Jenewa, Gontornews — Badan pengungsian PBB, UNHCR, Selasa (17/1/2023), mengatakan ada peningkatan pada jumlah pengungsi Rohingya yang melarikan diri melalui jalur laut, baik dari Myanmar maupun Bangladesh tahun lalu. UNHCR mencatat, pada tahun 2022, lebih dari 3.500 orang Rohingya yang mencoba melarikan diri melalui jalur laut berbanding periode tahun 2021 dengan melibatkan 700 orang yang melakukan hal serupa.
“UNHCR telah mencatat peningkatan jumlah kematian yang mengkhawatirkan. Setidaknya, 348 orang meninggal atau hilang di laut pada 2022 sekaligus menjadikannya sebagai salah satu tahun paling mematikan sejak 2014,” kata juru bicara UNHCR, Shabia Mantoo, sebagaimana dilansir Al Jazeera.
Mantoo mencatat ada 3.040 pengungsi Rohingya yang berusaha melarikan diri melalui laut tahun lalu. Sebagian besar mereka tiba di Myanmar, Malaysia, Indonesia dan Bangladesh dengan sebagian pengungsi merupakan perempuan dan anak-anak.
“Sebagian besar kapal berangkat dari Myanmar dan Bangladesh, menyoroti peningkatan rasa putus asa di antara entis Rohingya di kedua negara tersebut,” ujar Mantoo.
“Mereka yang turun melaporkan bahwa mereka melakukan perjalanan laut yang berbahaya dalam upaya mencari perlindungan, keamanan, reunifikasi keluarga dan mata pencaharian di negara lain,” imbuhnya.
“Di antara mereka ada yang menjadi korban perdagangan manusia, anak-anak tanpa pendamping dan terpisah serta penyintas kekerasan berbasis seksual dan gender,” sambung Mantoo.
Beberapa kapal yang berangkat pada Desember bahkan masih terombang-ambing di lautan hingga akhir tahun lalu. Ia bahkan mengkhawatirkan sebuah kapal, berisi 180 orang Rohingya, yang terancam tenggelam.
Mantoo mengatakan bahwa UNHCR telah menyerukan kepada otoritas maritim di masing-masing negara untuk menyelamatkan dan menurunkan orang-orang yang berada dalam kesulitan karena banyak kapal terapung selama berpekan-pekan.
“Krisis saat ini di Teluk Benggala dan Laut Andaman adalah krisis solidaritas,” ucapnya.
UNHCR, tambah Mantoo, menyerukan respons regional secara penuh untuk menangani perdagangan manusia, upaya pencarian dan penyelamatan serta dukungan dari negara-ngeara tempat entis Rohingya turun. Ia juga ingin melihat upaya untuk mengatasi akar penyebab di balik alasan etnis Rohingya melarikan diri dari Myanmar.
“(Jika tidak ada respons), lebih banyak orang yang akan mati di laut lepas,” tutup Mantoo. [Mohamad Deny Irawan]