Marseilles, Gontornews — Rencana pelaksanaan “hari kolam renang” untuk wanita Muslim, yang mengenakan pakaian renang seluruh tubuh yang dikenal sebagai “burkini”, di sebuah taman air (water park) di Marseilles memicu perdebatan dan kemarahan di Prancis.
Rencana yang digagas oleh sebuah water park di Kota Marseille, Prancis bagian selatan, ini akan diadakan pada tanggal 17 September 2016. Kegiatan ini ditangani oleh asosiasi perempuan, Smile13, yang berbasis di kota pelabuhan, tempat tinggal sekitar 220 ribu Muslim itu.
Para politisi dan penduduk setempat menyatakan pandangannya melalui Twitter dan media sosial lain demi menanggapi rencana itu. Mereka mengatakan, rencana itu merupakan upaya masyarakat Muslim untuk memisahkan diri, sementara di sisi lain masyarakat Muslim mengkritik Islamophobia.
Florian Philippot, penasihat pemimpin Partai Front Nasional sayap kanan, Marine Le Pen, mengatakan Hari Burkini beraroma “wol yang dicelup dalam komunalisme”.
” Acara semacam ini harus dilarang,” kata Philippot. Ia menambahkan, acara ini berisiko “kekacauan publik”.
Hal senada dikatakan Senator Michel Amiel, walikota Les Pennes Mirabeau, tempat taman Speedwater terletak.
Sementara walikota kota pelabuhan, Jean-Claude Gaudin, mengatakan di Twitter, ia “selalu menentang komunitarianisme”.
“Dalam konteks ini, kita harus melawan apapun pemecah belah dalam masyarakat kita”.
Valerie Boyer dari Partai Republik sayap kanan mengatakan, “Praktik-praktik ini merupakan serangan terhadap nilai-nilai kami. Mereka tidak memiliki tempat di negara kami.”
Menanggapi kritik-kritik itu, Senator Sosialis Prancis, Samia Ghali, yang keturunan Aljazair, berkomentar di Twitter bahwa masalah ini merupakan “kontroversi yang tidak perlu yang akan menutupi tantangan kita yang sebenarnya”.
Politisi lain, Patrick Mennucci, mengatakan, “Apakah berenang dengan mengenakan pakaian tertutup itu melawan hukum? Tidak. Ini adalah kontroversi anti-Muslim.”
Di halaman Facebook, panitia meminta wanita yang berencana untuk menghadiri acara itu tidak memakai bikini, dan minimal menutupi daerah antara dada dan lutut.
Saat acara itu berlangsung akan ada laki-laki yang bertugas sebagai “life guard”, kata penyelenggara.
Laki-laki lain di atas 10 tahun tidak akan diizinkan menghadiri acara itu.
Islam di Prancis sedang banyak disorot sejak di negara itu banyak terjadi serangan yang diklaim oleh kelompok bersenjata ISIS.
Prancis melarang pemakaian cadar yang menutupi wajah pada tahun 2011, dan menjadi negara Eropa pertama yang melakukannya. Pemerintah mengatakan, pemakaian jilbab merupakan simbol penindasan laki-laki.
Saat ini di Prancis ada sekitar lima juta umat Islam, dan jumlah ini terbesar di Eropa. Tapi Muslimah yang mengenakan cadar diyakini kurang dari 2.000 wanita. [Rusdiono Mukri]