Tangerang Selatan, Gontornews — Sehubungan dengan adanya press release Kedutaan Besar Republik Turki di Jakarta pada tanggal 28 Juli 2016, yang isinya antara lain meminta Pemerintah Indonesia menutup 9 sekolah di Indonesia karena dianggap berkaitan dengan organisasi ulama Fethullah Gulen, maka pengurus yayasan sekolah Turki di Indonesia menyampaikan klarifikasi.
Laman karismabangsa menyebutkan, para pembina Yayasan Yenbu Indonesia, Yayasan Pribadi Bandung, Yayasan Kharisma Bangsa, Yayasan Al Firdaus, Yayasan Pendidikan Kesatuan Bangsa Mandiri, dan Yayasan Fatih yang mengelola tujuh dari sembilan sekolah tersebut, menyampaikan beberapa hal.
Di antaranya, bahwa yayasan-yayasan yang mengelola tujuh sekolah tersebut di atas adalah yayasan-yayasan yang didirikan berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia. Masing-masing telah mendapat persetujuan dari Menteri Hukum dan HAM RI.
Untuk meningkatkan mutu pendidikan pada sekolah-sekolah, yayasan-yayasan tersebut mengadakan kerjasama di bidang manajemen pendidikan dengan Pasiad, sebuah LSM dari Turki, yang secara resmi mengadakan kerjasama dengan Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI.
Kerjasama tersebut telah memberikan manfaat bagi sekolah antara lain siswa-siswi berhasil memperoleh berbagai medali (emas, perak, perunggu) dari kegiatan-kegiatan olimpiade Iptek yang diselenggarakan secara nasional maupun internasional di negara-negara lain.
Keberhasilan kerjasama tersebut antara lain dihasilkan oleh karakter guru-guru, baik guru lokal maupun guru asing yang memenuhi persyaratan teknis (menguasai ilmu pengetahuan yang diajarkannya) maupun non-teknis (berakhlak dan bermoral yang baik, tidak ikut serta dalam kegiatan politik praktis).
Untuk mempertahankan prestasi yang telah dicapai oleh sekolah, maka pengurus mengusahakan untuk melanjutkan penggunaan guru-guru asing termasuk guru-guru dari Turki sesuai dengan peraturan perundang-undangan di Indonesia. Hal tersebut dilakukan sesuai dengan penjelasan di atas.
Dengan adanya Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No 31 tahun 2014 tentang Kerjasama Penyelenggaraan dan Pengelolaan Pendidikan oleh Lembaga Pendidikan Asing dengan Lembaga Pendidikan di Indonesia, maka kerjasama dengan Pasiad harus diakhiri karena Pasiad bukan merupakan Lembaga Pendidikan Asing melainkan sebuah NGO.
Kerjasama dengan Pasiad diakhiri terhitung mulai tanggal 1 November 2015. Sejak tanggal tersebut antara yayasan-yayasan kami dengan Pasiad tidak ada hubungan kelembagaan lagi. Sekolah-sekolah tersebut merupakan sekolah Indonesia yang berada di bawah naungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI.
Ke-9 sekolah tersebut disebut bilingual, karena bahasa pengantar dalam proses pembelajara pada mata pelajaran sains menggunakan pengantar bahasa Inggris, sedangkan mata pelajaran lainnya menggunakan bahasa Indonesia. Dalam proses pembelajara siswa-siswi tidak pernah diajarkan kekerasan (radikalisme), tidak membedakan pendidikan atas dasar perbedaan suku, agama, ras dan antargolongan (SARA).
Di samping kurikulum yang mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 31 Tahun 2014 tentang Kerjasama Penyelenggaraan dan Pengelolaan Pendidikan oleh Lembaga Pendidikan Asing dengan Lembaga Pendidikan di Indonesia, pengajaran pada sekolah memuat juga pendidikan moral, budi pekerti dan karakter.
Sejak tahun 2015, sekolah-sekolah ini juga sebetulnya sudah berdiri sendiri-sendiri, dan guru-guru dari Turki pun sudah tidak dalam naungan Pasiad. Tetapi atas nama pribadi bekerjasama dengan yayasan sekolah sesuai dengan prosedur izin sebagai pekerja asing.
Oleh karena itu, tuduhan Kedutaan Besar Republik Turki melalui press release tersebut tidak benar dan merupakan kebohongan. [Ahmad Muhajir/Rus]