Pati, Gontornews — Memperkenalkan seni kerajinan batik bakaran khas Pati butuh kegigihan dan perjuangan keras. Berkat ketekunannya, kini Yuli telah sukses berbisnis dengan omset penjualan mencapai ratusan juta rupiah per bulan.
Yuliati Warno adalah alumnus Pondok Modern Darussalam Gontor Putri tahun 2004, asal Pati Jawa Tengah. Namanya semakin terkenal, setelah ia dan suami sukses membangun usaha batik bakaran khas Pati.
Yuli pun gencar memperkenalkan kerajinan seni batik bakaran Pati dengan beragam kreatifitas dan inovasi terbaru. Kini bisnisnya terus melejit dan bisa meraup omset hingga Rp 200 – Rp 250 juta sebulan.
Pasangan suami istri ini pun, kerap mengadakan seminar dan demo batik, baik di lingkup provinsi maupun luar negeri. “Namun saat ini, promosi utama kami di media sosial, yakni instagram atau facebook, dan sesekali mengikuti pameran,” terang Yuli kepada Gontornews.com.
Ibu tiga anak ini lantas menjelaskan bahwa dulu ia sering mengikuti beragam pameran untuk mempromosikan dagangannya. “Sekarang hal tersebut dikurangi karena sudah banyak konsumen yang berpindah ke online,” tukasnya.
Awal Merintis Usaha
Awalnya pada tahun 2007, Yuli hanya mencoba peruntungan dengan berjualan batik keliling. Kala itu, selaku mahasiswi, ia dengan sabar menawarkan batik khas Pati kepada setiap orang.
Tanpa mengenal putus asa, hal tersebut terus dilakoninya. Padahal, saat itu batik masih dipandang sebelah mata karena belum disahkan oleh Unesco. Baru pada tahun 2009, Unesco resmi mengesahkan kehadiran batik sebagai warisan budaya asli Indonesia.
“Semula saya hanya menjual saja. Saya coba menawarkan batik Pati, ternyata orang-orang banyak yang tertarik,” ujar mantan bagian Pengajaran OPPM (Organisasi Pelajar Pondok Modern) Gontor Putri ini.
Setelah melihat ada peluang besar dibalik usaha tersebut, Yuli akhirnya giat menggali kerajinan seni batik kepada para pakarnya. Dari situ ia kemudian diajak untuk bergabung dengan paguyuban batik di Jawa Tengah.
Hingga kemudian semakin tertarik untuk belajar, ia pun semakin banyak tahu soal batik. “Akhirnya saya memutuskan untuk kursus batik di Yogyakarta,” terang pengusaha cantik ini. Tepatnya setelah menikah pada tahun 2011 lalu, Yuli dan suami kemudian fokus untuk memproduksi batik sendiri.
“Yuliatiwarno” Batik Bakaran Pati
Batik tulis bakaran mbak Yuli dipasarkan mulai harga Rp 100 ribu sampai Rp 2 juta. Dengan ketekunan dan kesabaran, Yuli beserta para karyawannya terus berusaha menjaga dan meningkatkan kualitas batik produksinya.
Ia menjelaskan, “Batik tulis buatan kami betul-betul full batik tulis.” Batik ini juga 100% handmade dengan proses yang masih tradisional dengan tangan. Sehingga kualitasnya sangat terjamin.
“Agar eksistensi batik ini dapat terus diminati banyak orang, saya mensiasatinya dengan meningkatkan kualitas dan mempertahankan karakter batik agar berbeda dari yang lain,” tutur wanita pemilik empat cabang kantor pemasaran batik bakaran tersebut.
Berkat kerjakerasnya, brand “Yuliatiwarno” Batik Bakaran Pati, yang berada di bawah naungan perusahaan CV Alga Indonesia milik suami, kini telah memiliki empat cabang kantor pemasaran. Dua di antaranya berada di Jakarta, sedang sisanya di sekitar Pati. “Saya juga sudah membuka cabang lagi, namun dengan merk berbeda,” jawab Yuli.
