Canberra, Gontornews — Dalam rangka memperluas wawasan dan kekayaan ilmu pengetahuan agama, komunitas Aisyiyah NSW, ranting pertama Aisyiyah di Australia, menggelar ‘Aisyiyah NSW Mengaji #19; Kajian Khusus Fikih Perempuan Berwawasan Global. Kepada Gontornews.com, Ustadzah Siti Majidah Lc MA, selaku pemateri menginformasikan bahwa kajian kali ini mengangkat tema Khitan Perempuan Perspektif Ulama Salaf dan Kontemporer, dan digelar pada Jumat (21/2/2025).
Kegiatan yang berlangsung secara live via Zoom Meeting dan streaming Youtube @Aisyiyahnsw serta Facebook Asyiyah NSW itu pun dimulai pukul 6.30 PM AEDT atau 14.30 WIB. Dipandu langsung oleh moderator, Ammik Kisriyani, PhD Student The University of Sydney, kajian fikih itu pun sukses terselenggara dengan baik dan lancar.
Dalam pemaparannya, Ustadzah Siti Majidah, anggota Divisi Ketarjihan Majelis Tabligh dan Ketarjihan Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah tersebut, menjelaskan hadis-hadis seputar khitan dan kualitas hadisnya. Sebagaimana dari Ummu Atiyah RA bahwasanya seorang perempuan akan berkhitan di Madinah. Maka Nabi SAW berkata, “Janganlah berlebihan, karena lebih nikmat (ketika berhubungan seksual) dan lebih dicintai oleh suami.” (HR Abu Dawud dan al-Baihaqi).
Komentar akan hadis ini, terang ibu dua anak itu, Muhammad ibn Hasan ialah perawi majhul atau matruk. Abu Dawud menilai hadis yang diriwayatkannya lemah. “Sedangkan sunat perempuan ialah tradisi masyarakat Madinah sebelum Islam,” tekannya.
Dari Aisyah RA, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Apabila (seorang suami) telah duduk di antara empat percabangan (istri)nya dan khitan (suami) telah menyentuh khitan (istri), maka telah wajiblah mandi besar.” Komentar akan hadis ini yaitu kata khitan, walaupun dalam praktik hanya dilakukan oleh laki-laki, namun dalam peristilahan juga digunakan untuk perempuan, sama seperti Abawani, Bahrani, dan Qamarani. Lafal khitan menunjuk pada organ seksual laki-laki dan perempuan, bukan khitan dalam arti memotong.
Dari Abu Hurairah RA, aku mendengar Nabi SAW sedang bersabda, “Fitrah itu ada lima, yaitu khitan, mencukur bulu kemaluan, memotong kumis, memotong kuku dan mencabuti bulu ketiak.” HR Bukhari dan Muslim. Lima perbuatan yang disebut sebagai fitrah tersebut tidaklah berlaku secara equal (sama) antara laki-laki dan perempuan.
Selanjutnya alumnus Pondok Modern Darussalam Gontor Putri 2003 itu pun menambahkan pendapat ulama kontemporer tentang khitan perempuan seperti, pendapat Syaikh Yusuf Qardhawi yang menyebutkan bahwa khitan wajib untuk laki-laki dan makrumah untuk perempuan. Makna makrumah yaitu bisa menjadi hal yg baik bagi wilayah dan kondisi tertentu, namun seiring berkembangnya zaman belum tentu baik di wilayah ataupun kondisi lain. Ini adalah pendapat dari sebagian besar ahli ilmu.
Syaikh Tantowi dan Syaikh Ahmad Tayyib berpendapat bahwa khitan perempuan mengandung mudharat besar bagi perempuan dan secara khusus mengurangi keharmonisan kehidupan rumah tangga perempuan. Khitan perempuan merupakan kesalahan pemahaman agama dan banyak menimbulkan bahaya.
Syaikh Ahmad Tayyib (Grand Syeikh Al Azhar) juga menambahkan, “Adapun bagi perempuan tidak ada ketetapan sharih yang dijadikan hujjah untuk membenarkan khitan perempuan.”
Melanjuti keterangan di atas, Darul Ifta Mesir menegaskan akan keharaman khitan perempuan merupakan pendapat yang benar dan sesuai dengan Maqashid Syariah dan mengandung unsur kemaslahatan, terlebih kebiasaan ini bertentangan dengan syariat Islam dan Hukum Positif. “Tidak ada hadis sahih tentang khitan perempuan.” (Al-Iraqiy, Mahmud Syaltut, Sayyid Sabiq, dan Sallim al-Awwa). [Edithya Miranti]