Jakarta, Gontornews – Setiap lembaga pendidikan harus bertanggung jawab atas keamanan anak didiknya. Ketika ada anak didik memperoleh perlakuan tidak nyaman seperti kekerasan fisik selama di sekolah, maka pihak sekolah harus mengusut tuntas peristiwa ini.
Tingkah laku anak didik, khususnya di jenjang PAUD, TK dan sekolah dasar, seringkali menyebabkan guru yang kurang sabar bertindak kurang terpuji. Sering ditemui kasus anak pulang ke rumah dalam keadaan anggota tubuhnya memar bekas cubitan atau pukulan sang pendidik.
“Anak saya setiba di rumah merintih kesakitan di salah satu anggota tubuhnya, lalu saya lihat dan ternyata ada sedikit memar di bagian yang sakit,†ujar Sisca, orangtua murid di salah satu PAUD di bilangan Depok kepada Gontornews.
Sisca yang awalnya masih belum tahu dari mana asal rasa sakit itu datang, akhirnya mendapat pengakuan dari pihak sekolah bahwa ada salah satu guru kelas yang memang kerap tidak sabar menghadapi perilaku siswanya lalu mencubit atau memukul si anak.
Dari situlah ia mulai berpikir ulang bahwa orangtua harus jeli memilihkan sekolah yang tepat bagi anaknya. Apalagi jika sejak awal sudah diketahui bahwa si anak cenderung hiperaktif dalam keseharian. Jika salah pilih sekolah, ditakutkan akan terjadi hal-hal seperti yang dialami Sisca sebelumnya.
Menurut Dr Helmawati, pakar pendidikan keluarga, lembaga pendidikan di Indonesia seharusnya memilih guru yang ideal dan sesuai dengan kriteria guru yang ditentukan. Banyak kasus guru PAUD, misalnya, hanya tamatan SMP atau SMA saja, tanpa memiliki bekal pendidikan guru yang cukup. “Jika orangtua dari anak korban kekerasan di sekolah akhirnya memindahkan anaknya ke sekolah lain, itu sah-sah saja karena ini sebuah pilihan,†paparnya kepada Gontornews. (Edithya Miranti)