Mulai hari ini, Sabtu (4/6/2022) yang bertepatan dengan tanggal 4 Dzulqa’dah 1443 Hijriyah, calon jamaah haji Indonesia diberangkatkan ke Tanah Suci. Ini untuk pertama kalinya sejak pandemi COVID-19, Pemerintah Indonesia kembali memberangkatkan calon jamaah haji. Tahun ini 100.051 calon jamaah haji Indonesia akan diberangkatkan.
Bulan Dzulqa’dah merupakan salah satu bulan haram. Allah SWT berfirman:
إِنَّ عِدَّةَ ٱلشُّهُورِ عِندَ ٱللَّهِ ٱثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِى كِتَٰبِ ٱللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضَ مِنْهَآ أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ۚ ذَٰلِكَ ٱلدِّينُ ٱلْقَيِّمُ ۚ فَلَا تَظْلِمُوا۟ فِيهِنَّ أَنفُسَكُمْ ۚ وَقَٰتِلُوا۟ ٱلْمُشْرِكِينَ كَآفَّةً كَمَا يُقَٰتِلُونَكُمْ كَآفَّةً ۚ وَٱعْلَمُوٓا۟ أَنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلْمُتَّقِينَ
“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ada dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.” (QS At-Taubah: 36)
Ayat ini menegaskan bahwa sesungguhnya jumlah bulan dalam satu tahun dalam ketetapan Allah ada dua belas bulan. Allah menetapkannya di lauhul mahfuzh pada pertama kali diciptakannya langit dan bumi. Dan di antara dua belas bulan itu terdapat empat bulan haram, Allah mengharamkan peperangan pada waktu tersebut; yaitu tiga bulan berurutan, Dzulqa’dah, Dzulhijjah, dan Muharram; dan satu bulan lagi Rajab.
Ayat ini mengandung sejumlah hikmah, antara lain: Pertama, penegasan Allah tentang bilangan bulan. Kedua, Allah menetapkan sesuatu sesuai kehendaknya. Ketiga, Allah melarang hamba-Nya menzalimi dirinya sendiri , terlebih pada bulan-bulan haram karena suatu hikmah. Keempat, syariat Allah ialah syariat yang lurus, tidak terdapat kebengkokan sedikit pun. Kelima, kebersamaan Allah dengan orang-orang yang bertakwa.
Selain mengandung hikmah, ayat di atas juga mempunyai nilai-nilai pendidikan, di antaranya: Pertama, mendidik menjadi insan yang saling menghormati. Kedua, senantiasa taat akan perintah Allah dan menerima ketentuan-Nya. Ketiga, tidak bermusuhan dan saling membunuh. Keempat, memuliakan apa yang Allah senantiasa muliakan.
Makna dan keistimewaan bulan haram
Dalam Islam dikenal istilah bulan haram. Dinamakan demikian karena pada bulan tersebut Allah SWT melarang seluruh hamba-Nya berbuat dosa atau melakukan hal yang dinilai haram secara syariat Islam. Bulan haram ada empat, yaitu: Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram, Rajab.
Menurut Al-Qodhi Abu Ya’la, ada dua alasan dan dua makna mengapa Allah SWT menamakannya bulan haram. Pertama, pada bulan itu diharamkan berbagai pembunuhan atau perbuatan keji lainnya. Kedua, pada bulan itu pula diharamkan melakukan tindakan dan perbuatan haram. Perintah ini lebih ditekankan daripada bulan lainnya karena kemuliaan bulan tersebut. Sebaliknya, pada bulan haram, dianjurkan untuk lebih memperbanyak amalan dan ketaatan kepada Allah SWT.
Menurut Ibnu Abbas, Allah SWT memang mengkhususkan empat bulan sebagai bulan haram (bulan yang dimuliakan). Sebab, jika berbuat dosa pada bulan-bulan tersebut, dosanya akan lebih besar dibandingkan bulan yang lain. Begitu juga sebaliknya, bila berbuat amal shalih, ganjaran kebaikan akan diperoleh dengan pahala yang berlipat-lipat. (Latha-if Al Ma’arif, 207)
Allah SWT berfirman:
Umat Islam diperintahkan untuk tidak melanggar kehormatan bulan haram.
