Aden, Gontornews — Kelompok bantuan internasional Doctors Without Borders (Medecins Sans Frontieres, atau MSF) mengatakan, jumlah kematian terkait virus di pusat medis Yaman selatan membuktikan “bencana yang lebih luas” di Yaman.
Perang saudara yang telah berlangsung lima tahun di negara itu telah menyebabkan krisis kemanusiaan terburuk di dunia.
Fasilitas kesehatan di Aden mengakui, antara 30 April sampai 17 Mei terdapat 173 pasien COVID-19. Setidaknya 68 di antaranya telah meninggal, kata kelompok itu dalam sebuah pernyataan sebagaimana dikutip Aljazeera.com.
Pemerintah Yaman yang diakui PBB telah mengonfirmasi 193 kasus, dengan 33 kematian.
“Apa yang kami lihat di pusat perawatan kami hanyalah puncak gunung es, dalam hal jumlah orang yang terinfeksi dan meninggal di kota,” kata Caroline Seguin, manajer operasi MSF untuk Yaman.
“Orang-orang datang terlambat kepada kita untuk diselamatkan, dan kita tahu bahwa lebih banyak lagi orang yang tidak datang sama sekali: mereka hanya sekarat di rumah.”
Penghitungan kasus oleh pemerintah tidak termasuk kasus yang terjadi di wilayah yang dikuasai pemberontak Houthi, yang diyakini menyembunyikan besarnya kasus wabah itu.
Sejauh ini, mereka telah melaporkan empat kasus, termasuk satu kematian seorang migran Somalia.
Pada hari Selasa, seorang staf Program Pangan Dunia yang berusia 35 tahun meninggal karena COVID-19, penyakit yang disebabkan oleh virus, di Provinsi Saada yang dikuasai Houthi, kata kelompok itu.
Houthi yang didukung Iran menguasai sebagian besar Yaman utara, termasuk ibukota Sana’a pada 2014, memaksa pemerintah untuk melarikan diri ke selatan.
Tahun berikutnya, sebuah koalisi pimpinan Saudi berperang melawan para pemberontak.
Peningkatan jumlah dugaan kasus coronavirus di Yaman membunyikan alarm di seluruh komunitas kesehatan global, yang khawatir virus itu akan menyebar dengan sangat cepat melalui beberapa populasi dunia yang paling rentan.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan model-modelnya menunjukkan bahwa, dalam beberapa skenario, setengah dari 30 juta penduduk Yaman dapat terinfeksi virus dan lebih dari 40.000 bisa tewas.
Fasilitas kesehatan Yaman sangat terpuruk dan 18 persen dari 333 distrik di negara itu tidak memiliki dokter. Sistem air dan sanitasi telah runtuh. Banyak keluarga yang tidak mampu makan satu kali sehari.
“Tingkat kematian yang tinggi yang kita lihat di antara pasien kami setara dengan unit perawatan intensif di Eropa, tetapi pasien yaang meninggal jauh lebih muda daripada di Prancis atau Italia: sebagian besar pria berusia antara 40 sampai 60 tahun,” kata Seguin.
Perang di Yaman telah menewaskan lebih dari 100.000 orang dan menyebabkan jutaan orang menderita kekurangan makanan dan medis. []