Depok, Gontornews — Seorang anak sudah selayaknya dilindungi bukan disakiti. Mirisnya, belakangan marak terjadi kekerasan baik fisik maupun verbal kepada anak oleh orang terdekat bahkan keluarga sendiri. Lantas bagaimana cara mengantisipasinya?
Marah atau istilah lainnya menegur anak itu sah-sah saja, namun tetap ada batasan dan aturannya. Sebab kemarahan yang berlebihan atau kekerasan, bisa berakibat fatal pada gangguan kejiwaan dan pertumbuhan fisik anak.
Ir Akhir Winardi MPsi, pendiri Lembaga Psikologi Bina Kreatif, menerangkan bahwa kekerasan pada anak bisa menyebabkan beberapa dampak buruk pada anak.
Pertama, jika kekerasan dilakukan selama masa kritis perkembangan bicara, anak seringkali mengalami keterlambatan berbicara.
Kedua, anak akan cenderung hiperaktif dan susah mengontrol emosi. Ketiga, anak terus berprasangka buruk pada dirinya, kerap pesimis, pemalu, dan merasa bersalah ketika berhadapan dengan orang lain.
Keempat, anak menjadi apatis, pasif, tidak memiliki kepribadian sendiri, dan cenderung selalu mengikuti kemauan orang lain. Ia akan sulit bergaul, membenci diri sendiri, dan mudah depresi.
Kelima, harus diwaspadai adanya kerusakan fisik yang berhubungan pada saraf anak.
Biasanya kemarahan pada anak kerap dipicu oleh beberapa hal. Diantaranya, ketidakpahaman orangtua terhadap fase pertumbuhan anak, ambisi orangtua dalam menerapkan aturan dan kedisiplinan yang bersifat otoriter.
Jika diamati, perihal di atas murni akibat kesalahan orangtua yang kurang mampu bersabar dan mengerti dengan kondisi perkembangan anak sesuai dengan fasenya.
Akibatnya, orangtua kerap memperlakukan anak seolah-olah ia orang dewasa yang sudah paham beragam aturan dan bisa langsung mengikutinya. Ini salah besar!
βDan ternyata kekerasan mental meski tidak menimbulkan luka fisik, namun secara psikologis melukai kejiwaan dan bisa berdampak buruk hingga anak dewasa nanti,β jelas Kak Win, relawan Sahabat Anak Nusantara Komisi Nasional Perlindungan Anak, bidang penyuluhan pendidikan dan kekerasan terhadap anak.
Satu hal lagi, terang Kak Win kepada Gontornews.com, jika hendak memarahi anak, sebaiknya sejajarkan posisi kedua mata orangtua (berhadapan) dengan kedua mata anak. Sehingga anak tidak merasa seperti diinterogasi dan bisa lebih menerima pesan yang disampaikan orangtua.
Ingatlah, jangan warisi kata dan perilaku kasar ke anak. Ibarat amal jariyah dalam keburukan. Teruslah menyayangi anak sepenuh hati dan bersabarlah karena buahnya akan manis kemudian. [Edithya Miranti]
Tips menghindari konflik kekerasan pada anak :
- Perbanyak ilmu metode pengasuhan anak (parenting).
- Perbanyak bersabar dari sikap dan ucapan kasar.
- Jadilah sahabat bagi anak.
Ketika dalam kondisi sangat marah, segera berwudhu, perbanyak istighfar, dan menjauhlah dari anak.