Khartoum, Gontornews — Seorang perwira polisi senior dan seorang pengunjuk rasa tewas pada hari Kamis (13/1/2022) saat berlangsung protes massal terhadap pemerintahan militer di Sudan.
Perwira itu sedang bertugas mengamankan protes di Khartoum ketika dia terbunuh, kata polisi dalam sebuah pernyataan di Facebook sebagaimana dirilis dw.com.
Dia adalah pejabat keamanan pertama yang meninggal dalam beberapa pekan kerusuhan yang sering disertai kekerasan. Media lokal melaporkan dia ditikam hingga tewas.
Petugas medis yang bersekutu dengan gerakan protes mengatakan pasukan keamanan membunuh seorang pengunjuk rasa ketika mereka menembakkan peluru tajam dan gas air mata. Pihak berwenang telah berulang kali membantah menggunakan peluru tajam dalam menghadapi pengunjuk rasa.
Sudan berada dalam kondisi kekacauan sejak 25 Oktober 2021, ketika militer membubarkan pemerintahan transisi Perdana Menteri Abdalla Hamdok dan mengumumkan keadaan darurat.
Langkah ini menggagalkan transisi Sudan ke pemerintahan demokratis setelah tiga dekade penindasan dan isolasi internasional di bawah pemimpin otokratis Omar al-Bashir.
Aktivis pro-demokrasi telah mengorganisir demonstrasi rutin menentang pengambilalihan militer. Setidaknya 64 pengunjuk rasa telah tewas dan ratusan lainnya terluka dalam kekerasan tersebut.
Sebelum pengambilalihan kekuasaan oleh militer, dewan berdaulat gabungan pejabat militer dan sipil memerintah Sudan. Mereka seharusnya mengawasi masa transisi hingga pemilu tahun 2023.
Pada hari Senin, PBB memulai konsultasi yang mereka harapkan akan mengarah pada negosiasi langsung untuk menyelesaikan krisis.
Demonstran bersikeras bahwa pemerintah sipil sepenuhnya memimpin transisi, permintaan yang ditolak oleh para jenderal yang mengatakan kekuasaan hanya akan diserahkan kepada pemerintah terpilih.[]