasi tentang perang pemikiran. Ia bukan hanya sekedar prediksi masa depan yang mengkhawatirkan, tapi merupakan gambaran masa kini dan masa lalu. Ia bukan asumsi-asumsi spekulatif tapi merupakan gambaran realitas yang bisa diterima, meskipun dengan beberapa catatan. Dan memang saat ini tengah terjadi benturan antara pandangan hidup Islam dan pandangan hidup Barat. Pernyataan Fukuyama, Huntington, maupun Ronald Inglehart and Pippa Norris dan banyak lagi yang lain umumnya membuka tabir identitas peradaban mereka sendiri. [Ed: Rus]