Jakarta, Gontornews – Otoritas penerbangan Amerika Serikat (FAA) telah memberikan status atau rating Kategori 1 untuk penerbangan Indonesia. Rating ini patut disyukuri karena merupakan hasil kerja keras selama lebih dari sembilan tahun. “Ini harus disyukuri sebagai prestasi yang baik dari teman-teman perhubungan khususnya Direktorat Jenderal Perhubungan Udara,” kata Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi.
Sementara itu, Dirjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Suprasetyo mengatakan, keberhasilan meraih Kategori 1 ini merupakan hasil kerja keras semua pihak. Tidak hanya Kementerian Perhubungan. “Ini menjadi hadiah ulang tahun Indonesia yang ke-71,” kata Suprasetyo di Jakarta, Senin(158).
Ia menyambut gembira raihan ini. Sebab, dengan mengantongi rating Kategori 1, seluruh maskapai penerbangan di Indonesia dapat terbang ke AS. Karena itulah Suprasetyo meminta semua maskapai mempersiapkan diri untuk mengajukan izin kepada otoritas penerbangan sipil AS demi dapat melayani penerbangan dari Indonesia ke AS dan sebaliknya.
Tak hanya bisa melayani penerbangan ke AS, dengan rating ini, maskapai penerbangan Indonesia dapat melayani penerbangan ke negara-negara lain yang selama ini menggunakan standar FAA.
Seperti diketahui, sejak tahun 2007, Indonesia hanya masuk Kategori 2 FAA yang mengakibatkan maskapai Indonesia tidak bisa melayani penerbangan ke AS dan negara-nagara lain yang menggunakan standar FAA.
Utusan khusus Indonesia untuk ICAO (International Civil Aviation Organization), Prof Dr Indroyono Soesilo menyebutkan, dalam hal keamanan penerbangan, skor ICAO Indonesia sebelum memperoleh Kategori 1 sudah mencapai 94,5. Sedangkan skor keselamatan masih 51. “Skor keamanan kita sudah bagus. Kita tinggal tingkatkan skor keselamatan,” ujarnya kepada Gontornews.com, Rabu (17/8).
Indroyono menambahkan, sebenarnya Indonesia sudah siap untuk diaudit demi mencapai skor minimal 60. Tapi, “Auditor ICAO-nya yang tidak siap,” paparnya.
Namun, lanjut Indroyono, kalau FAA sudah memberikan rating Kategori 1, tentunya skor keselamatan penerbangan Indonesia tidak mungkin di bawah 60. “Insya Allah kita menang,” kata Indroyono yang akan maju dalam pemilihan anggota Dewan ICAO September mendatang di Montreal, Kanada.
Seperti diketahui Sidang Umum ICAO ke-39 akan digelar pada 27 September – 7 Oktober 2016 di Montreal. Indonesia yang akan diwakili oleh Indroyono Soesilo, mantan Menko Maritim dan Sumberdaya, akan ikut ambil bagian dalam pemilihan anggota Dewan ICAO demi mengembalikan reputasi penerbangan Indonesia dan menjaga kepentingan Indonesia. “Dengan menjadi anggota Dewan ICAO, Indonesia bisa mewarnai kebijakan penerbangan internasional dan mengambil manfaat dari kedudukan itu,” papar Idroyono kepada Gontornews.com.
Selama ini, seperti ditulis Majalah Sains Indonesia edisi Desember 2015, peran Indonesia dalam penerbangan internasonal belum signifikan. Padahal volume atau frekuensi penerbangan Indonesia sangat besar dan sangat berpengaruh dalam penerbangan sipil tingkat dunia. Lihat saja angka-angka atau fakta-fakta berikut ini:
Pertama, penerbangan sipil Indonesia menguasai 277 jalur penerbangan dalam negeri. Menghubungkan 116 kota di seluruh Indonesia. Menguasai 129 jalur penerbangan internasional yang menghubungkan 51 kota di 27 negara.
Kedua, jalur-jalur penerbangan di atas dilayani oleh 237 bandara yang tersebar di Indonesia. Sebanyak 27 di antaranya berstatus bandara internasional.
Ketiga, jumlah penumpang di Bandara Soekarno-Hatta menduduki peringkat ke-12 dunia (57 juta penumpang per tahun). Di Asia, hanya ada dua bandara yang mengungguli Bandara Soekarno-Hatta, yaitu Bandara Beijing (peringkat kedua, 86 juta) dan Bandara Hongkong (peringkat ke-10, 63 juta).
