Di tengah ikhtiar membangun peradaban Islam yang berkemajuan dan berkelanjutan, Pesantren hadir sebagai pilar utama pembentukan generasi Muslim yang berilmu, berakhlak, dan bertanggung jawab. Salah satu model pendidikan pesantren yang telah teruji melintasi zaman yaitu Pondok Modern Darussalam Gontor, di bawah kepemimpinan Trimurti pertama dan kedua. Saat ini KH Hasan Abdullah Sahal, Prof Dr KH Amal Fathullah Zarkasyi, KH Akrim Mariyat dan para masyayikh lainnya.
Dalam sebuah kesempatan silaturahim yang penuh makna di tahun 2022, saya berkesempatan berdialog langsung dengan KH Hasan Abdullah Sahal. Pertemuan ini terjadi menjelang pelaksanaan seminar nasional yang diikuti oleh lebih dari 300 kiai se-Indonesia dalam rangkaian kegiatan Forum Pesantren Alumni Gontor (FPAG). Ketika itu saya diminta menjadi moderator di perhelatan akbar yang berlangsung selama 6 jam (dari pukul 08.00 s.d. pukul 13.00).
Dalam percakapan yang mengalir dengan penuh hikmah, Kiai Hasan menyampaikan tiga pilar pendidikan Gontor yang menjadi poros utama dalam membentuk pribadi santri yang paripurna: guru (teacher), pemimpin (leader), dan manajer (manager). Ketiga pilar ini, menurut beliau, merupakan bekal utama untuk mencetak mundzirul qoum, pemuka umat, yang berdiri untuk izzatul Islam wal Muslimin, dan menegakkan syariat Allah di tengah masyarakat.
Menjadi Guru: Warisan Ilmu dan Akhlak
Pilar pertama yaitu mencetak santri menjadi guru. Gontor secara sistemik membina para santri melalui Kulliyatul Mu’allimin Al-Islamiyah (KMI), sebuah lembaga pendidikan yang tidak hanya mengajarkan ilmu agama dan umum, tetapi juga melatih kemampuan mengajar, berbicara, dan berdakwah. Sejak dini, santri diarahkan untuk menjadi pendidik sejati yang memiliki wawasan luas, kedalaman spiritual, dan kepekaan sosial. Guru dalam tradisi Gontor bukan sekadar penyampai materi, tetapi juga pewaris nilai dan pembimbing umat. Kalau hanya memandaikan santri, Ustadz Gontor akan tetap kalah dengan GBT, AI, Google, dll. Tetapi di medsos tersebut tidak akan ditemukan keteladanan dan penanaman akhlakul karimah.
Menjadi Pemimpin: Kepemimpinan Berbasis Keteladanan
Kepemimpinan merupakan sunnah Rasulullah SAW yang harus ditanamkan sejak dini. Di Gontor, setiap santri dididik untuk menjadi pemimpin —mulai dari kelas, kamar, hingga dalam organisasi pelajar pondok seperti OPPM dan Koordinator Gerakan Pramuka. Semua struktur ini menjadi laboratorium kepemimpinan yang melatih kemandirian, ketegasan, dan kesantunan dalam bertindak. Kepemimpinan yang dibangun di Gontor bukan hanya berbasis otoritas, tapi lebih pada keteladanan, tanggung jawab, dan Amanah —nilai-nilai yang bersumber dari Al-Qur’an dan sunnah Nabi SAW.
Menjadi Manajer: Mengelola Amanah Umat
Pilar ketiga yaitu mencetak santri sebagai manajer —yakni individu yang memiliki keterampilan mengelola waktu, kegiatan, dan amanah. Setiap santri diberi kesempatan menjadi pengurus, entah dalam skala kecil maupun besar. Mereka belajar menyusun program, mengatur agenda, memimpin rapat, dan menegakkan disiplin. Semua ini menjadi bekal ketika mereka kembali ke masyarakat sebagai tokoh —sebagai manajer umat yang akan membangun lembaga, menggerakkan dakwah, dan menata kehidupan sosial sesuai nilai-nilai Islam.
Pilar untuk Peradaban
Tiga pilar pendidikan ini menunjukkan bahwa Gontor tidak hanya mencetak alumni yang hafal kitab, fasih berbahasa, atau lulus ujian akademik. Lebih dari itu, Gontor mencetak kader peradaban —mereka yang siap memimpin umat, mengajarkan ilmu, dan mengelola kehidupan dengan nilai-nilai Islam yang kaffah. Sebuah sistem pendidikan yang tidak hanya berpijak pada masa kini, tetapi melangkah jauh ke depan, menuju kejayaan Islam yang rahmatan lil ‘alamin.
KH Hasan Abdullah Sahal menutup pesannya dengan ungkapan yang menjadi doa sekaligus visi: “Untuk kejayaan Islam dan kaum Muslimin, serta demi tegaknya syariat Allah di bumi ini.” Maka pendidikan sejati adalah Pendidikan yang mampu menghubungkan ilmu, amal, dan dakwah dalam satu tarikan napas perjuangan. []