Jakarta, Gontornews — Selasa (28/6/2022), Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin yang juga Ketua Dewan Pertimbangan MUI hadir dalam rapat pimpinan MUI. Dalam kesempatan tersebut muncul pertanyaan wartawan tentang wacana legalisasi ganja medis. Menjawab pertanyaan itu Wapres berharap Komisi Fatwa MUI dapat membahas fatwa seputar ganja untuk kepentingan medis.
Terhadap hal tersebut, MUI, sebagaimana disampaikan oleh Asrorun Niam Sholeh, ketua MUI Bidang Fatwa, menyampaikan hal-hal sebagai berikut:
1. MUI mengapresiasi harapan tersebut dan akan ditindaklanjuti dengan pengkajian komperehensif dalam perspektf keagamaan. Intinya, MUI akan berkontribusi dalam memberikan solusi keagamaan atas dasar pertimbangan kemaslahatan umum secara holistik.
Apakah bentuknya dengan sosialisasi fatwa yang sudah ada, penguatan regulasi, rekomendasi untuk peyusunan regulasi, atau dalam bentuk fatwa baru. Semuanya akan dilihat secara utuh. Terlebih UU 35/2009 tentang Narkotika mengatur bahwa ganja termasuk jenis narkotika Golongan I yang tidak bisa digunakan untuk kepentingan kesehatan.
2. Fatwa itu merupakan jawaban keagamaan atas masalah yang muncul di tengah masyarakat. Hingga hari ini, MUI belum menerima petanyaan dan permohonan fatwa secara resmi dari para pihak terkait dengan masalah penggunaan ganja untuk kepentingan medis. Harapan Wapres tersebut bisa menjadi salah satu permintaan untuk merespons dinamika yang terjadi di masyarakat, yang dalam bahasa fikih sebagai istifta.
3. Perlu disampaikan, dalam Islam, setiap yang memabukkan hukumnya haram, baik sedikit maupun banyak. Dan ganja termasuk barang yang memabukkan. Karenanya mengonsumsi ganja hukumnya haram karena memabukkan dan membahayakan kesehatan.
4. Akan tetapi, jika ada kebutuhan yang dibenarkan secara syar’i, bisa saja penggunaan ganja dibolehkan, dengan syarat dan kondisi tertentu. Karenanya, perlu ada kajian mendalam mengenai ihwal manfaat ganja tersebut. MUI akan mengkaji substansi masalah terkait dengan permasalahan ganja ini; dari sisi kesehatan, sosial, ekonomi, regulasi, serta dampak yang ditimbulkan.
5. Sebelumnya, MUI sudah pernah menetapkan Keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia IV Tahun 2012 tentang Nikotin sebagai bahan aktif produk konsumtif untuk kepentingan pengobatan. Keputusannya sebagai berikut:
a. Pada dasarnya, hukum mengonsumsi nikotin haram, karena membahayakan kesehatan.
b. Penggunaan nikotin sebagai bahan obat dan terapi penyembuhan berbagai
penyakit, termasuk parkinson dan kecanduan rokok, dibolehkan sepanjang
belum ditemukan terapi farmakologis yang lain, bersifat sementara, dan terbukti mendatangkan maslahat.
c. Penggunaan nikotin sebagai sebagai bahan obat yang dibuat dalam bentuk
permen, seperti yang biasa dikonsumsi masyarakat dan sangat dimungkinkan
terjangkau oleh anak-anak hukumnya haram, untuk mencegah terjadinya
penyalahgunaan.
d. Mengonsumsi sesuatu berbahan aktif nikotin di luar kepentingan pengobatan
hukumnya haram.
6. Untuk itu, MUI akan melakukan pengkajian, apakah diskusi soal ganja untuk medis ini bisa dianalogkan dengan fatwa tentang nikotin ini atau berbeda. []