Game online bisa menjadi musuh baru bagi keluarga jika tidak ada aturan keras dalam penggunaannya. Keseharian para pecandu game online akan melulu bersifat statis atau berhenti di tempat, dan tidak dinamis karena keterbatasan ruang gerak dan berpikir.
“Banyak kesempatan untuk mengasah keterampilan, intelektual, spiritual, fisik, dan interaksi sosial yang terbuang begitu saja,” papar Dr Helmawati SE MPdI, dosen pendidikan Islam dan penulis buku bersertifikasi, kepada Majalah Gontor. Karenanya diperlukan bimbingan dan pengawasan dari orang terdekat termasuk orangtua untuk menghindari bahaya candu game online dan menghadirkan pribadi anak yang baik dan sehat.
Untuk menguak seputar fakta terkait bahaya candu game online dan tips menanganinya, Reporter Majalah Gontor Edithya Miranti berkesempatan mewawancarai Helmawati, pendiri Perkumpulan Ahli para Pendidik Islam. Berikut petikannya:
Apa pendapat Anda tentang fenomena banyaknya pengguna game online yang merebak di masyarakat?
Fenomena permainan melalui komputer atau gadget memang banyak terjadi. Permainan dalam dunia pendidikan itu memang ada, tapi hidup tidak untuk bermain saja.
Bagaimana Islam menanggapi fenomena tersebut?
Ajaran Islam telah memerintahkan umatnya untuk bisa menggunakan waktu sebaik-baiknya. Tidak diperkenankan membuang-buang waktu untuk sesuatu yang tidak memberikan kemanfaatan. Sebagaimana diterangkan dalam keseluruhan Surat Al-‘Ashr yang menjelaskan soal waktu dan penggunaannya.
Namun, ketika seseorang mampu mengatur waktu dengan baik, dan sekedar menjadikan game sebagai hiburan sesaat, maka bermain game pun diperbolehkan. Sebagaimana Allah SWT menjelaskan bahwa barangsiapa yang mampu mengatur waktunya maka ia berada dalam keberuntungan.
Penggunaan game online menyebabkan kecanduan. Apa pendapat Anda?
Melihat fenomena game online akan sangat bersangkutan dengan hal tumbuh kembang anak. Apalagi kalau sampai kecanduan, tentu ini tidak sesuai dengan fitrah atau keharusan tumbuh kembang anak itu sendiri. Karena habis waktu terbuang karenanya, sehingga banyak dampak yang terjadi.
Fenomena hidup itu dinamis, bukan statis. Game online itu kategori statis. Artinya anak hanya akan fokus pada permainan. Anak kecil atau orang dewasa ketika mereka bermain game, normalnya beraktivitas menyangkut fisik, psikomotorik, intelektual, spiritual, dan lainnya.
Apa saja dampak negatif, baik mental maupun fisik, akibat kecanduan bermain game online?
Dampak negatifnya terbagi menjadi dua, yakni secara personal dan lingkungan. Personal yaitu waktu habis terbuang sebab pikiran hanya fokus pada permainan. Interaksi sosial dengan orang lain pun kurang. Padahal manusia membutuhkan itu. Pecandu game online juga dapat terserang berbagai penyakit akibat lupa makan dan minum, kurang bergerak, dan lainnya.
Dampak ekstrim intensitas tinggi bermain game bisa sampai ke taraf vital dari kesehatan hingga bisa sampai meninggal. Selain itu pecandu akan malas belajar sampai tidak mau sekolah.
Para pecandu game online akan cuek atau atau antipati terhadap lingkungan, ekstrem berekspresif artinya jika dilarang bisa melawan keras, bisa mencuri hanya untuk bermain game, dan lainnya.
Konvensi WHO (World Health Organization) juga menetapkan bahwa game online sebagai salah satu penyebab penyakit kejiwaan. Bagaimana tanggapan Anda?
Game online berpengaruh pada apa yang dilihat dan didengar. Game yang berpengaruh pada kejiwaan biasanya yang berunsur kekerasan dan pornografi. Ini memicu bahaya. Jika ia menembaki musuhnya maka orang yang sedang dihadapi akan dianggap musuh dan akan dihabisi semua.
Penyakit kejiwaan ada levelnya, dari yang terendah sampai yang terberat. Jadi tidak harus sampai gila karena ketika saraf terganggu, emosi terganggu, ini termasuk dalam penyakit kejiwaan. Demikian dengan level kejiwaan para pecandu game online ada yang sampai psikopat karena senang melihat orang lain teraniaya.
Seberapa besar pengaruh tindak kekerasan atau bahaya pornografi yang ada di game online?
