Depok, Gontornews — Berbicara tentang penyimpangan seksual yang dilakukan oleh kaum homoseksual yang kini santer disebut LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender) memang akan terus membawa api kemarahan masyarakat ‘normal’.
Kepada Gontornews.com, Pendiri Yayasan Peduli Sahabat, Sinyo Egie menuturkan, “Awalnya di dunia ini hanya ada identitas heteroseksual yakni ketertarikan antara laki-laki dengan perempuan.” Kemudian, sejak tahun enam puluhan ada gerakan ‘Barat’ seperti liberalisme dan sekulerisme yang menyerukan pernikahan sesama jenis.
“Liberalisme dan sekulerisme sering memberi peluang masuknya LGBT karena memberi makna kebebasan,” ungkap Sarjana lulusan Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) itu. Mereka membebaskan maksiat, sambungnya, tapi tidak membebaskan syariat Islam. “Boleh bebas tapi jangan Islam,” begitulah gaung seruan mereka, sebagaimana dijelaskan pria yang biasa disapa Kak Sinyo tersebut.
Selain itu, kehadiran feminisme juga turut berkontribusi melahirkan generasi LGBT hingga saat ini. Kaum feminislah yang sejak awal mengusung kesetaraan gender sampai kemudian menggiring banyak pola pikir yang salah untuk mengakui kesamaan antara dua jenis manusia (lelaki dan wanita) tersebut.
Padahal jelas dalam Islam disebutkan bahwa anak laki-laki tidak sama dengan perempuan. “Sebagaimana cara keduanya berbicara, berjalan, mengekspresikan perasaan, berpakaian, permainan, dan pola pikirnya pun berbeda,” tambah pria bernama lengkap Agung Sugiarto ini dalam sebuah Seminar Parenting bertema LGBT tersebut.
Dalam al-Qur’an Surat Ali Imran ayat 36 disebutkan, “Maka ketika melahirkannya, dia berkata, ‘Ya Tuhanku, aku telah melahirkan anak perempuan.’ Padahal Allah lebih tahu apa yang dia lahirkan dan laki-laki tidak sama dengan perempuan…” Dengan begitu jelas, antara lelaki dan perempuan semua memiliki perbedaan dan peranannya masing-masing sesuai dengan fitrah kelaki-lakiannya dan fitrah keperempuanannya. Sedangkan perilaku LGBT telah benar-benar menyalahi fitrah manusia. [Edithya Miranti]