Ponorogo, Gontornews— Bertempat di Kantor Masjid Jami’ UNIDA Gontor, ‘Halaqah Teladan ke-7’ kembali terlaksana, Senin (21/10). Tidak ada pemateri khusus pada pertemuan kali ini, dan dimanfaatkan untuk diskusi bebas, tema yang diangkat adalah ‘Presiden dan Wakil Presiden Baru: Apa Sikap dan Pendapat Kita?
Sebagai muqaddimah, perlu kita pahami bersama makna kepemimpinan di dalam tradisi keilmuan Islam, kepemimpinan memiliki banyak istilah, di antaranya: khilafah, imamah, imarah, wilayah, siyasah, riyasah, dll.
Pada intinya, makna sederhananya adalah: Mengganti peran kenabian dalam menjaga agama dan mengatur dunia demi merealisasikan kemaslahatan masyarakat dalam urusan akhirat maupun urusan dunia yang membawa kemaslahatan ukhrawi. (Lihat: al-Mawardi, al-Ahkam al-Sulthaniyyah, 15; Syihabuddin ar-Ramli, Nihâyat al-Muhtaj ila Syarh al-Minhaj, 7/409; Ibnu Khaldun, Tarikh Ibn Khaldun, 239).
Selanjutnya, kita langsung masuk ke inti diskusi, yaitu menjawab pertanyaan: Apa pendapat dan sikap kita? Alhamdulillah, diskusi pada Halaqah Teladan pada siang ini menghasilkan beberapa kesepakatan sebagai berikut:
Sikap:
- Menghargai pilihan mayoritas rakyat. Meskipun mayoritas peserta diskusi tidak memilih Presiden dan Wapres saat ini. (HR. Muslim: 1855)
- Mendoakan semoga mereka berdua dan para pejabat di bawahnya bisa menjalankan amanah dengan baik dalam ridha Allah SWT. (HR. Muslim: 1855, al-Tirmidzi: 2264, Ahmad: 23981)
- Mendukung program pemerintah yang adil, yang menunjang maslahat rakyat secara luas. Bukan sekadar kepentingan partai koalisi apalagi individu presiden dan wapres. (QS. 4:58, 16:90)
- Menaatinya selama itu dalam hal kebaikan. (HR. al-Bukhari: 7145, Muslim: 1840, Abu Dawud: 2625)
Pendapat dan Kritik Membangun:
- Komposisinya masih seperti periode sebelumnya: nasionalis dan agamis.
- Soal pribadi presiden dan wapres dapat dicitrakan baik oleh media mainstream, tapi tidak oleh media sosial.
- Selama ini terlihat partai koalisi pemerintah masih mendekte kebijakan pemerintah. Kebijakan pemerintah banyak dipengaruhi oleh partai koalisi termasuk pengangkatan pejabat.
- Program infrastruktur terlaksana, meskipun ada beberapa kritik dari banyak kalangan, di antaranya karena hutang yang menumpuk.
- Program kesehatan membantu meringankan biaya banyak orang sakit yang kurang mampu, meskipun masih belum jelas kehalalannya menurut MUI, juga kendala ketidakmampuan pemerintah dalam membayar BPJS.
- Pidato saat pelantikan presiden terkesan seperti kampanye, mestinya menyampaikan program-program untuk kemajuan negeri. Bukan sekadar kampanye. Misal: problem ekonomi, bencana, harga mahal, pelanggaran HAM, dan masalah di Papua, Maluku, dan Sulawesi.
- Sebagai simbol Negara, Jokowi belum menunjukkan gaung Indonesia di dunia internasional. Kalau alasannya tidak bisa bahasa Inggris, maka itu tidak dapat diterima. Karena tidak ada larangan di PBB, presiden menggunakan bahasa asal masing-masing.
- Beberapa janji-janji presiden pada pereode sebelumnya belum terlaksana.
- Sikap tidak adil tampak dalam memperlakukan aktivis/kritikus media sosial dan dunia nyata, yang kontra pemerintah beberapa dihukum penjara, adapun yang pro tidak.
- Pemerintah masih belum mampu mengubah dari demokrasi uang menjadi demokrasi religius atau demokrasi rasional. Demokrasi yang ada masih terkesan demokrasi uang. Mayoritas yang punya uang saja yang bisa menjadi pejabat. Jadi yang menentukan posisi adalah yang punya uang.
Saran:
- Menjaga dan meningkatkan program yang sudah baik, dan mengevaluasi yang kurang atau tidak baik.
- Partai Koalisi dan Oposisi, termasuk para akademisi supaya ikut aktif mengawal realisasi janji-janji kampanye.
- Dengan adanya Ulama dalam posisi wakil presiden, semoga program keumatan lebih baik, bahkan menjadi program utama pemerintah.
- Kita sebagai warga negara akan ikut:
– Mengawal pembuatan program oleh pemerintah dan pelaksanaannya sesuai kapasitas masing-masing.
– Mendoakan untuk kebaikan negara dan para pejabatnya.
– Menjaga persatuan bangsa.
– Mencerdaskan bangsa sesuai kapasitas masing-masing. [M Shohibul Mujtaba]