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تُحِلُّوْا شَعَاۤىِٕرَ اللّٰهِ وَلَا الشَّهْرَ الْحَرَامَ
“Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu melanggar syiar-syiar kesucian Allah, dan jangan (melanggar kehormatan) bulan-bulan haram.” (QS Al Maidah: 2).
Makna bulan Dzulqa’dah
Dzulqa’dah berasal dari kata qa’da yang artinya duduk atau istirahat. Dalam Lisanul ‘Arab, sesuai maknanya, Dzulqa’dah menggambarkan keadaan orang Arab dahulu yang beristirahat dalam berperang dan bersiap untuk menyambut datangnya bulan haji, yaitu Dzulhijjah.
Allah berfirman:
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الشَّهْرِ الْحَرَامِ قِتَالٍ فِيهِ ۖ قُلْ قِتَالٌ فِيهِ كَبِيرٌ ۖ
Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah: “Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar… (Al-Baqarah: 217).
Disebutkan dalam riwayat Bukhari dan Muslim, bulan Dzulqa’dah ini juga menjadi bulan di mana Rasulullah SAW melaksanakan haji perpisahan atau haji wada. Beliau bersabda, yang artinya:
“Sesungguhnya zaman telah berputar sebagaimana keadaannya pada hari Allah menciptakan langit dan bumi, dalam setahun ada dua belas bulan, darinya ada empat bulan haram, tiga di antaranya adalah Dzulqa’dah, Dzulhijjah, dan Muharram. Sedangkan Rajab adalah bulan Mudhar yang terdapat di antara Jumadats Tsaniy dan Sya’ban.” (H Bukhari dan Muslim).
Bulan Dzulqa’dah adalah bulan yang tepat untuk segera mempersiapkan segala bekal baik untuk melaksanakan umrah maupun haji sebagai waktu yang ditentukan melaksanakan ibadah ke rumah Allah (Baitullah).
Allah berfirman:
ٱلْحَجُّ أَشْهُرٌ مَّعْلُومَٰتٌ ۚ فَمَن فَرَضَ فِيهِنَّ ٱلْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِى ٱلْحَجِّ ۗ وَمَا تَفْعَلُوا۟ مِنْ خَيْرٍ يَعْلَمْهُ ٱللَّهُ ۗ وَتَزَوَّدُوا۟ فَإِنَّ خَيْرَ ٱلزَّادِ ٱلتَّقْوَىٰ ۚ وَٱتَّقُونِ يَٰٓأُو۟لِى ٱلْأَلْبَٰبِ
‘(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal.” (QS. Al-Baqarah: 197)
Surat Al-Baqarah ayat 197 ini mengabarkan bahwa waktu berhaji telah diketahui waktunya yaitu pada bulan Syawwal dan Dzulqa’dah serta 10 Dzulhijjah. (Tafsir An-Nafahat Al-Makkiyah).
Pelajaran yang dapat diambil dari ayat tersebut, yaitu: Keharaman melakukan perbuatan keji (rafats), kefasiqan, dan permusuhan tatkala sedang ihram.
Bagi jamaah haji disunnahkan untuk memperbanyak amalan kebaikan selama ibadah hajinya agar pahalanya bertambah dan hajinya mabrur. (Aisarut Tafasir)
Waktu utama melakukan umrah yaitu di bulan haji dan bulan Dzulqa’dah. Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah RA berkata, “Allah memilihkan untuk Nabi-Nya dalam umrahnya hanyalah di waktu-waktu yang paling utama dan paling berhak untuk dilakukan umrah pada masa tersebut. Maka waktu yang paling utama untuk umrah adalah bulan-bulan haji dan pertengahan Dzulqa’dah. Inilah waktu-waktu yang kita meminta kepada Allah di dalamnya. Maka siapa saja yang memiliki kelebihan ilmu, hendaklah memberikan bimbingan ke sana.” (Jami’ul Fiqhi libnil Qayyim rahimahullah. Tahqiq Syaikh Yusri As-Sayyid Muhammad 3/467).