Perusahaannya pun kerap disibukkan dengan pesanan yang membludak dari instansi pemerintahan juga swasta. Sehingga wajar jika dalam sebulan saja, ia bisa mengantongi omset mulai dari Rp 200 juta hingga Rp 250 juta. Jumlah ini telah meningkat dari tiga tahun sebelumnya yakni kisaran Rp 150 juta – Rp 200 juta per bulan.
Wisata Batik Pati
Selain memproduksi batik sendiri, Yuli juga menawarkan wisata edukasi kerajinan batik di kantornya. Kantor yang dinamai Wisata Batik Pati tersebut terletak di Desa Langgenharjo RT 007/RW 03, Juwana, Pati, kode pos 59185.
“Kami ingin menjadikan tempat usaha kami sebagai tujuan utama wisata batik di Pati,” terangnya. Sehingga sekalinya datang, sembari berbelanja dan menikmati keindahan seni batik bakaran, pengunjung juga bisa sekaligus wisata edukasi dan wisata industri.
Terkait wisata edukasi di tempatnya, Yuli menyediakan jasa pembelajaran membatik untuk umum dan anak-anak tingkat PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini), TK (Taman Kanak-Kanak), dan SD (Sekolah Dasar).
Selain itu, beberapa kali ia juga pernah mengadakan kursus membatik dan bahkan juga pernah diundang untuk mengisi rihlah dakhiliyah santri kelas 6 KMI (Kuliyyatul Mu’allimat Al-Islamiyyah) Pondok Modern Darussalam Gontor Putri.
Sembari menyelam minum air, sembari melejitkan bisnis batiknya, Yuli juga tidak lupa melibatkan anak-anaknya dalam kesenian membatik. Tanpa ada paksaan, ia membiarkan naluri membatik tumbuh sendiri dalam diri anaknya. “Dengan ragam kegiatan wisata edukasi yang diadakan, biasanya anak saya spontan ikut membatik,” jawabnya.
Sajikan Produk Kelas Dunia
Sebagai pengusaha Indonesia, semangat Yuli untuk membawa nama harum Indonesia, khususnya daerah Pati sangatlah besar. Keindahan seni batik Pati yang saat ini digelutinya, menurut Yuli, sangat layak untuk lebih dikenal dan bisa dinikmati masyarakat negeri bahkan dunia.
Batik Bakaran Pati memiliki ciri khas tersendiri, baik dari warna yang lebih terang dan karakter batiknya yang menarik. “Sehingga pemesannya pun semakin hari terus bertambah,” jelas wanita kelahiran Pati, 27 Juli 1985 itu.
Beberapa tahun lalu, istri dari Tamzis Al Anas tersebut, terus gencar mempromosikan batik bakaran khas Patinya. Ia sering menggelar pameran batik di Indonesia dan manca negara.
“Di kancah internasional saya sudah pernah melangsungkan demo batik di Vietnam, China, Singapura, dan Malaysia,” tambah anak petani tambak itu. Saat pameran di Tiongkok, batiknya ludes terjual oleh pembeli asal Afrika. Diantara alasannya karena kala itu Nelson Mandela suka mengenakan batik.
Yuli pun terus melihat antusias masyarakat dunia yang semakin tinggi terhadap produksi batik bakarannya. Bahkan, ceritanya kepada Gontornews.om, banyak warga asing yang menyukai batik dan terheran-heran dengan proses pembuatannya.
Dari pengalaman tersebut, sarjana jurusan Sastra Inggris di Universitas Diponegoro, itu kembali mengingatkan bahwa usahanya kini telah berbuah sangat manis.
“Tinggal bagaimana masyarakat Indonesia mau terus menghargai, mencintai, serta menikmati karya anak bangsa, seperti batik bakaran Pati miliknya tersebut,” pungkas Yuli. [Edithya Miranti]