Gontornews, Sabang — “Dari Sabang sampai Merauke, berjajar pulau-pulau. Sambung menyambung menjadi satu, itulah Indonesia…” demikian penggalan dari lagu wajib karya R. Soerardjo, yang menggambarkan wilayah teritorial Indonesia dari Barat sampai ke Timur.
Kota Sabang, berada dalam kawasan Pulau Weh merupakan wilayah paling ujung terjauh bagian Barat di Indonesia. Maka di kota Sabang terdapat tugu yang menandakan titik awal dari wilayah Barat di Indonesia. Tugu itu dinamakan Titik 0 Kilometer.
Aceh, provinsi yang letaknya di ujung Utara Pulau Sumatera, ibu kotanya Banda Aceh. Aceh berdekatan dengan Pulau Weh, termasuk kota Sabang di dalamnya, adalah destinasi tujuan wisata paling berkesan untuk penyuka diving, penggandrung kuliner dan penikmat tempat-tempat wisata indah berikut pantai yang cantik.
Aceh dan Sabang tidak sepopuler Bali, Yogyakarta maupun Lombok bagi wisatawan lokal maupun mancanegara. Tapi, di Sabang banyak tempat-tempat indah yang sangat berbeda dengan kawasan wisata lain di Indonesia. Misalkan, jejak sejarah saat Tsunami menerjang kota Aceh.
Menyeberang dengan kapal feri selama satu jam dari Banda Aceh, Anda bisa menikmati pemandangan Teluk Sabang yang indah, danau Aneuk Laut, dan panorama-panorama lepas pantai kepulauan Sabang. Sebuah desa di bawah bukit dan sebuah kapal nelayan yang bergerak menyusuri garis laut menambah keindahan pemandangan yang dapat Anda nikmati di Teluk Sabang.
Monumen Kilometer Nol
Anda akan merasa istimewa karena setiap pengunjug bisa memperoleh sertifikat dari agen penjalanan resmi di Sabang sebagai bukti kunjungan mereka pada lokasi geografis yang unik ini. Perjalanan menuju Kawasan KM 0 bisa ditemuh setelah menembus hutan dengan trek berkelok dan menanjak, hingga wisatawan tiba di sebuah gapura bercat biru bertuliskan ‘Kawasan Wisata KM O’.
Monumen Kilometer Nol ini berada di Desa Iboih, Kecamatan Sukakarya, Kota Sabang, Provinsi Aceh. Butuh waktu sekitar 1 jam perjalanan menggunakan mobil dari Kota Sabang menuju tugu monumental ini.
Selama perjalanan dari Kota Sabang menuju ke monumen ini, wisatawan akan disuguhi keindahan alam Pulau Weh. Di sisi kanan berupa hutan perbukitan yang nampak hijau. Sedangkan sisi kiri terlihat deretan pantai-pantai nan eksotis dan beberapa pulau yang bakal membuat takjub mata yang melihatnya.
Tugu Kilometer Nol ini pertama kali diresmikan pada tanggal 9 September 1997 oleh wakil presiden Try Sutrisno. Sekitar dua minggu setelah diresmikan, tepatnya pada tanggal 24 September B.J. Habibie yang kala itu menjabat sebagai Menteri Riset dan Teknologi menambahkan semacam prasasti yang menjelaskan tentang penetapan posisi geografis 0 kilometer Indonesia.
Benteng Peninggalan Jepang
Di Sabang, terdapat banyak bekas benteng Jepang tersebar di seluruh Pulau Weh sehingga pulai ini dikenal dengan sebutan “Kota Seribu Benteng”. Benteng-benteng ini dibangun antara tahun 1943 dan 1945 dulunya saling dihubungkan dengan terowongan-terowongan tetapi sekarang ditutup karena alasan keamanan.
Tetapi di Anoi Itam masih bisa kita temukan benteng perlindungan Jepang yang masih cukup terawat. Selain itu ada juga tempat benteng besar dengan banyak pintu masuk ke terowongan di Gunung Batu. Bungalow Flamboyan di Lhong Angen dibangun di bekas lokasi kamp Jepang.
Keberadaan benteng yang cukup banyak itu tidaklah mengherankan, karena posisi Pulau Weh yang sangat strategis dalam pelayaran dan perdagangan internasional.
Pada masa kolonial, Pulau Weh merupakan salah satu pelabuhan bebas yang ramai dilalui kapal-kapal internasional, sehingga keberadaan benteng-benteng tersebut sangat penting untuk mempertahankan dari serangan musuh
Kota Atas dan Kota Bawah
Kota Sabang dibagi menjadi dua bagian, yaitu Kota Atas dan Kota Bawah. Kota Atas menyajikan pemandangan teluk Sabang yang indah dan terbentang sampai ke Pantai Kasih. Bagian kota ini memiliki banyak gedung kolonial di mana orang Belanda dulunya pernah hidup mewah disana.
Terdapat pula banyak pohon besar dan rindang yang diimpor dari Amerika Selatan dan ditanam pada awal abad ke-20.
Kota bawah terbagi menjadi tiga wilayah. Wilaya pertama, pondok nelayan tradisional di sepanjang pantai selatan pelabuhan Sabang. Wilayah kedua, jalan utama Pasiran atau lebih dikenal Jalan Perdagangan memiliki banyak toko, restoran, warung kopi, dan wilayah Pecinan. Selanjutnya wilayah ketiga, Kongsi, yaitu wilayah permukiman yang padat di sebelah utara pelabuhan Sabang. [fathurroji]