Makna haji
Haji secara bahasa adalah berkunjung. Adapun secara istilah adalah berkunjung ke rumah Allah (Baitullah) dengan amalan tertentu dan dalam waktu tertentu pula. Inilah yang membedakan kunjungan ke Baitullah dalam rangka haji dan umrah. Ibadah haji diwajibkan kepada mereka yang mampu. Seseorang bisa disebut mampu melaksanakan ibadah haji apabila memenuhi lima syarat menurut Syekh Zainuddin Abdul Aziz Al-Malibari dalam Fathul Muin Hamisy HasyiyahLanah at-Thalibin, juz 2, hlm. 282, sebagai berikut: Pertama, memiliki kesehatan jasmani. Kedua, sarana transportasi yang memadai. Ketiga, aman (terjaminnya keselamatan nyawa, harta dan harga diri seseorang, selama perjalanan dan pelaksanaan ibadah haji). Keempat, perginya perempuan dengan suami, mahram, atau beberapa perempuan yang dapat dipercaya. Kelima, ada rentang waktu yang memungkinkan untuk menempuh perjalanan haji.
Sedangkan menurut KBIH (Kelompok Bimbingan Ibadah Haji), seseorang yang akan melaksanakan ibadah haji mesti memiliki bekal. Bekal yang dimaksud, yaitu: Pertama, bekal fisik dan kesehatan yang menjadi fondasi menuju Tanah Suci. Bekal kedua, yang harus dipersiapkan oleh calon jamaah haji adalah pemahaman yang memadai tentang manasik haji. Bekal ketiga adalah bekal keperluan yang bersifat jasmani dan inilah umumnya yang selalu ditekankan oleh setiap KBIH kepada jamaah bimbingannya ketika akan berangkat. Setiap manusia tentu memiliki kebutuhan yang bersifat jasmaniah seperti makan dan minum yang harus dipenuhi semuanya.
Tentu sebaik-baiknya bekal untuk ibadah haji yaitu bekal takwa. Terkait hal ini ada tiga hal penting. Pertama, ikhlas kepada Allah dalam menunaikan ibadah haji. Kedua, sabar dalam menjalankan ibadah haji. Ketiga, berserah diri terhadap segala ketentuan dan kenyataan yang terjadi selama melaksanakan ibadah haji.
Selain itu ada tiga aspek yang harus dipahami sebagai persiapan melaksanakan ibadah haji. Aspek pertama adalah pemahaman terhadap fiqih ibadah haji, sehingga ibadah ini bisa dilaksanakan dengan benar sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah SAW. Aspek kedua adalah pemahaman terhadap makna-makna filosofis atau hikmah dari rangkaian pelaksanaan ibadah haji. Aspek ketiga adalah pemahaman terhadap nilai-nilai sejarah pada tempat-tempat yang dikunjungi, baik di Mekkah maupun Madinah, dan sekitarnya.
Para calon jamaah haji juga harus memperhatikan tiga hal berikut sebelum berangkat. Pertama, niat pergi haji karena Allah semata. Allah berfirman:
فِيهِ ءَايَٰتٌۢ بَيِّنَٰتٌ مَّقَامُ إِبْرَٰهِيمَ ۖ وَمَن دَخَلَهُۥ كَانَ ءَامِنًا ۗ وَلِلَّهِ عَلَى ٱلنَّاسِ حِجُّ ٱلْبَيْتِ مَنِ ٱسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا ۚ وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ ٱللَّهَ غَنِىٌّ عَنِ ٱلْعَٰلَمِينَ
Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim; barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam. (QS Ali Imran: 97).
Kedua, bertekad meninggalkan perbuatan syirik. Maka, tanamkanlah kalimat talbiyah dalam dada.
Ketiga, mempraktikkan ketakwaan/ketaatan kepada Allah dengan sebaik-baiknya.
وَتَزَوَّدُوا۟ فَإِنَّ خَيْرَ ٱلزَّادِ ٱلتَّقْوَىٰ ۚ وَٱتَّقُونِ يَٰٓأُو۟لِى ٱلْأَلْبَٰبِ
Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal. (QS al-Baqarah: 197).[]
alhamdulillah jazakallah khair pa kyai barakallah