Oleh Dedi Junaedi
Wartawan dan Dosen INAIS Bogor
Sebagai solusi masa depan, tim Massachusetts Institute of Technology (MIT) mengusulkan sebuah arsitektur baru nanoprosesor fotonik. Merupakan model jaringan syaraf tiruan yang sepenuhnya berbasis optik, nanoprosesor ini menawarkan peningkatan kecepatan komputasi dan efisiensi daya jauh lebih baik dari sistem komputer listrik yang konvensional.
Menurut MIT News, nanofotonik merupakan solusi komputer masa depan. Kemampuan dan kinerjanya 1.000 kali lebih baik dari komputer berbasis microchip biasa. Dia juga menjadi nanochip model untuk menanganani sistem jaringan syarat tiruan berbasis sistem pembelajaran Deep Learning.
Deep Learning (DL), jelas Prof Marin Soljačić dari Departemen Fisika MIT, merupakan konsep generik untuk model jaringan syaraf yang berusaha meniru cara bagaimana otak bekerja dan belajar dari akumulasi contoh telah menjadi topik hangat dalam ilmu computer modern. Selain memungkinkan hadirnya teknologi baru seperti program perangkat lunak untuk pengenalan wajah dan suara, sistem DL ini juga dapat diandalkan mampu mengumpulkan sejumlah besar data medis untuk menemukan pola standar diagnostik, atau memindai formula kimia untuk pengembangan obat-obatan baru yang lebih efektif di masa depan.
Berpuluh tahun, lanjut Marin Soljačić, berlaku asumsi bahwa untuk memenuhi kaidah tersebut mutlak diperlukan model perhitungan yang rumut dan sangat kompleks, sekaligus menuntut terobosan besar dalam merancangbangun model prosesor komputernya. Bahkan, bila mikroprosesor listrik jadi acuan, maka perlu ruang yang sangat besar untuk mewujudkannya. Bayangkan, berapa besar dan rumitnya merancang komputer yang terdiri dari jutaan hingga miliaran jaringan syarat tiruan.
Sekarang, tim peneliti MIT telah mengembangkan pendekatan baru untuk menfaslitasi komputasi semacam itu. Yakni mengembangkan prosesor nano yang bekerka dengan menggunakan cahaya, bukan listrik seperti mikroprosesor yang selama ini kita kenal. Namanya, nanoprosesor fotonik. Menurut mereka, nanoprosesor ini bisa sangat meningkatkan kecepatan dan efisiensi sistem komputasi berbasis deep learning (pembelajaran mendalam).
Hasil inovasi mereka disampaikan dalam salah satu makalah di jurnal Nature Photonics. Penulis utamanya adalah dua mahasiswa post doctoral MIT, Yichen Shen dan Nicholas Harris. Keduanya bekerja dalam bimbingan Profesor Marin Soljačić dan Dirk Englund. Mereka dibantu delapan peneliti lainnya.
Menurut Soljačić, selama ini banyak periset selama bertahun-tahun telah membuat klaim tentang komputer berbasis optic. Namun, lanjutnya, para peneliti terlalu dramatis menyusun prospek risetnya sehingga menjadi bumerang.
Faktanya, kata gurubesar ilmu computer MIT itu, banyak usulan pengebangaan komputer fotonik semacam itu ternyata tidak praktis. Maka, dia berharap sistem nanoprosesor fotonik yang dikembangkan Yichen Shen dan koleganya bisa diterapkan untuk menfasilitasi sejumlah aplikasi berbasis program ‘pembelajaran mendalam’.
Arsitektur komputer tradisional (baca konvensional), jelas Shen, tidak terlalu efisien untuk menangani sistem nalar dan logika aneka jenis perhitungan yang dibutuhkan untuk tugas-tugas jaringan syaraf tiruan tertentu. Tugas-tugas kompleks seperti itu biasanya melibatkan penggandaan matriks yang berulang, dan ujungnya berdampak bisa sangat membutuhkan proses komputasi yang intensif pada chip sebuag CPU (Central Processing Unit) atau GPU (graphics processing unit) yang konvensional.
Setelah bertahun-tahun melakukan penelitian, tim MIT kini telah menemukan cara untuk melakukan operasi optik ini. “Chip ini, begitu Anda menyetelnya, bisa melakukan perbanyakan matriks secara instan dengan prinsip penggunaan energy hampir nol,” tegasnya. “Kami telah berhasil merancang blok bangunan pentingnya, namun belum sepenuhnya menyusun sistem computer yang utuh.”
Secara analogis, Soljačić menunjukkan bahwa bahkan lensa kacamata biasa pun melakukan perhitungan rumit (disebut transformasi Fourier) pada gelombang cahaya yang melewatinya. Cara berkas cahaya melakukan perhitungan di chip fotonik baru memang lebih rumit, namun memiliki prinsip dasar yang sama. Pendekatan baru menggunakan beberapa berkas cahaya yang diarahkan sedemikian rupa sehingga gelombang mereka saling berinteraksi, menghasilkan pola interferensi yang menyampaikan hasil operasi yang diinginkan. Perangkat yang dihasilkan oleh peneliti MIT disebut sebagai programmable nanophotonic processor (PNP) atau prosesor nanofotonik yang dapat diprogram.
Menurut Shen, chip optik yang menggunakan arsitektur ini pada prinsipnya dapat melakukan perhitungan pada algoritma kecerdasan buatan yang lebih cepat dan menggunakan energi sekitar 1.000 kali lebih hemat dari enegi yang biasa dipakai pada chip elektronik konvensional. “Keuntungan alami dari penggunaan cahaya untuk melakukan perkalian matriks diakui berperan sangat besar dalam mempercepat dan menghemat daya. Apalagi multiplikasi matriks padat adalah bagian yang paling haus dan paling memakan waktu dalam algoritma AI,” ungkapnya seperti dikutip MIT News.
