Jakarta, Gontornews–Jika pemerintah mengusung program amnesti pajak, BNI Syariah berkampanye mengajak masyarakat untuk ikut program amnesti riba dengan hijrah ke perbankan syariah yang ada. Ide tersebut berangkat dari fenomena Indonesia yang merupakan negara berpopulasi Muslim terbesar di dunia, namun pangsa pasarnya masih minim.
Lebih dari 20 tahun Industri perbankan syariah baru mampu menghimpun aset Rp 300 triliun. Sedangkan amnesti pajak pada periode I, pemerintah berhasil memeroleh dana repatriasi sekitar Rp 300 triliun dalam waktu tiga bulan. “Nah, ini kira-kira umat Muslim ada dimana? Kayaknya ada yang harus dikampanyekan,”beber Direktur Utama BNI Syariah Imam T Saptono dalam Seminar Nasional ‘Riba Amnesty Merupakan Jalan Menuju Keselamatan Ummat’ di Universitas Trisakti Jakarta Selasa (25/10).
Imam mengungkapkan sepertinya kita tidak pernah kuatir kapan akan dipanggil oleh Allah SWT. Kalau Tax amnesty karena yakin tarif tebusan 2-3 persen itu kita takut. Semestinya terhadap sesuatu yang pasti kita lebih takut dibanding yang tidak pasti. Amnesti riba adalah pengampunan yang diberikan Allah kepada pelaku riba dengan cara bertaubat, yakni meninggalkan sisa riba dan berhijrah untuk tidak kembali melakukannya lagi. Kapan berlakunya? “Sekarang dan segera sampai maut menjemput,” tegasnya.
Untuk berhijrah, kata Imam, masyarakat hanya perlu menghubungi bank-bank persepsi amnesti riba, yakni bank syariah. “Prosesnya dimulai dari individu. Perbankan syariah akan memfasilitasi masyarakat untuk hijrah dari riba. “Sekarang kami menggunakan prinsip business as vehicle. Dakwah yang pertama, lalu bisnis akan mengikuti. Melalui amnesti riba, kami berikhtiar untuk membantu masyarakat hijrah dari riba,”paparnya.
Terkait hal itu Deputi Komisioner Pengawas Perbankan I Otoritas Jasa Keuangan Mulya Effendi Siregar berpendapat bahwa amnesti riba tidak sama dengan taubat, tapi punya pesan utama yang sama, yaitu hijrah ke sistem non ribawi. “Untuk menuju ke sistem non ribawi hendaknya dilaksanakan secara bertahap. Jangan bilang tidak bisa lepaskan riba, lalu tidak berusaha. Jangan begitu. Mulailah hijrah secara bertahap,”imbaunya.
Lanjut Mulya mencontohkan industri keuangan syariah yang terdapat kriteria usaha “halal” dari sisi keuangan. Misalnya, dalam penetapan saham syariah, suatu saham dikategorikan sebagai saham syariah adalah yang rasio utang berbasis bunganya tidak melebihi 45 persen dari aset dan proporsi pendapatan bunga/non halal kurang dari 10 persen.
Kata Mulya, rasio utang terhadap aset tersebut dibuat karena tidak bisa secara total seluruh saham dibuat syariah. Bagi Mulya, hal yang penting adalah kita menuju sistem non ribawi dan berupaya semakin membaik dari tahun ke tahun. “Dengan perkembangan keuangan syariah mungkin nanti rasionya bisa dikurangi menjadi 35 atau 25 persen,” ujarnya dalam Seminar Nasional ‘Riba Amnesty Merupakan Jalan Menuju Keselamatan Ummat’, Selasa (25/10). (Muhammad Khaerul Muttaqien)