Doha, Gontornews — Jaringan televisi Al Jazeera mengutuk keras hukuman mati yang dikenakan kepada dua wartawannya oleh pengadilan Mesir. Mereka menilai hukuman mati itu penuh sandiwara dan sarat muatan politik.
Seperti diberitakan Gontornews.com kemarin (18/6), Pengadilan Mesir Sabtu (18/6) menguatkan hukuman mati enam orang terdakwa, termasuk Ibrahim Helal, mantan direktur berita Al Jazeera, karena diduga membocorkan rahasia negara ke Qatar.
Helal diadili in absentia karena tidak berada di Mesir.
Selain Helal, Alaa Sablan, karyawan Al Jazeera sampai tahun lalu, dan Asmaa Alkhatib, wartawan yang pro-Ikhwanul Muslimin Rassd News Network, juga dijatuhi hukuman mati in absentia.
Dalam sebuah pernyataan, Al Jazeera Media Network yang berbasis di Doha mengatakan menolak “sepenuhnya” Â putusan Pengadilan Mesir.
“Al Jazeera percaya ini adalah peradilan yang tidak adil dan dipolitisasi yang merupakan bagian dari kampanye kejam terhadap kebebasan berbicara dan berekspresi, untuk memberangus suara pers bebas,” katanya.
Menurut  Al Jazeera, Peradilan Mesir sangat memberatkan profesi jurnalisme, padahal  semua hukum dan undang-undang internasional berusaha untuk melindungi profesi wartawan yang telah menyiarkan berita  dengan penuh objektivitas, profesionalisme, dan integritas.
Sementara Mohamed Morsi, Presiden Mesir terguling yang terdakwa atas kasus ini, dan dua ajudannya dijatuhi hukuman 25 tahun penjara.
Morsi dan sekretarisnya, Amin el-Sirafy, masing-masing menerima tambahan hukuman 15 tahun untuk ‘kejahatan yang lebih ringan’. Putri Sirafy, Karima, juga dijatuhi hukuman 15 tahun penjara.
Dari kasus 11 terdakwa ini, tujuh di antaranya, termasuk Morsi, berada di tahanan. Semua putusan Sabtu itu dapat diajukan banding. [Rusdiono Mukri]