Prosesor PNP serupa juga dikembangkan Harris dan kolaboratornya di Laboratorium Englund. Menggunakan serangkaian berkas cahaya dengan beberapa panjang gelombang berbeda, mereka memodifikasi arsitektur AI fotonik. “Anda bisa memprogram dalam operasi matriks apa pun,” kata Harris. Prosesor memandu cahaya melalui serangkaian gelombang fotonik gabungan. Tim ini juga ikut mengembangkan model operasi yang disebut fungsi aktivasi nonlinier, analogi dengan pengoperasian neuron di otak.
Untuk mendemonstrasikan konsep tersebut, tim tersebut menetapkan prosesor nanophotonic yang dapat diprogram untuk mengimplementasikan jaringan syaraf tiruan yang mengenali empat suara vokal dasar. Bahkan dengan sistem Rudimenter ini, mereka mampu mencapai tingkat akurasi 77 persen, dibandingkan sekitar 90 persen untuk sistem konvensional. ‘’Gap akurasi ini saya kira optimis bisa diatasi dengan replikasi riset lanjutan,’’ tegas Soljačić.
Prof Englund menambahkan bahwa prosesor nanophotonic yang dapat diprogram dapat memiliki aplikasi lain juga, termasuk pemrosesan sinyal untuk transmisi data. “Pengolahan sinyal analog berkecepatan tinggi adalah sesuatu yang bisa dikelola” lebih cepat daripada pendekatan lain yang pertama kali mengubah sinyal menjadi bentuk digital, karena cahaya adalah media analog inheren. “Pendekatan ini bisa melakukan pemrosesan langsung di domain analog,” katanya.
Tim tersebut mengatakan masih akan berusaha lebih keras dalam lanjutan riset berikutnya untuk membuat sistem ini lebih bermanfaat. Pada saatnya, dia percaya sistem komputer fotonik dapat dinaikkan statusnya hingga berfungsi penuh. Komputer fotonik dapat diandalkan menjadi solusi masa dari setidaknya untuk pengembangan model pusat data dan sistem keamanan masa depan.
Nanoprosesor fotonik itu juga diharapkan dapat bermanfaat untuk pengembangan model-model mobil dan drone masa depan yang berbasis autopilot. Pendeknya, kata Harris, “kapanpun Anda perlu bantuan prosesor untuk menghemat waktu dan tenaga, nanofotonik ini bisa diandalkan.’’
Tim peneliti yang terlibat dalam pengembangan nanoprosesor fotonik bersifat multidisiplin ilmu. Antara lain melibatkan ahli elektronika Mihika Prabhu, ahli matematika Xin Sun, biolog Shijie Zhao, serta teknisi Tom Baehr-Jones dan Michael Hochberg dari Elenion Technologies di New York, dan Hugo Larochelle di Université de Sherbrooke di Quebec. Pekerjaan tersebut mendapat dukungan Kantor Riset Angkatan Darat AS (DARPA), melalui Institute for Soldier Nanotechnologies, National Science Foundation, dan Air Force Office of Scientific Research.
Kistal Fotonik
Sebelumnya, Tim MIT juga mengembangkan riset kristal fotonik. Sebagaimana dilaporkan jurnal Science Advances (2016), Tim MIT asuhan Marin Soljačić dan John Joannopoulos telah mengembangkan teknik baru membuat kristal fotonik dengan cara yang lebih praktis dan hemat energi.
Model kristal fotonik iso-frekuensi. Gambar kiri adalah model eksperimental, gambar kanan adalah model teoritik.
Kristal fotonik dibuat dengan mengebor jutaan lubang jarak dekat yang sangat kecil, dalam lapisan material transparan, dengan menggunakan variasi metode pembuatan microchip. Bergantung pada orientasi, ukuran, dan jarak lubang yang tepat, bahan-bahan ini dapat menunjukkan berbagai sifat optik yang khas, termasuk “superlensing,” yang memungkinkan pembesaran yang melampaui batas teoritis normal, dan “pembiasan negatif”, di mana Cahaya ditekuk ke arah yang berlawanan dengan jalannya melalui bahan transparan normal.
Penemuan teknik baru itu disebut sebagai trik yang cerdas dan brilian. “Dengan trik cerdas, Tim Soljači dapat mengubah apa yang biasanya merupakan gangguan (hal yang tak terelakkan dalam nanofabrikasi) menjadi sumber keuntungan mereka,” kata Mikael Rechtsman, asisten profesor fisika di Pennsylvania State University. Hamburan acak yang disebabkan oleh gangguan tersebut memungkinkan mereka untuk secara langsung menggambarkan kontur iso-frekuensi struktur pelat kristal fotonik, jelasnya.
“Caranya memang sangat indah, mengesanan, dan dapat langsung diamnfaatkan untuk mengamati kontur iso-frekuensi,” kata Soljačić. “Anda hanya menyorot sampel, dengan arah dan frekuensi yang benar. Dan hasilnya yang keluar adalah gambaran langsung dari informasi yang dibutuhkan,’’ katanya.
Temuan ini berguna untuk pengembangan sejumlah aplikasi. Tak hanya untuk computer fotonik, tetapi juga untuk pembuatan layar display yang besar dan transparan. Atau untuk membuat tampilan pribadi yang hanya bisa dilihat langsung orang di depan layar.
Dedi Junaedi