Dalam memaknai hijrah, seseorang perlu memahami dasar dan asal-usulnya. Terkadang, banyak masyarakat yang menganggap hijrah hanya terbatas pada persoalan fisik saja. Alasannya, hijrah hanya terbatas pada pelaksanaan hijrah Rasulullah SAW dari Mekkah ke Madinah. Padahal, hijrah memiliki cakupan makna yang sangat luas.
Hijrah merupakan perintah langsung dari Allah SWT kepada Rasulullah SAW yang hadir dalam bentuk “konsep” yang lantas dilaksanakan oleh Rasulullah SAW dalam keseharian beliau sebagai suri teladan atau uswatun hasanah.
Pendiri Sirah Community Indonesia (SCI), Ustadz Asep Sobari, menjelaskan bahwa perintah hijrah, untuk pertama kali, muncul dari surat Al-Mudatsir ayat 5 yang berbunyi: “Warrujza Fahjur” yang berarti “Tinggalkanlah segala bentuk perbuatan keji (kaum jahiliyah)”. Karenanya, pria yang mengemban amanah sebagai Direktur Eksekutif Institut of Islamic Thought and Civilization (INSISTS) mengatakan bahwa ayat tersebut bersifat imunitas bagi Rasulullah SAW.
“Pelaksanaan perintah warrujza fahjur itu lebih kepada aspek nonfisik. Perintah ini bersifat abstrak dan sangat maknawi. Jadi, perintah itu merupakan upaya untuk membangun imunitas dalam menyebarkan risalah Allah SWT. Perintah itu dilakukan agar risalah yang disampaikan betul-betul risalah keislaman. Kamu jaga kemurnian risalahnya dan jangan sampai kamu terkontaminasi dan terkotori (dengan perilaku jahiliyah),” ucap Ustadz Asep saat ditemui Majalah Gontor di Rumah Sirah Depok.
Wartawan Majalah Gontor, Mohamad Deny Irawan, berkesempatan mewawancarai alumnus Pondok Modern Darussalam Gontor 1994 itu. Berikut petikan wawancaranya:
Bagaimana Anda memaknai kata hijrah?
Makna hijrah itu luas. Hijrah tidak terbatas pada perilaku fisik. Saat kita ingin memahami makna hijrah, kita perlu memahami dan mengetahui dasar dan asal usul hijrah itu sendiri. Dalam artian, kita perlu menggabungkan makna hijrah sebagai konsep Al-Qur’an dan hijrah dalam konteks pelaksanaan sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah SAW.
Alasannya jelas, karena konsep dasar hijrah bersumber dari Al-Qur’an dan itu bersifat mutlak serta Rasulullah, sebagai uswatun hasanah, memainkan peran penting dalam memahami makna hijrah sampai kapan pun.
Oleh karena beliau diposisikan sebagai uswatun hasanah, secara tidak langsung, hijrah telah menjadi bagian dari perjalanan kehidupan Rasulullah SAW. Laqod kāna lakum fi rasulillah uswatun hasanah. Artinya, relevansi pelaksanaan hijrah berlaku hingga hari kiamat.
Karenanya, upaya untuk terus menggali, mencari contoh serta menjadikan hijrah sebagai inspirasi untuk hari ini, jika tidak dibarengi pemahaman makna mendasar dari pelaksanaan hijrah Rasulullah SAW, maka akan sia-sia saja dan tidak akan mencapai titik ideal pemahaman makna hijrah. Bagi saya itu mutlak. Tanpa pemahaman yang kuat terhadap hijrah Rasulullah SAW, pemaknaan hijrah hari ini tidak akan ideal. Itu poinnya.
Dari mana asal kata atau perintah hijrah?
Jangan lupa bahwa kemunculan istilah hijrah berasal dari Al-Qur’an. Bahkan, sebelum Rasulullah berhijrah dari Mekkah ke Madinah. Dari segi urutan, kata hijrah muncul di awal sekali. Saat Rasulullah mulai berdakwah, kata itu sudah muncul. Di hari-hari pertama beliau dakwah, surat Al-Mudatsir itu, oleh para ulama, sebagai surat pertama yang menandai Rasulullah diutus sebagai Rasul, dalam arti mendapatkan perintah untuk menjalankan kerasulannya. Yā ayyuha al-muddatsir. Qum fa andzir. Bangkitlah dan sampaikanlah peringatan. Dakwah kan begitu, sampaikanlah peringatan kepada orang-orang. Sementara perintah ‘Iqra’ bersifat personal, pribadi. Setelah itu, warabbaka fakabbir, wa tsiyabaka fatahhir, warrujza fahjur. Fahjur itu fi’il amr (kata perintah) berarti perintah untuk hijrah. Bayangkan, pelaksanaan hijrah itu 13 tahun kemudian saat beliau hijrah ke Madinah.
