Ponorogo, Gontornews — Minimnya pemahaman masyarakat Desa Brahu, Kecamatan Siman, Kabupaten Ponorogo, terhadap hukum waris Islam memicu masyarakat untuk memilih menerapkan hukum adat ketika membagi warisan keluarganya yang wafat.
Kepada Gontornews.com, Indah Puspitasari SP ME CMed menjelaskan bahwa temuan ini kemudian ditindaklanjuti dengan penelitian lebih dalam yang dilakukan oleh Universitas Darussalam (UNIDA) Gontor, melalui program penelitian Hibah Internal skema Penelitian Stimulus Dosen, yang beranggotakan, Indah Puspitasari SP ME CMed (peneliti utama yang juga Wakil Direktur Centre for Mawarith Studies UNIDA Gontor), Ahmad Muqorobin SHI MA PhD, dan M. Bagus Saputro, pada bulan September-Desember 2024 yang lalu.
Penelitian itu pun menggunakan metode kualitatif dengan wawancara mendalam kepada informan yang dipilih secara purposif. “Hasilnya menunjukkan bahwa masyarakat pada umumnya masih terikat pada tradisi keluarga yang sudah mengakar,” terang Indah.
Salah satu informan mengungkapkan bahwa pembagian warisan sering kali tertunda hingga 1.000 hari setelah kematian anggota keluarga. “Kami biasanya menunggu semua anggota keluarga siap, bahkan terkadang menunda pembagian hingga pasangan almarhum/almarhumah juga meninggal,” ungkap seorang warga.
Menurut hasil wawancara, banyak keluarga di Desa Brahu yang membagi harta warisan secara rata (dum podo), ada juga yang memberikan keistimewaan kepada anak bungsu yang dianggap lebih berjasa dalam merawat orangtua dengan memberikan rumah keprabon.
Pemahaman masyarakat tentang hukum waris Islam pada umumnya memang masih rendah. Hal ini menyebabkan adat setempat sering kali lebih diutamakan daripada hukum agama. “Praktik ini dianggap lebih praktis dan menghindari konflik, tetapi tidak sesuai dengan hukum waris Islam yang memiliki aturan pasti berdasarkan Al-Qur’an, Hadits, dan Ijma’,” tekan Indah.
Tim peneliti kemudian merekomendasikan pendekatan edukasi yang melibatkan tokoh masyarakat dan perangkat desa untuk mengatasi masalah masih awamnya masyarakat Desa Brahu terhadap hukum waris Islam ini. Program seperti pengajian rutin dan diskusi interaktif dinilai efektif untuk meningkatkan kesadaran hukum waris Islam.
Masyarakat Desa Brahu dan aparat desa juga mendukung adanya program edukasi. Pengajian yasinan yang rutin diadakan dapat menjadi platform awal untuk menyampaikan materi hukum waris Islam. Selain itu, organisasi perempuan seperti Aisyiyah di Desa Brahu diharapkan juga dapat memainkan peran penting dalam sosialisasi.
Penelitian ini tidak hanya menjadi langkah awal untuk memahami permasalahan hukum waris di Desa Brahu, tetapi juga menawarkan solusi konkret berupa program edukasi dan pendampingan secara bertahap. Dengan kolaborasi antara akademisi, perangkat desa, dan tokoh masyarakat, diharapkan masyarakat Desa Brahu dapat mengaplikasikan hukum waris Islam dengan lebih baik. Sehingga perintah Allah SWT tidak diabaikan, serta harmoni dalam keluarga juga tidak dinafikan. [Edithya Miranti]