Jakarta, Gontornews — Pimpinan Pondok Pesantren Darunnajah, KH Hadianto Arif, menggarisbawahi pentingnya teladan kemandirian di sebuah lembaga pendidikan pesantren. Menurutnya, kemandirian sangat identik dengan tradisi pesantren.
“Dalam segala bidang, termasuk di Darunnajah, kita mengikuti apa yang sudah ditanamkan dan diajarkan oleh para kiai kita,” kata Kiai Hadianto menjelaskan budaya dan tradisi kemandirian dalam dunia pesantren di Indonesia.
“(Kemandirian) itu penting karena merupakan landasan jiwa, salah satu jiwa dalam bangunan Panca Jiwa, bahkan menjadi fondasi bagi kekuatan pesantren yang bisa independen hingga saat ini,” sambungnya kepada Gontornews.com.
Alumnus Pondok Modern Darussalam Gontor itu juga berujar bahwa budaya kemandirian yang hadir di dunia pesantren berangkat dari apa yang diberikan Allah SWT kepada Rasulullah SAW. Ia mencontohkan pendidikan kemandirian paling mendasar dalam pesantren yaitu saat seorang santri memutuskan harus bermukim dan tinggal di asrama jauh dari orangtuanya.
“(Dengan kewajiban berasrama) mereka jadi tidak bisa pulang-pergi. Jika tidak berasrama, tujuan pendidikannya tidak akan bisa tercapai,” imbuhnya.
Kiai Hadianto menambahkan bahwa pendidikan kemandirian perlu dijalankan secara bertahap. Pada tahap awal, seorang santri harus mampu mengurus dirinya sendiri. Selanjutnya, santri belajar untuk mengelola aspek finansialnya secara mandiri. “Ini semua berjenjang dan, yang menarik dari pondok pesantren kita, juga diajarkan keteladanan sampai pada level organisasinya,” tambahnya.
Perihal kemandirian organisasi, Kiai Hadianto menitikberatkan pentingnya keteladanan seorang kiai atau pimpinan pondok pesantren. Seorang kiai, lanjut cucu pendiri Pesantren Darunnajah KH Abdul Manaf Mukhayyar itu, harus memiliki usaha pribadi sehingga tidak menggantungkan hidupnya dengan lembaga yang ia pimpin.
“Sehingga kami bisa mengatakan kepada wali dan para santri bahwa kami, para pimpinan mandiri. Kami saja berdikari dan tidak hidup dari, misalnya, bayaran anak-anak santri. Kami punya pemasukan pribadi, kami punya penghasilan pribadi,” ungkapnya.
Kiai Hadianto menegaskan kembali pentingnya sebuah organisasi untuk bisa mandiri. Tidak boleh bergantung sepenuhnya kepada bantuan pemerintah. Karenanya, ia mendorong terbentuknya sebuah lembaga wakaf.
“Kita terus berpikir ke arah kemandirian. Bak ayam kampung, kita harus terus menghasilkan. Kita harus produktif. Kita harus bisa menyokong pendanaan kita secara mandiri,” tutupnya sembari berbicara tentang pembangunan unit-unit usaha wakaf yang keuntungannya kembali ke lembaga itu sendiri. [Mohamad Deny Irawan]