Jakarta, Gontornews—Sebagai infrastruktur dasar, ketersediaan tenaga listrik yang memadai menjadi penentu keberhasilan pembangunan sektor lain. “Kita tahu listrik sangat kritikal, kata ekonom PDB kita 2015 Rp.11.000 triliun, dan Rp. 1.200 triliun datang dari sektor kita, ESDM (sekitar 10% lebih). Kalau kita hitung PDB dari sektor transportasi, perhubungan, dan lain-lain, semuanya ada di hilir sektor ESDM. Tak ada industri yang jalan. Mall tidak jalan tanpa adanya energi,” papar Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Sudirman Said saat temu stakeholder subsektor ketenagalistrikan di Jakarta, Kamis (22/7).
Program ketenagalistrikan, mempunyai impact yang sangat besar pada sisi hilir. Artinya, semakin cepat listrik dibangun, semakin baik mengejar ketertinggalan. “Semakin kita lambat, banyak melakukan penundaan-penundaan maka yang di hilir makin terlambat. Seharusnya pengelolaan listrik yang terdepan, tidak kejar tayang seperti sekarang, mengejar pertumbuhan,”imbuhnya.
Sesuai pasal 28 Undang-Undang No. 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan, usaha penyediaan tenaga listrik dikuasai oleh Negara. Menindaklanjuti amanat tersebut, Menteri ESDM menyampaikan 3 poin penting peran Negara dalam urusan ketenagalistrikan. “Poin pertama berupa landasan hukum. Pelaksanaan penyediaan tenaga listrik dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah maupun Badan Usaha Swasta, Koperasi dan masyarakat. Sejak awal disadari Listrik adalah urusan negara, PLN tidak mungkin bekerja sendiri, Harus dibuka kesempatan pihak lain,” ungkap Menteri Sudirman dalam rilisnya beberapa waktu lalu.
Poin kedua, Menteri ESDM mengingatkan amanat pasal 2 Undang-Undang No. 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN), bahwa maksud dan tujuan pendirian BUMN adalah memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional dan menyelenggarakan pemanfaatan umum serta memadai bagi hajat hidup orang banyak. Tidak hanya mencari keuntungan. “Jadi, tidak benar jika bolak-balik bicara untung-rugi. PLN sebagai BUMN pelaksana penyediaan tenaga listrik adalah utility company yang mempunyai kewajiban kepada masyarakat. Bukan semata mengedepankan aspek komersial,” ujar Sudirman.
Menteri ESDM menegaskan bahwa energi tidak hanya menjadi komoditi, tetapi sebagai pendorong ekonomi yang akan menentukan pertumbuhan ekonomi di sisi hilir. Demikian juga dengan porsi energi terbarukan pada pembangkit listrik dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) yang mencapai 25% pada tahun 2025. “Pada rapat kabinet ada yang berusaha mengurangi porsi EBTKE, alasannya karena tidak realistis. Saya langsung menentang karena kalau kita menyetujui berarti kita menentang apa yang kita rumuskan bersama,” ungkapnya.
Terakhir, sesuai instruksi dalam Ratas pada tanggal 22 Juni 2016 di kantor Presiden, PT PLN harus fokus pada pembangunan transmisi. “Harus concern dengan transmisi, jangan sampai pembangkitnya banyak tapi transmisi tidak terjaga,” tutur Sudirman. Ratas juga mengangkat poin agar PT PLN semakin banyak membeli setrum, bukan membeli mesin, dan memperkuat pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT), serta perspektif pengelolaan subsektor ketenagalistrikan yang tidak hanya ditekankan untuk kepentingan komersial,” lanjut Sudirman. (Muhammad Khaerul Muttaqien/DJ)