Stockholm, Gontornews — Pusat Kebudayaan Islam di Swedia, Islamic Cultural Circle of Sweden (ICC), bersama masyarakat Kristiani di Fiksatra, pinggiran kota Stokcholm, mengadakan demonstrasi menolak aksi pembakaran Al-Qur’an di alun-alun Medborgarplatsen di Stockholm. Salah satu demonstran dari masyarakat Kristen di Fisksatra adalah Carl Dahlback, pemimpin paroki komunitas Nacka untuk gereja Swedia.
“Aksi ini menyentuh. Banyak Muslim datang kepada saya dan berterima kasih kepada saya karena berpartisipasi dalam protes terhadap aksi pembakaran Al-Qur’an,” kata Dhalback kepada Anadolu.
Sementara itu, ICC mengklaim demonstrasi tersebut merupakan yang terbesar yang pernah diadakan sejauh ini. Demonstrasi ini sekaligus menunjukkan cara damai dalam mengekspreksikan pandangan mereka tentang sesuatu.
Sebagai informasi, masyarakat Muslim dan Kristen di Fiksatra, pinggiran kota Nacka di luar Stokcholm, hidup berdampingan dengan damai selama bertahun-tahun. Mereka bahkan menyelenggarakan festival budaya serta berencana untuk mendirikan rumah ibadah secara berdampingan.
Namun, gelombang aksi pembakaran Al-Qur’an di Swedia membuat kedua komunitas agama di Fiksatra bak mengalami ujian bersama. Karenanya, mereka pun bertekad untuk menghadapi tantangan tersebut dengan mengadakan demonstrasi damai di alun-alun Medborgarplatsen, Ahad (13/08/2023).
Dalam rangka memperkenalkan Islam dan kitab sucinya, mereka akan mengadakan beberapa program kolaborasi antara Muslim dan Kristen Fiksatra. ICC misalnya akan mendistribusikan salinan Al-Qur’an dengan terjemahan bahasa Swedia dan video pembelajaran Al-Qur’an di platform sosialnya kepada komunitas Kristen Fiksatra.
ICC juga berencana untuk memanggil seorang cendekiawan Muslim terkemuka dari Arab Saudi untuk mengadakan pembacaan Al-Qur’an di setiap alun-alun utama di seluruh Swedia.
Mohammad Aqib, pengurus ICC, pun meminta pemerintah untuk mengubah undang-undang tentang kebebasan berekspresi di Swedia. Baginya, pengubahan tersebut menjadi penting guna mencegah seseorang atau kelompok melakukan aksi penghinaan terhadap Islam atau agama lain.
“Undang-undang yang ada harus diubah sehingga tidak ada ketentuan yang membiarkan seseorang melakukan aksi tidak hormat terhadap Islam dan agama lain,” tutup Aqib. [Mohamad Deny Irawan]