Depok, Gontornews — Ustadz Idrus Yusuf MA pada Jumat pagi (14/10/2022) berkesempatan membahas Kitab Arbain Nawawi Hadits ke-22 dengan tema Menjaga Ibadah dan Hukum Allah Adalah Jalan Menuju Surga.
Surga adalah sesuatu yang ghaib yang mana tidak akan pernah bisa dilukiskan keindahannya oleh pikiran manusia. “Apa yang telah Allah SWT lukiskan di dalam al-Qur’an tentang bagaimana itu surga dan neraka, tetap tidak bisa akal kita menggambarkan akan nikmatnya surga dan betapa mengerikannya neraka,” terang Ustadz Idrus kepada Gontornews.com.
Rasulullah SAW dulu pernah menceritakan seorang hamba, yang ketika di dunia dia adalah orang yang paling kaya dan paling senang hidupnya, namun ketika di akhirat ia dicelupkan sekali ke neraka. Lalu ketika diangkat setelah satu celupan di neraka, ia ditanya, “Hai fulan apakah kamu pernah merasakan kenikmatan?” Dia jawab, “Belum pernah saya merasakan kenikmatan.” Lalu, ada seseorang yang paling sengsara hidupnya ketika di dunia, kemudian ia dimasukan sekali ke surga. Setelah itu ia ditanya, “Apakah kau pernah merasakan kesengsaraan?” Ia menjawab, “Tidak pernah.”
Ustadz Idrus kemudian menekankan bahwa Hadits ini shahih. “Hadits ini menggambarkan akan betapa nikmatnya surga dan betapa sengsaranya adzab di neraka,” tegasnya.
Dalam satu hadits dari Abu Ayyub al-Anshori RA, Ada seorang lelaki berkata kepada Nabi SAW, “Ya Rasulullah kabarkan kepadaku suatu amal yang akan memasukkanku ke dalam surga?” Rasulullah SAW kemudian menjawab, “Beribadahlah engkau kepada Allah dan jangan menpersekutukannya dengan sesuatu apapun, dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan hubungkan tali silaturahim.” HR. Bukhari.
Hadits ini menggambarkan tentang keimanan mereka yang begitu besar akan perkara ghaib yakni surga begitu tinggi. Berbeda dengan keimanan kebanyakan orang sekarang yang masih rendah imannya, sehingga masih belum percaya dengan kebenaran akan adanya surga dan neraka di akhirat kelak.
Arti hadits ini ialah janganlah mempersekutukan Allah dengan apapun. Hati-hati dengan kesyirikan dan syirik yang paling kecil adalah riya’, maka diingatkan oleh Nabi. Kemudian dirikanlah shalat, tunaikan zakat, hubungkanlah tali silaturahim.
Hal yang paling susah itu ketika kita ingin menyambung silaturahim dan orang lain yang memutuskannya. Ini yang paling susah, rata-rata masalah ini yang belum bisa kita laksanakan. “Silaturahim yang paling tinggi nilainya ialah ketika kita ingin menyambungnya, tapi saudara kita ingin memutuskannya,” tutup ustadz berkacamata tersebut. [Edithya Miranti]