Ini dampak lingkungan, anak yang sering main kekerasan akan menyimpan di memori bawah sadarnya. Sehingga ketika berbuat kasar dengan teman, ia akan merasa biasa karena sering melihat. Dia akan reflek memukul atau menendang.
Dan jika sering melihat game berbau pornografi ditambah keimanan kurang, maka bisa saja akan dipraktikkan. Itu sudah banyak terjadi pada anak-anak SD. Karenanya perlu pendampingan orangtua untuk mengarahkan, mana hal yang benar dan tidak.
Meski banyak efek buruk game online, tapi mengapa pemerintah terkesan mendorong masyarakat khususnya remaja untuk menyukai game? Seperti contoh, presiden mengadakan lomba game online, sebuah kompetisi game yang memperebutkan piala presiden. Padahal di negara lain, penggunaan game sendiri sangat dibatasi bahkan dilarang. Bagaimana Anda menanggapinya?
Ketika satu kaum terjajah maka akan berkiblat pada orang yang dijajah. Sama dengan Indonesia yang mengiblat tentang teknologi. Sehingga saat Indonesia tertinggal jauh, dianggap apa yang orang Barat lakukan adalah satu hal kemajuan.
Kurikulum pendidikan juga disesuaikan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) yang berkembang, di antaranya komputer. Untuk media pembelajaran yang menyenangkan dan mengasah kreativitas yang lebih menantang, biasanya digunakan game. Namun tetap dengan porsi yang tepat karena jika tidak bisa merusak kejiwaan. Ketika pembelajaran itu dihubungkan dengan game online, maka semua harus dilihat dari tujuan atau temanya. Jika temanya memang untuk menumbuhkan inovasi, kreativitas melalui media, itu sah saja. Sebab tanpa itu Indonesia akan tertinggal.
Dalam debat capres (calon presiden) kemarin ada disinggung soal game mobile legend dan PUBG, di satu sisi ada fatwa MUI yang mengharamkan PUBG. Apa komentar Anda?
Ketika sebuah game temanya kekerasan, apa pun itu tentu tidak dibenarkan. Walaupun akhirnya diharamkan, keputusan atau fatwa MUI adalah yang terbaik.
Terkait banyaknya anak yang kecanduan game online, sebetulnya apa yang salah dengan peran keluarga saat ini?
Di dalam keluarga ada peran masing-masing. Orangtua berkewajiban memelihara dan menjaga anak sampai besar, serta mencukupi kebutuhan secara fisik, spiritual, dan intelektual. Orangtua perlu memberikan media agar anak bisa bersosialisasi dengan lingkungannya kelak. Harus ada interaksi antara orangtua dan anak dengan baik. Orangtua juga harus introspeksi agar memahami fungsi dan perannya. Luangkan banyak waktu untuk memberi pengarahan, pembelajaran, bimbingan, dan asuhan. Jangan biarkan anak banyak mengambil waktu sendiri sehingga lari ke game. Isi waktunya dengan beragam hal positif seperti olahraga, kursus memanah, belajar, atau lainnya.
Menurut Anda, perlukah anak dikenalkan dengan game online?
Banyak orangtua yang kurang memahami konteks pendidikan. Orangtua yang sibuk agar anaknya tenang, langsung diberikan game online, meski game yang dipilihkan awalnya bagus. Namun karena waktu tidak dibatasi dan anak tidak diarahkan, maka anak akhirnya mulai mencari game lainnya. Dalam proses tumbuh kembang, anak akan mencari saat tak terawasi hingga bisa sampai kecanduan.
Adakah tips jitu menangkal bahaya candu game online pada anak?
Ketika di rumah, sepulang sekolah, pergunakan waktu dengan anak. Sibukkan anak dengan kegiatan bermanfaat dan orangtua mendampingi. Asah keterampilan anak karena itu sangat berguna bagi masa depannya. Buatlah keseharian anak menjadi mekanis dan dinamis tidak statis atau berhenti di tempat karena game online. Orangtua juga perlu semangat belajar sebab ilmu bisa menangani kondisi kritis anak.
Setujukah Anda jika ada orangtua yang sengaja memondokkan anaknya, salah satunya ditujukan agar anak bisa lepas dari game online?
Saya setuju agar memondokkan anak untuk dibimbing soal dunia dan akhiratnya. Mendapatkan keterampilan, ilmu, juga wawasan yang lebih baik. Namun jika orangtua menyerahkan anak ke pondok karena ketidaksanggupan membimbingnya, sedangkan anak tidak menerima keputusan itu, maka saya tidak setuju. Karena ditakutkan anak akan berontak dan bertindak gegabah di pesantren. Akan tetapi, jika tujuannya murni untuk menuntut ilmu dan anak juga siap belajar di pesantren, maka hal itu sangatlah baik. []