Apakah hijrah harus dimaknai secara fisik?
Kata hijrah sudah diturunkan sejak awal dakwah. Karenanya, jelas dari awal bahwa hijrah itu, persoalan mendasarnya bukanlah masalah fisik atau pindah dari satu lokasi ke lokasi yang lain, dari satu tempat ke tempat lain, dari satu negeri ke negeri lain. Masalahnya bukan di situ. Sehingga, jangan sampai disalahpahami bahwa hijrah terbatas hanya bersifat fisik saja. Sementara saat tidak ada kebutuhan fisik, apakah pelaksanaan hijrah juga terhenti? Itulah alasan mengapa hijrah tidak melulu dikaitkan dengan persoalan fisik semata.
Jadi kalau hari ini orang berpikir hijrah itu dalam arti secara otomatis pindah fisik, pindah lokasi, pindah tempat itu keliru. Tidak mesti. Ketika dibutuhkan, ketika ada kebutuhan medesak lakukan, tapi hijrah sendiri tetap harus dilakukan meskipun itu tidak dalam bentuk perpindahan fisik.
Apa fungsi hijrah bagi Rasulullah?
Kalau kita melihat dari rangkaian Surat Al-Mudatsir, saya melihat maknanya dalam rangka membangun imunitas. Tujuh ayat di surat Al-Mudatsir ini merupakan ayat pembekalan bagi seseorang untuk memulai aktivitas dakwah. Karena Rasulullah akan berhadapan dengan banyak orang dengan segala latar belakang dan permasalahan yang berbeda-beda, sementara objek dakwahnya masyarakat jahiliyah, maka sudah tentu, melalui ayat itu, Rasulullah diminta untuk membangun imunitas agar dirinya tidak terdampak dan terkontaminasi dengan tingkah laku kejahiliyahan seiring dengan pesentuhannya dengan masyarakat jahiliyah secara intensif.
Bagaimana Anda melihat peringatan tahun baru Islam?
Kalau itu tergantung kita dalam memaknai. Kita mau mengungkapkan kata hijrah dalam even apapun, dalam konteks apapun hari ini, kalau kita tidak memahami, konsep dan praktik hijrah Rasulullah SAW, ya kita tidak akan pernah bisa memaknai hijrah secara ideal dalam arti yang sesungguhnya. Nanti malah jadinya hijrah seremonial dalam bentuk kumpul-kumpul, ceramah-ceramah, dan hanya sebatas itu saja. Lalu hijrahnya bagaimana? Apalagi kalau kemudian peringatan tahun baru hijriyahnya hanya lebih ke entertain-nya. Oke, entertainment dalam arti masih berada pada batasan syariah. Tapi kalau hanya itu yang terjadi, lalu apa yang kemudian menjadi pembahasan kita: tahun ini kita punya agenda apa? Ketika masuk tahun baru hijriyah, agenda itu sejauhmana kita evaluasi pelaksanaannya? Pencapaiannya di mana? Apakah kemudian kita sudah bisa masuk ke agenda baru yang lebih tinggi atau jangan-jangan kita diam di situ saja. Ataukah kemudian ada penurunan, atau ada pelambatan dibanding dengan tahun sebelumnya. Itu harus kita lakukan. Karena hijrah itu kan intinya perubahan terus-menerus untuk menjadi lebih baik. Padahal hijrah itu, sampai ke titik, Al yawma akmaltu lakum dinukum wa atmamtu ‘alaykum ni’mati wa raḍhītu lakum islāma dīna.
Apa yang diperlukan seseorang untuk berhijrah?
Seseorang yang ingin betul-betul berhijrah harus mempelajari lebih dalam lagi apa itu makna hijrah. Jangan sampai merasa sudah mengambil keputusan hijrah lantas ia merasa sudah selesai tugasnya. Hijrah itu perlu diniatkan untuk berubah menjadi lebih baik secara terus-menerus dan itu tidak terbatas. []