Taufiq Ismail Diusir Dari Simposium Tragedi PKI
Jakarta, Gontornews–Budayawan sekaligus penyair senior Indonesia Taufiq Ismail mendapat cemohan dari sejumlah peserta Simposium Nasional Membedah Tragedi 1965 yang digelar di Hotel Aryaduta Jakarta Pusat, Selasa (19/4). Saat itu, pria yang bergelar Datuk Panji Alam Khalifatullah ini diminta membacakan sebuah puisi disela-sela acara.
Namun, ketika puisi dibacakan, Ilham Aidit, anak dari Dipa Nusantara (DN) Aidit merespon negatif bacaan puisi itu dan berteriak kepada Taufiq. Provokator!! Peserta lain pun mengikuti sikap Ilham.
Simposium yang digagas Forum Silaturahmi Anak Bangsa ini awalnya dimaksudkan untuk menyelesaikan konflik dan trauma serta mendudukkan Peristiwa 1965 yang sebenarnya dalam perspektif sejarah. Pada forum itu pemerintah memfasilitasi diskusi terbuka dan menghadirkan sejumlah korban, saksi, pakar sejarah, pegiat HAM dan pejabat pemerintah.
Acara yang berlangsung tanggal 18 – 19 April 2016 ini sempat dijaga ketat oleh apaarat keamanan karena mendapat penolakan dari Front Pancasila yang melakukan aksi demo disekitar tugu tani dan di depan hotel.
Sementara, Taufik Ismail sendiri merupakan salah satu tokoh pendiri Manifes Kebudayaan yang sempat terlibat perseteruan budaya dengan seniman dari Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) yang merupakan underbouw Partai Komunis Indonesia yang didirikan oleh DN Aidit bersama kawan-kawannya. Peristiwa itu tertuang dalam karyanya berjudul Prahara Budaya: Kilas-balik Ofensif Lekra/PKI dkk, kumpulan dokumen pergolakan sejarah (dalam Bahasa Indonesia).
Berikut ini puisi yang dibacakan Taufiq Ismail yang menjadi perbincangan hangat diberbagai media social.
Dua orang cucuku, bertanya tentang angka-angka
Datuk-datuk, aku mau bertanya tentang angka-angka
Kata Aidan, cucuku laki-laki
Aku juga, aku juga, kata Rania cucuku yang perempuan
Aku juga mau bertanya tentang angka-angka
Rupanya mereka pernah membaca bukuku tentang angka-angka dan ini agak mengherankan
Karena mestinya mereka bertanya tentang puisi
Tetapi baiklah,
Rupanya mereka di sekolahnya di SMA ada tugas menulis makalah
Mengenai puisi, dia sudah banyak bertanya ini itu, sering berdiskusi
Sekarang Aidan dan Rania datang dengan ide mereka menulis makalah tentang angka-angka
Begini datuk,
Katanya ada partai di dunia itu membantai 120 juta orang, selama 74 tahun di 75 negara
Kemudian kata Aida dan Rania, ya..ya..120 juta orang yang dibantai
Setiap hari mereka membantai 4500 orang selama 74 tahun di 75 negara
Kemudian cucuku bertanya
Datuk-datuk, kok ada orang begitu ganas..?
Kemudian dia bertanya lagi
kenapa itu datuk? Mengapa begitu banyak?
Mereka melakukan kerja paksa, merebut kekuasaan di suatu negara
Kerja paksa
Kemudian orang-orang di bangsanya sendiri berjatuhan mati
Kerja paksa
Kemudian yang ke dua
Sesudah kerja paksa,
Program ekonomi diseluruh negara komunis tidak ada satupun yang berhasil
Mati kelaparan, bergelimpangan di jalan-jalan
Kemudian yang ketiga,
Sebab jatuhnya Puisi ini
Sebabnya adalah mereka membantai bangsanya sendiri,
Mereka membantai bangsanya sendiri
Di Indonesia
Pertamakali di bawa oleh Musso, di bawa Musso.
Di Madiun mereka mendengarkan pembantaian
[Ahmad Muhajir