Umat Islam yang merupakan mayoritas penduduk Indonesia, tentunya merupakan mayoritas pahlawan bangsa yang tidak bisa dipungkiri andil dan jasanya dalam mengusir penjajah. Bahkan proklamasi kemerdekaan Indonesia yang terjadi pada tanggal 17 Agustus 1945 itu juga merupakan salah satu bentuk perjuangan nyata ulama di masanya.
Maka, dalam memperingati momentum kemerdekaan bangsa ini, sudah sepatutnya kita tidak melupakan jasa ulama dalam meraih kemerdekaan Indonesia, terutama ketulusan hati mereka dalam mementingkan kemaslahatan umat di atas segalanya. Untuk mengulik lebih jauh terkait hal ini, reporter Majalah Gontor, Edithya Miranti, telah berhasil mewawancarai Prof Dr Drs H Abdul Wahid Hasyim MAg, Guru Besar Ilmu Sejarah Islam Indonesia di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang juga merupakan alumnus Pondok Modern Darussalam Gontor tahun 1974, berikut petikannya:
Mohon dijelaskan apa makna kemerdekaan yang sesungguhnya bagi bangsa Indonesia?
Makna kemerdekaan artinya terbebas dari penindasan. Tadinya kita berada di bawah penjajahan bangsa lain seperti bangsa Eropa: Portugis, Spanyol, dan yang paling lama itu Belanda, yang mengakibatkan umat Islam tertindas dalam banyak hal, baik di bidang ekonomi maupun sosial. Bahkan dalam bidang agama juga orang-orang Islam tidak dikenalkan masalah politik serta diadu domba satu dengan lainnya.
Sampai setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, bisa dimaknai bahwa merdeka itu artinya kita bebas dari penjajahan, penderitaan, kita bisa berdiri sendiri tanpa ada intervensi dari negara lain. Sehingga kita bisa bebas menentukan pemerintahan kita sendiri.
Setelah dinyatakan merdeka, hingga kini Indonesia masih terus dihantam dengan beragam permasalahan bangsa khususnya akibat sikap tamak dari para penguasa dan masuknya beragam model penjajahan gaya baru. Bagaimana tanggapan Anda?
Memang nyatanya seperti itu, maka ada yang mengesankan bahwa kita itu kaya, tapi kenyataannya kita miskin karena kekayaan kita banyak dikuasai kalangan tertentu saja. Kita ini sebenarnya merdeka, tapi belum menikmati kemerdekaan. Mereka itu berkuasa, tapi bukan untuk menyejahterakan rakyatnya, baik dalam bidang ekonomi, sosial, politik, maupun agama.
Di bidang agama misalnya, masyarakat harusnya bisa menikmati dan nyaman dalam beribadah, tapi kadang-kadang ada pihak lain yang mengintervensi sehingga terjadilah ulama menjadi terganggu ketika berdakwah.
Di bidang politik juga begitu, hanya kalangan tertentu saja yang bisa menguasainya. Banyak politisi yang setelah terpilih sebagai pejabat lupa akan janjinya dan hanya mementingkan diri sendiri.
Memang ada penjajahan gaya baru, ideologi dan ekonomi seperti dipaksakan, yang nyatanya berakibat rakyat yang miskin tambah miskin dan yang kaya tambah kaya, karena banyak penguasa yang hanya ingin memperkaya diri, keluarga, dan kelompoknya semata.
Bagaimana peran besar ulama terdahulu dalam memperjuangkan dan mempersiapkan kemerdekaan Indonesia?
Dulu kita ini di bawah pengaruh ajaran Hindu, Budha, namun setelah dakwah Islam masuk dan berhasil mendirikan kerajaan-kerajaan Islam, Hindu, Budha habis. Sedangkan ajaran Islam tersebar ke berbagai penjuru Tanah Air dan berhasil menjadikan mayoritas masyarakat Indonesia Muslim. Sehingga wajar peran besar umat Islam sangat besar dalam kemerdekaan.
Bahkan setelah Belanda pergi, sikap Jepang yang mendekati ulama, dimanfaatkan oleh ulama untuk berjuang merebut kemerdekaan Indonesia. Hingga kemudian muncullah partai-partai Islam yang ikut mewarnai perjuangan.
Penting diketahui bahwa kemerdekaan kita juga bukan karena pemberian dari Jepang, namun berkat perjuangan para pahlawan. Setelah Jepang terusir, dalam konferensi Wina disebutkan negara ini harus diserahkan kepada penjajah sebelumnya yakni Belanda, namun kala itu orang Islam sepakat untuk memajukan proklamasi kemerdekaan menjadi tanggal 17 Agustus 1945 dan meminta Sukarno untuk mau memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Sehingga terjadilah proklamasi di tanggal tersebut oleh Sukarno dan Hatta berkat desakan ulama.
Bagaimana Anda melihat peran ulama dalam Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI)?
Ulama punya peran besar dalam rumusan dasar negara. Orang Islam ingin dasar negaranya agama, tapi Islam yang sekuler ingin dasar negaranya Pancasila. Dari kesembilan perumus tersebut, Nasraninya hanya satu dan lainnya Islam, namun di antara mereka ada yang nasionalis Islam dan nasionalis sekuler dan jumlahnya tidak seimbang. Diceritakan dalam prosesnya terjadilah perdebatan begitu sengit dan akhirnya terputuslah rumusan Pancasila seperti saat ini.
