Bandung, Gontornews – Pimpinan Wilayah Persatuan Islam Jawa Barat (PW Persis Jabar) meminta pemerintah menghentikan upaya kriminalisasi terhadap ulama, habaib, kiai dan santri. Sebab, ulama adalah warasatul anbiya yang harus dijaga dan dipelihara kehormatannya dan didengar fatwa-fatwanya.
Selain itu, Persis juga meminta Kapolri mengevaluasi kinerja Kapolda Jabar. Sebab, Kapolda Jabar tidak profesional dan diskriminatif.
“Setelah kami menganalisa dan mengamati kinerja Aparat Kepolisian Daerah Jawa Barat dalam menangani berbagai kasus persoalan yang melibatkan Ormas keagamaan, kami melihat adanya ketidakprofesionalan dan tidak adanya netralitas sehingga terkesan diskriminatif,” papar Pimpinan Wilayah Persatuan Islam Jawa Barat (PW Persis Jabar) H Imam Setiawan Latief dalam pernyataan sikapnya.
Imam Setiawan diangkat sebagai ketua PW Persis menggantikan H Syamsul Falah setelah PW Persis Jabar mengadakan Musyawarah Kerja Wilayah (Musykerwil 1), Ahad-Senin, 5-6 Februari 2017 di Bandung.
Dalam Musykerwil 1 itu dihasilkan beberapa rekomendasi terkait masalah keumatan. Berikut rekomendasi yang dikeluarkan oleh PW Persis Jabar:
- Terkait dengan fenomena adanya indikasi upaya kriminalisasi terhadap ulama, habaib, kiai dan santri yang tergambar dalam beberapa kasus, maka PW Persis meminta kepada Pemerintah RI agar segera menghentikan upaya kriminalisasi tersebut. Ulama adalah warAsatul anbiya yang harus dijaga dan dipelihara kehormatannya dan didengar fatwa-fatwanya.
- Setelah kami menganalisa dan mengamati kinerja Aparat Kepolisian Daerah Jawa Barat dalam menangani berbagai kasus persoalan yang melibatkan Ormas keagamaan, kami melihat adanya ketidakprofesionalan dan tidak adanya netralitas sehingga terkesan diskriminatif. Oleh sebab itu PW Persis Jabar memohon dengan hormat agar Bapak Kapolri berkenan mengevaluasi kinerja Kapolda Jabar.
- Muskerwil Persis Jabar menolak rencana Menteri Agama RI yang akan menerapkan program sertifikasi terhadap para Da’i dan Mubaligh dalam khutbah Jumat, karena hal itu akan menghilangkan esensi amar makruf nahyi munkar dan dianggap Pemerintah terlalu intervensi terhadap independensi juru dakwah. [Mohamad Deny Irawan/Rus]