Berapa ratus kawanmu selagi duduk di kelas satu dulu? Tidak banyak sampai ke batas. Meski sebabnya berbeda-beda. Ada yang karena akalnya, budi pekertinya atau karena tidak tahan disiplin pondok, karena materi, ada pula yang karena tekanan dan suasana keluarga.
Kami menghargai mereka yang tidak sampai ke batas. Meskipun mereka baru setahun, dua tahun, atau lebih di Pondok Modern Gontor ini. Tetapi kami sangat menghargai dan ikut bersyukur sebesar-besarnya atas sampainya anak-anakku ke batas yang direncanakan ini, dengan bertekun sampai enam atau tujuh tahun.
Maka dari itu kami tekankan, kamu betul-betul berharga. ”Hargailah dirimu tetapi jangan minta dihargai”. Menghargai diri berarti meletakkan diri pada tempat yang terhormat dan dijaga jangan sampai tergelincir ke tempat yang kotor, rendah, hina, atau bernoda.
Menghargai diri berarti juga tidak mengotori diri sendiri dengan sesuatu yang rendah atau remeh, yang tidak berarti atau tidak berisi. Pandai-pandailah menilai sesuatu. Tidaklah hina seorang yang mengendarai sepeda dengan karung goni kumal di belakangnya. Asalkan barang itu halal dan perlu.
Sebaliknya, belum tentu yang mengendarai mobil mewah dan mengkilat itu terhormat. Pergunakanlah dirimu untuk maksud-maksud yang terhormat, suci, dan berharga. Dengan sikapmu yang demikian, tanpa kamu minta orang akan menghargai dirimu. Tetapi, jangan sekali-kali kamu minta dihargai, dengan angkuh, sombong, dan jual mahalmu. Jangan diharap, dengan sikapmu yang begitu akan mendapat kehormatan atau penghargaan. Sebaliknya, hanya nilai kerendahan budilah yang lebih dahulu akan kamu dapat.
Cintai ilmu karena Allah
Cintailah ilmu lillâhi ta’âla. Bukan karena peraturan gaji pegawai (PGP) atau lain-lainnya. Perumpamaannya, andai kamu cinta kepada seseorang sepenuh cinta suci nuranimu, mengharapkan sehidup semati, seperahu sepenanggungan, maka cintamu itu bukan karena rupa, hiasan yang dipakainya, harta kekayaan miliknya, pangkat dan jabatannya, atau lain sebagainya.
Cintailah ilmu karena ia adalah mustika yang utama. Kalau kamu cinta kepada ilmu, maka ilmu yang wajib dicintai itu akan menemani kamu seumur hidupmu, di mana pun kamu berada.
Ijazah dan surat keterangan yang berharga
Ilmu, pribadi, dan kecakapanmu dalam masyarakat akan membuktikan buah yang berharga dan dihargai. Kenyataan hasil ilmu, pribadi, dan kecakapanmu yang berguna bagi masyarakat itulah yang sebenar-benarnya ijazah dan surat keterangan yang dapat dipertanggungjawabkan di dunia dan akhirat nanti. Nilai ijazah, surat keterangan dari suatu perguruan/pendidikan ialah atas hasil usaha bagi kebaikan manusia. Sekiranya seseorang telah ternoda pribadinya, merosot akhlak dan budinya, rendah nilai kecakapannya, maka ijazah/syahadah/surat keterangan tak akan mengangkat dirinya dari kerendahan dan kemerosotan. Bahkan ijazah/syahadah/surat keterangan itu ternoda karenanya.
Bergerak, tumbuh, dan berkembanglah
Tanda hidup ialah bergerak, tumbuh, dan berkembang. Inilah fitrah atau ”thabî’i” (tabiat). Tak bergerak, tak tumbuh, dan tetap, dinamakan mati. Kepada manusia dikatakan pasif, statis, ”mabni”. Dengan berusaha mengembangkan diri, manusia dapat maju mencapai tujuan hidup yang baik dan sukses. Kita kenal dalam sejarah, dalam dan luar negeri, akan orang-orang besar yang asalnya hanya keluaran sekolah dasar.
Thomas Alfa Edison umpamanya, hanya beberapa bulan saja duduk di bangku sekolah. Pujangga R. Ng. Ronggowarsito santri Pondok Tegalsari. Hamka hanya dengan belajar kepada orangtuanya. Itulah orang besar dan berjasa karena perkembangannya dalam masyarakat.
Alhamdulillâh Pondok Modern Gontor bergerak, hidup dan berkembang dalam segala segi. Sebagaimana lazimnya suatu tubuh yang tumbuh. Kita bersyukur. Demikianlah sesuatu yang bergerak, hidup, dan tumbuh. Salah benar apabila menilai seorang guru, khususnya di Pondok Modern Gontor ini, hanya dilihat dari segi ijazahnya. Dari segi ”teman saya sekelas”, ”bekas murid saya”, dan sebagainya. Penilaian sedemikian itu menunjukkan tidak mengertinya (seseorang) akan arti perkembangan dan pertumbuhan. []