Tahun 2003, saya berkunjung ke Jepang untuk yang kedua kalinya.. Kunjungan saya sebagai Senior Official Directotate General. of Livestock Services sebagi bagian dari berbagai proyek kerjasama tehnis Indonesia-Jepang di bidang peternakan dan kesehatan hewan dibawah JICA Japan International Cooperation Agency.
Kunjungan saya berlangsung selama dua minggu dan saya diminta meninjau dan berdiskusi dengan banyak pihak yang merumuskan kebijakan pembangunan pertanian di Jepang didampingi seorang penterjemah.
Salah satu obyek menarik yang saya kunjungi adalah Prefektur Oita tempat lahirnya konsep One Village One Product (OVOP) yang dicetuskan oleh Prof Morihiko Hiramatsu seorang Gubernurnya di tahun 1980. Konsep ini kemudian banyak diadopsi banyak negara termasuk Indonesia. Akhirnya berlombal lomba UMKM Indonesia di desa menunjukkan keunggulan potensi desa dan wilayahnya.
Apa yang terjadi sekarang di Jepang
Jepang, negeri Matahari Terbit itu telah lupa kepada pertumbuhan penduduknya sendiri. Tanpa disadarinya pertumbuhan penduduk Jepang menurun terus. Data yang ada menunjukkan adanya penurunan penduduk Jepang di tahun 2021, minus 0,5 persen. Penutunsn ini erat kaitannya dengan semakin maju dan lengkapnya pelayanan kesehatan, tingkat pendidikan, pangan bergizi yang berdampak pada semakin tingginya usia harapan hidup orang Jepang. Usia harapan hidup (life expectancy) menjadi 87 tahun untuk wanita dan 81tahun untuk pria saat ini (2022 menurut Kementrian Kesehatan Jepang)
Perkembangan selanjutnya menyebabkan tingginya penduduk centerinarian yaitu penduduk yang berusia diatas 100 tahun.. Jumlahnya tak tanggung tanggung di tahun 2022, berjumlah 86.510 orang meningkat 6.060 orang sejak tahun 2020. Artinya 1 dari 1.450 orang Jepang berusia 100 tahun atau gambaran demografi nya aging population . Angka kelahiran yang rendah dan meningkatnya orang tua di Jepang serta semakin tingginya urbanisasi itulah gambaran Jepang masa kini dan masa depannya. Sehingga Perdana Mentrinya
Funio Kishida mewanti wanti kalau terus terjadi fenomena ini maka akhirnya Jepang akan kehilangan indentitas.
Dampak Lanjutan
Hilangnya identitas seperti dikatakan oleh PM Dunia Kishida diakibatkan utamanya karena semakin turunnya angka kelahiran di Jepang telah berdampsk pada kehidupan di pedesaan dengan banyaknya sekolah tingkat SD dan SMP yang tutup.ksrena tidak ada muridnya. Dilaporkan bahwa setiap tahunnya 450 sekolah tutup dan mayoritas ada di pedesaan. Pedesaan benar benar kekurangan penduduk usia 18.tahun ke bawah.
Mereka terpaksa melakukan urbanisasi.kekota besar lainnya selepas pendidikan dasar SD dan SMP untuk melanjutkan sekolah yang lebih tinggit dan tidak mau kembali ke desa asalnya. Memilih meniti karier di kota. Tingkat urbanisasi yang tinggi menyebabkan desa kekurangan tenaga produktif dan menyebabkan desa Jepang menjadi sepi.
Desa yang terbengkalai
Pilihan karier atau keluarga, selanjutnya menjadi isu yang pelik bagi penduduk Jepang. Kalau memilih berkeluarga generasi muda Jepang berkeberatan karena harus menanggung biaya yang tidak sedikit untuk keluarganya selain stress karena pekerjaan. Memilih karier dituntut jam kerja yang panjang. Akhirnya mereka lebih memilih karier dari pada keluarga
Akibatnya mereka sudah lupa ke desa asalnya karena tuntutan kehidupan yang komplek dan keras di tempat kerja. Desa semakin sepi karena di tinggal. Sekolah pada ditutup, tidak ada murid baru karena kelahiran zero. Malahan rumah dibiarkan rusak dan tanah pertaniannya dibiarksn merana terbengkalai. Kalau ada tanah warisan, mereka enggan kembali karena biaya yang dinilai tinggi dan tidak produktif. . Desa sepi dari suara cerianya anak anak.
Banyak desa di Jepang berubah fungsi menjadi desa wisata museum atau gallery dan pusat kerajinan
Pelajaran untuk Indonesia
Di tahun 2003 ketika saya di Jepang, program OVOP gencar di gaungksn oleh pemerintah Jepang tetapi belum memperhitungkan dampak perubahan demografi dan budaya Jepang yang akan timbul yang ternyata menghilangkan potensi specfik desa Jepang. Walaupun ide ini sangat baik, tetapi kalau sampai terjadi hilangnya identitas bangsa seperti yang diucapkan sendiri oleh Perdana Menteri Jepang tentunya tidak kita kehendaki.
Diperlukan kebijaksanaan yang holistik antara kebijakan tehnis, sosial budaya, ekonomi termasuk arah kependudukan. Menghilangkan salah satu aspek saja dapat menimbulkan dampak yang tidak diharapkan Mari kembali ke desa dengan menjadikan desa sebagai tulang punggung ekonomi bangsa ini dengan segala pernak pernik sosial ekonominya. Tantangan buat generasi milenial dan zelenial Indonesia.