Jenewa, Gontornews — Kepala Hak Asasi PBB, Michele Bachelet menghimbau India, Selasa (20/10), untuk melindungi hak asasi warganya. India meresmikan tiga aturan yang menghambat penjagaan hak asasi warganya termasuk tuduhan diskriminasi terhadap komunitas minoritas Muslim.
“(Bachelet) menyatakan penyesalannya atas pengetatan ruang bagi LSM, termasuk dengan penerapan undang-undang dengan kata-kata samar yang membatasi pendanaan asing dan membungkam suara masyarakat sipil,” kata Juru bicara UN Human Rights Council (HCR), Rupert Colville, kepada Anadolu.
“Ia tertarik dengan penerbitan tiga undang-undang berbeda yang kami anggap bermasalah,” imbuh Colville.
Secara khusus, Bachelet menggarisbawahi undang-undang Foreign Contribution Regulation Act (FRCA). Bachelet menilai undang-undang tersebut berfungsi sebagai pembenaran atas tindakan yang bersifat mengganggu. Sebut saja penggerebekan sejumlah kantor LSM, pembekuan rekening bank serta mencabut legalitas organisasi sipil yang terafiliasi dengan Badan hak asasi manusia PBB.
Colville mencatat perihal penangkapan ribuan aktifis HAM menyusul protes terhadap perubahan UU Kewarganegaraan di India. “Lebih dari 1.500 orang telah ditangkap sehubungan dengan protes tersebut,” ungkap Colville.
India lantas merespon tanggapan Bachelet dalam sebuah pernyataan resmi. Pemerintah India mendesak segala upaya penegakan Hak Asasi Manusia pada sebuah negara merupakan hak prerogratif kedaulatan.
“Pelanggaran hukum tidak bisa termaafkan dengan dalih penegakan hak asasi manusia. Pandangan yang lebih luas tentang masalah ini diharapkan terlontar dari badan PBB,” kata Juru bicara Kementerian Luar Negeri India, Anurag Srivastava, kepada Times of India.
Srivastava menyebut India merupakan negara demokrasi yang dinamis serta plural dengan penanganan domestik yang kuat. Sesuai dengan Paris Principle, penanganan Hak Asasi Manusia India masuk kategori ‘A’. [Mohamad Deny Irawan]