Paramaribo, Gontornews — Sebuah panel pengadilan memutuskan bahwa Presiden Suriname, Desi Bouterse, terlibat dalam pembunuhan terhadap 15 orang dalam kudeta militer yang melanda Suriname pada tahun 1982. Saat itu, Bouterse, menjabat sebagai Kepala Staf Mliter sekaligus mengemban jabatan sebagai pemimpin pemerintahan yang sah.
Sejumlah partai oposisi meminta Bouterse untuk mundur dari kursi Presiden sepulangnya dari kunjungan kenegaraan ke Cina. Bouterse dijadwalkan kembali ke Suriname pada Sabtu (30/11) atau Ahad (1/12). Menurut surat kabar lokal, De Ware Tijd, Bouterse terpaksa membatalkan rencananya untuk melakukan kunjungan kenegaraan ke Kuba.
Bouterse diketahui memimpin negara yang berada di Amerika Selatan tersebut pada awal tahun 1980-an sebagai kepala pemerintahan militer. Namun, pada 2010, ia terjun ke dunia politik dan memastikan diri sebagai pemenang pemilihan Presiden Suriname untuk lima tahun ke depan.
“Bouterse telah didiskualifikasi sebagai pemimpin Suriname dan ia harus segera mengundurkan diri sebagai Presiden,” kata anggota partai oposisi Surinama, Democratic Alternative ’91, Angelic del Castillo.
“Ini demi kepentingan martabat pemerintah dan bangsa kita,” tambah del Castillo sebagaimana dilansir Reuters.
Sejauh ini, Presiden Bouterse, melalui pengacaranya, enggan menanggapi putusan hukumnya.
Pada 1980, Bouterse, yang kala itu merupakan seorang perwira militer junior, dikabarkan terlibat dalam kudeta terhadap Perdana Menteri Suriname pertama, Henk Arron, serta mempromosikan dirinya sebagai kpala staf tentara, yang artinya, juga menjabat sebagai penguasa pemerintahan yang sah.
Selain menguhukum Bouterse, pengadilan juga menghukum enam perwira militer lain yang terlibat pembunuhan kala melancarkan kudeta militer 1982.
Sementara itu, partai pengusung Bouterse, Partai Nasional Demokrasi (Democratic Natinal Party/NDP), langsung melakukan pertemuan darurat untuk membahas pasca putusan hukum yang mendera Bouterse. [Mohamad Deny Irawan]