Baghdad, Gontornews — Serangan roket menghantam sebuah pangkalan Irak di provinsi terpencil Kirkuk tempat pasukan AS ditempatkan, kata sumber-sumber keamanan.
Tidak ada laporan langsung tentang korban, kantor berita AFP mengutip sumber-sumber keamanan Irak dan AS melaporkan pada hari Kamis (13/2).
Tiga sumber keamanan Irak yang terpisah mengatakan kepada AFP bahwa roket Katyusha menghantam pangkalan K1 sekitar pukul 8:45 malam waktu setempat (1745 GMT) dan pesawat militer AS segera mulai terbang rendah di daerah itu.
Itu adalah serangan pertama di pangkalan K1 sejak 27 Desember, ketika lontaran sekitar 30 roket menewaskan seorang kontraktor AS di sana, yang Washington menuduh Kataib Hezbollah, sebuah faksi militer Irak yang dekat dengan Iran.
AS kemudian melakukan serangan balasan yang menewaskan 25 pejuang Kataib Hezbollah.
Beberapa hari kemudian, serangan lain menewaskan kepala Pasukan Quds (IRGC) Pasukan Elit Revolusi Islam Iran, Jenderal Qassem Soleimani, dan salah seorang pendiri Kataib Hezbollah, Abu Mahdi al-Muhandis.
Simona Foltyn dari Aljazeera yang melaporkan dari Baghdad mengatakan, serangan itu terjadi 40 hari berkabungnya Iran atas kematian Soleimani.
“Ada kemungkinan bahwa ini ada hubungannya dengan berakhirnya masa berkabung 40 hari untuk Qassem Soleimani hari ini,” katanya, seraya menambahkan bahwa serangan itu dapat menyalakan kembali ketegangan di wilayah tersebut.
Serangan itu membuat marah para legislator Syiah Irak yang memilih untuk mengusir lebih dari 5.000 tentara AS yang dikerahkan di negara itu dalam sesi Parlemen 3 Januari.
Iran membalas pembunuhan Soleimani dengan rentetan rudal yang menargetkan dua pangkalan udara yang menampung pasukan AS di Irbil dan Ain al-Asad. Pasukan mengeluarkan peringatan sebelumnya dan tidak ada tentara AS yang terbunuh, tetapi lebih dari 100 tentara sejak itu telah didiagnosis mengalami cedera otak traumatis.
Iran dan AS sejak itu menahan diri dari eskalasi lebih lanjut, tetapi masalah pasukan AS telah memonopoli politik Irak.
“Ada kekhawatiran serangan roket seperti itu akan memicu respons yang akan mengarah sekali lagi ke eskalasi krisis yang baru saja mereda,” kata Foltyn. []