Belakangan ini ada kaitannya seperti kemunculan kelompok-kelompok yang menginginkan pemerintahan Islam, menurut saya sejatinya pemerintahan Islam itu sudah ada. Cuma bagaimana bentuknya kembali kepada situasi di Indonesia yang lebih cocok dengan dasar Pancasila karena keberagaman suku, bahasa, juga luas daerahnya, dan agar umat tidak terpecah. Namun apa pun bentuknya, sebaiknya prinsip hidup bermasyarakat (musyawarah, amanah, tolong menolong, adil, dan lainnya) itu harus ditegakkan.
Mengapa ulama terkesan mengalah pada penyusunan rumusan Pancasila, sehingga rumusan Pancasila dalam Piagam Jakarta tidak digunakan?
Ulama tidak mengalah, tapi karena toleransi Islam yang tinggi untuk menjaga kesatuan bangsa, maka ulama pun menerimanya. Sebelumnya, setelah perdebatan sengit di balik perumusan konstituante, ada pertimbangan seorang opsir Jepang yang menyebutkan, “Jika sekiranya penambahan tujuh kata sebagaimana diajukan orang Islam itu dipaksakan, maka Indonesia Timur akan memisahkan diri dari Indonesia.”
Indonesia Timur itu cakupannya luas, sangat disayangkan kalau dibiarkan pecah berkeping-keping. Jadi ulama berbesar hati menerima rumusan Pancasila seperti sekarang ini dengan menghapus tujuh kata yang diajukan dan itu merupakan bentuk kebesaran ajaran Islam.
Belakangan bisa dikatakan Pancasila ini rumusannya sudah Islami. Tidak mengakui adanya orang yang tidak beragama untuk hidup di negara ini, karena harus bertuhan.
Pada masa awal kemerdekaan Indonesia ada beberapa isu kenegaraan seperti pembentukan Nasakom oleh Presiden Sukarno, pemberontakan PKI, tragedi Tanjung Priok pada masa Suharto, dan kejadian lain yang banyak menyengsarakan rakyat serta menyudutkan umat Islam. Bagaimanakah tanggapan Anda?
Kekuatan Islam memang kerap dianggap sebagai ancaman bagi sejumlah pihak. Sehingga banyak peristiwa kelam yang terjadi di negeri ini seperti dikondisikan untuk menyudutkan Islam. Mirisnya, di antara kasus tersebut ada yang menjadikan agama sebagai alat politik untuk menduduki jabatan demi kepentingannya sendiri. Hal ini terbalik, sebab seharusnya politik dijadikan sebagai kendaraan agama agar bagaimana Islam itu semakin kondusif, umat dan dakwah Islamnya pun semakin nyaman.
NKRI ada hingga sekarang karena jasa ulama Indonesia melalui mosi integral M. Natsir, tapi mengapa sekarang ada upaya-upaya menghilangkan peran ulama dan umat Islam terhadap lahirnya NKRI?
Ini sengaja karena negara kita potensinya luar biasa dan banyak penguasa dunia yang ingin menguasai dan memecah negara besar ini menjadi beberapa negara. Maka, caranya jasa umat Islam untuk NKRI itu kemudian dinafikan, padahal dulu kita bisa bersatu itu karena perjuangan umat Islam. Sebagaimana Islam selalu mengusung slogan “Persatuan dasar keberhasilan”.
Hari Pahlawan lahir karena adanya Revolusi Jihad yang dicetuskan oleh KH Hasyim Asy’ari. Bagaimana Anda melihat peristiwa ini?
Peristiwa peperangan dahsyat melawan penjajah pada 10 November di Surabaya itu melibatkan peran kiai dan para santrinya dari mana-mana. Maka wajar jika hari itu disebut hari Pahlawan dan yang paling banyak berperan umat Islam, para santri, dan kiainya.
Bagaimanakah hubungan politik dan agama dalam Islam?
Agama dan politik tidak bisa dipisahkan dan menjadi satu kesatuan. Disebutkan dari enam ribuan ayat al-Qur’an, 5,8 persen di antaranya berbicara soal ayat hukum. Dijelaskan bahwa 140 ayat membicarakan hablu minAllah dan sisanya hablu minannas yang di antaranya turut dibahas hubungan agama dan kenegaraan. Itu artinya Islam juga membicarakan masalah politik, sehingga jika ulama terlibat politik itu benar.
Apa pesan Anda untuk umat Islam dalam mengisi kemerdekaan Indonesia selanjutnya?
Pesan saya, umat Islam harus bersatu! Masyarakat pun diharapkan untuk mengenal Pancasila, UUD 45, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI harga mati dengan pemahaman yang benar. Tidak boleh arti harga mati NKRI itu lantas dimainkan dengan menafikan peran umat Islam dalam kemerdekaan, sebab umat Islam sangat berperan di dalamnya dan kita pun harus meluruskan hal tersebut. []