Melihat Aksi Bela Tauhid 212, saat ini, kita melihat dengan nyata eksistensi HTI yang sebenarnya. Jutaan manusia berseragam hitam putih dengan mengibarkan bendera rasul, liwa dan roya.
Mucul pertanyaan: apakah jutaan manusia itu adalah anggota HTI yang telah bermultiplikasi secara mengagumkan dalam 1 tahun terakhir setelah BHP-nya dicabut atau masyarakat awam yang tercerahkan dan terinspirasi oleh HTI yang dengan kesabaran tiada duanya telah mendakwahkan Islam secara pemikiran dan penuh kedamaian?
Mana yang benar dari dua jawaban di atas tampaknya tidak penting lagi. Dalam pertarungan merebutkan hati umat menunjukkan: pemerintah kalah telak dan HTI menang dengan mengesankan. Strategi HTI yang selalu mengalah dan rezim yang terlalu arogan merupakan kunci dari kesuksesan HTI.
Jika kemarin orang tidak mengenal liwa roya, lalu HTI mengakampanyekannya dengan program Masirah Panji Rasulullah (MPR). Memang, saat itu HTI dihadang, dipersekusi, dan diintimidasi. HTI legowo dengan perlakuan tersebut. Tapi lihatlah sekarang, siapa yang tidak kenal liwa roya? Bahkan, liwa roya dikibarkan dengan gagah oleh umat yang bahkan belum pernah bersentuhan dengan HTI. Lihatlah di sepanjang jalan di dekat Monas, liwa dan roya dijual oleh pedagang asongan seperti kacang goreng. Saya yakin, aktivis HTI melihatnya dengan rasa syukur yang tiada duanya.
Lalu, apa arti HTI dicabut BHP-nya oleh pemerintah? Hanya ada satu makna, yakni pemerintahlah yang telah melambungkan nama HTI dan meleburkan HTI dengan umat.
Pemerintah yang hanya didorong nafsu ingin cepat-cepat mematikan HTI, padahal pemerintah tidak paham sedikitpun sifat dan karakteristik HTI. HTI bukanlah ormas yang didirikan hanya karena ketokohan para pendirinya. HTI bukanlah ormas yang bergerak karena uang. HTI sama sekali berbeda dengan ormas lain. HTI adalah ormas yang dibangun di atas kesadaran yang utuh atas kondisi umat. HTI dibangun di atas akidah untuk merekonstruksi peradaban Islam agar kembali seperti masa lalunya.
Dengan demikian, HTI itu seperti air yang mengalir dari gunung menuju ke lautan lepas. Apapun yang dilalui, air tersebut akan terus mengalir hingga tujuannya tercapai. Air tersebut pada awalnya memang kecil, lalu mengalir dan bersama dengan sumber-sumber lainnya, ia akan membesar dan terus membesar secara alami. Ia awalnya mengalir melalui bagian bumi paling rendah di daerah tersebut yang sering dinamakan sungai.
Maka, kesalahan fatal pemerintah adalah membendung sungai dengan arus yang besar. Akibatnya, air sungai tersebut mengalir melalui pemukiman masyarakat dan mengahunyutkan apapun yang dilaluinya.
Pemerintah sayangnya tidak mau belajar ke pemerintah Inggris, Australia, dan lainnya. Mereka juga ketakutan dengan perkembangan HT di sana, tetapi setelah mengkaji dengan seksama, mereka memutuskan unk membiarkan air sungai mengalir di sungai. Itu lebih mudah unk mengontrol dan mengendalikan, daripada membubarkan HT yang menjadikannya tidak terkontrol.
Namun sayang, nasi sudah terlanjur jadi bubur. Saat ini, rezim yang disetir ilmuwan amatir dan data tak valid, hanya bisa plonga-plongo melihat liwa dan roya berkibar memenuhi angkasa. Sungguh, air bah tersebut telah menghanyutkan hati dan pikiran umat untuk dibawa ke lautan ridha Allah yang tidak bertepi. Wallahu a’lam. []
#ReuniAkbar212
#AksiBelaTauhid212
#Reuni212