London, Gontornews — Sebuah lembaga riset berbasis di London menyebut kebijakan penguncian (lockdown) tahap ketiga yang Inggris lakukan berhasil mengurangi kasus infeksi Covid-19. Namun, penelitian bernama REACT-1 yang dipimpin oleh para peneliti Imperial College London itu tetap menyebut prevalensi kasus masih tinggi.
Tingginya prevalensi kasus infeksi Covid-19 tidak lepas dari rencana Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson, dalam menghidupkan sektor ekonomi secara bertahap. Rencananya, PM Boris akan membeberkan peta sektor ekonomi pasca penguncian pada Senin mendatang.
Penelitian REACT-1 menemukan bahwa prevalensi nasional pada 4-13 Februari 2021 lebih rendah dua pertiga ketimbang survei serupa pada 6-22 Januari 2021.
“Ini benar-benar berita yang menggembirakan. Kami pikir penguncian itu berpengaruh. Kami telah melihat penurunan kasus yang cukup cepat antara Januari dan bulan ini,” kata Direktur Program Imperial College London, Paul Elliot.
“Tapi prevelansi sebenarnya masih sangat tinggi. Kami baru kembali pada bulan September,” imbuhnya kepada Reuters.
Angka prevalensi terakhir menunjukkan 51 kasus infeksi dari 10.000 yang menjalani tes atau turun dari 157 per 10.000 orang pada survei Januari. Artinya, penurunan prevalensi turun hampir setengah dalam rentang waktu 15 hari masa penguncian.
Prevalensi turun pada semua kelompok usia dari 0,93 persen menjadi 0,30 persen bagi kelompok usia 65 tahun ke atas. Meski demikian, para peneliti mengaku belum memiliki bukti bahwa penurunan angka prevalensi ini terkait dengan peluncuran dini vaksinasi bagi kelompok lanjut usia.
Menteri Kesehatan Inggris, Matt Hancock mengatakan bahwa survei tersebut menggembirakan karena menandakan bahwa kebijakan penguncian berhasil.
“Meskipunt ren yang kami amati merupakan kabar baik, kami perlu bekerja keras untuk menekan infeksi dan tetap berpegang pada tindakan,” tutup Hancock. [Mohamad Deny Irawan]