Singapura, Gontornews — Pemerintah melalui Kementerian Hukum Singapura mengatakan penanggulangan persoalan berita bohong di sosial media terhambat karena alasan komersial. Menteri Hukum Singapura, K Shanmugam, mengatakan platform media sosial lebih memperhatikan kepentingan komersial ketimbang melawan berita bohong berbasis online.
Dalam konferensi Reuters Next, Shanmugam menjelaskan alasan mengapa pemerintah Singapura memerlukan aturan tersebut. Melalui aturan tersebut, pemerintah, lanjut Shanmugam, berharap menghilangkan kekhawatirannya terhadap platform media sosial sebagai alat sensor, penyebaran ketakutan oleh kelompok hak asasi serta keuntungan politik.
Ia menambahkan undang-undang itu diperlukan karena platform facebook sering menampung berita palsu untuk “menarik perhatian” publik.
“Ada kecenderungan dari sisi platform internet untuk mengatakan: hei, ini adalah kebebasan berbicara, seharusnya tidak ada peraturan apapun,” kata Shanmugam kepada Reuters.
“Jujur saja, ketika platform media sosial menentang (aturan tersebut), itu benar-benar menempatkan keuntungan di atas prinsip,” sambungnya.
Undang-undang yang diberi nama Protection of Online Falsehoods and Manipulation Act (POFMA) Singapura mulai diperkenalkan pada akhir 2019. Undang-undang ini merupakan aturan untuk menangani berita palsu pada platform teknologi semacam facebook atau sosial media lainnya.
Undang-undang ini memungkinkan pemerintah untuk memerintahkan pemilik berita, pengguna, platform media sosial untuk memberikan peringatan kepada halaman atau postingan yang berisi pernyataan palsu. Ada sejumlah sanksi yang diberikan melalui aturan ini mulai dari tindakan ketat, denda hingga penjara jika terdapat indikasi ketidakpatuhan.
“Fakta bahwa beberapa dari mereka adalah oposisi, menunjukkan kepada Anda siapa yang kemudian terlibat dalam perilaku seperti ini,” pungkasnya. [Mohamad Deny Irawan]