Keempat, dalam hal jumlah penumpang pesawat udara, Indonesia ada di peringkat delapan dunia dengan jumlah penumpang 94 juta orang per tahun. Peringkat satu diduduki AS dengan 762 juta penumpang per tahun.
Kelima, jumlah pesawat dengan registrasi Indonesia (PK) berjumlah 1.142 dan diproyeksikan menjadi 1.560 pesawat pada tahun 2019. Hal ini tentu saja rezeki bagi pabrikan-pabrikan pesawat kelas dunia seperti Boeing dan Airbus yang kebanjiran order dari maskapai-maskapai penerbangan Indonesia.
Melihat data-data di atas sangat layak jika Indonesia kembali menjadi anggota Dewan ICAO sebagaimana pernah dialaminya pada periode 1962 sampai 2001.
Karena itulah status Kategori 1 berdasarkan pada penilaian FAA bulan Maret 2016 sebagaimana disebutkan dalam rilis FAA, Senin (15/8), bisa menjadi ‘senjata’ Indonesia untuk memenangkan pemilihan anggota Dewan ICAO yang akan dilaksanakan bulan depan di Kanada. Sebab, Kategori 1 berarti penerbangan sipil di Indonesia sudah sesuai dengan standar ICAO. Tentu saja hal ini makin menambah kepercayaan dunia penerbangan internasional terhadap Indonesia. Dan itu bisa dimanfaatkan untuk mengumpulkan suara pada pemilihan nanti.
Sebuah sumber Gontornews.com menyebutkan, dalam hitungan kasar, Indonesia akan mampu mengumpulkan minimal 114 suara atau bahkan 125 agar dengan aman melenggang menjadi anggota Dewan ICAO. “Saat ini sudah ada 85 negara yang fixed mendukung Indonesia, dan 49 negara lainnya masih mempertimbangkan,” paparnya.
Indroyono sendiri dalam perbincangan dengan Gontornews.com beberapa waktu lalu menyebutkan, untuk bisa masuk menjadi anggota Dewan ICAO, Indonesia membutuhkan sedikitnya 125 suara. “Saat ini kami sudah memperoleh dukungan 97 negara, jadi kurang 30 suara lagi,” jelasnya.
Indonesia akan bersaing dengan Malaysia untuk memperebutkan kursi di Dewan ICAO. Pemilihan anggota Dewan ICAO ini akan berlangsung saat Sidang Umum ICAO itu.
Indroyono optimis Indonesia bisa mengalahkan Malaysia. Pada pemilihan tiga tahun silam, Indonesia dikalahkan oleh Malaysia. Saat itu Indonesia hanya memperoleh 97 suara. Untuk bisa menjadi anggota Dewan ICAO, Indonesia minimal harus mengumpulkan 125 suara. “Sebanyak 97 suara yang diperoleh pada tahun 2013 harus kita pertahankan, dan kita masih butuh dukungan 30 suara,” lanjut Indroyono.
Melihat track record penerbangan Malaysia yang relatif buruk dalam tiga tahun terakhir ini, seperti hilangnya pesawat MH370 atau jatuhnya pesawat MH17, agaknya peluang Indonesia untuk menyingkirkan Malaysia terbuka lebar.
Namun demikian, yang lebih penting adalah mempertahankan rating Kategori 1 yang sudah berhasil diraih dengan susah payah. Bagaimana agar semua pihak mempunyai komitmen untuk mempertahankan raihan ini, bahkan meningkatkan skor keamanan dan keselamatan penerbangan Indonesia.
Tak berlebihan kiranya jika Suprasetyo mengingatkan agar semua pihak berkomitmen untuk menjaga konsistensi dan tidak lengah agar peringkat Indonesia tidak turun lagi seperti yang pernah dialami tahun 2007 silam.
Untuk itulah diperlukan dukungan semua pihak, baik regulator, operator, pihak-pihak terkait lain seperti pengelola bandara, maupun segenap masyarakat Indonesia. Inilah tugas berat kita: Menjaga momentum untuk mempertahankan standar internasional penerbangan yang telah kita raih demi meraih kursi anggota Dewan ICAO. [Rusdiono Mukri]