Jakarta, Gontornews—Ketua Umum Persatuan Umat Islam (PUI) KH Nazar Haris menjelaskan, ukhuwah Islamiyah harus dibangun diatas akidah. Akidahlah yang mempersaudarakan kaum Muslimin di Indonesia dengan Muslim Palestina, Suriyah, Saudi, Yaman, Rohingnya, Bosnia, Kashmir, Afghanistan, termasuk Muslim Cina, Eropa, Afrika dan Amerika. Bahkan antara Muslim di Andalusia dengan Muslim di Indonesia yang dalam catatan Ibnu Batutah penyebutan Indonesia sebagai Andanusia memiliki kesamaan yaitu sama-sama subur tanahnya.
“Dengan demikian kesatuan umat Islam sedunia membentang dari Andalusia di barat sampai Andanusia/Indonesia sebelah timur,†jelas Kiai Haris pada Seminar Nasional Penyusunan Panduan Ukhuwah Islamiyah yang diselenggarakan Komisi Ukhuwah Islamiyah MUI di Hotel Bidakara Jakarta, Senin (25/4).
Menurutnya, ukhuwah dalam Islam adalah sesuatu yang penting. Nabi Muhammad SAW membangun ukhuwah Islamiyah setibanya di Madinah setelah membuat ta’sis aqidah Islam yang kokoh dalam waktu tigabelas tahun di Mekkah. Ukhuwah mengandung barokah dimana tumbuh nilai ruhama baina Muslimin yang membedakannya dari asyidda alal kuffar. “Pada ukhuwah itu pula terkandung kekuatan,†paparnya.
Bahkan Nabi Muhammad SAW mengajak kaum Muslimin untuk berani angkat senjata hanya satu tahun di Madinah, satu tahun terbinanya ukhuwah antara kaum Muhajirin dan Anshar. “Kuatnya ukhuwah Islam adalah kuatnya Islam,†paparnya.
Masa Khalifah, Negara Kuat Eropa Bergetar
Lebih lanjut Kiai Harus menuturkan, ketika kekhalifahan Turki Utsmani menjaga ukhuwah kaum Muslimin dengan memuliakan mereka, membantu mereka dan menjaga mereka dari musuh, negara begitu kuat. Bahkan Eropa bergetar.
Seluruh bangsa di dalam kekhilafahan merasa berkewajiban menjaga kedaulatan negara. Sampai satu masa unsur kekhilafahan dipengaruhi dengan rasa superioritas Bangsa Turki dari bangsa lain. “Bangkitlah rasa kebangsaan bangsa-bangsa yang ada di dalamnya,†tutur pria yang pernah menjabat Sekretaris Jenderal Majelis Syuro PUI ini.
Hal itu masih diperparah dengan berkembangnya isu nasionalisme yang dihembus-hembuskan orang-orang Yahudi dan Nasrani yang secara fundamental memang mengharapkan kehancuran khilafah. Sehingga bangsa Mesir memerdekakan diri dengan mengungkapkan al misru lim misriyin. Demikian pula bangsa Arab lainnya. Terjadi proses kebangkitan nasionalisme Arab dengan Pan Arabisme yang diikuti oleh bangsa-bangsa lainya. “Hancurlah kekhalifahan terakhir umat Islam,†paparnya.
Rusaknya Ukhuwah Munculkan Masalah
Pada perkembangan selanjutnya, ukhuwah Islamiyah tinggallah simbolis. Slogan yang didengungkan dengan semangat Pan Islamisme, tetapi slogan itu hanya bisa dilakukan dengan koloni-koloni umat yang terbatas. Itupun dalam aplikasinya sering terbentur realitas konflik batas negara, batas wilayah, atau kampung. Misalnya, konflik yang terjadi antara Indonesia dengan Malaysia masih segar dalam ingatan kasus Pulau Sipadan dan Ligitan, kasus hak paten batik, reog dan sebagainya.
Bahkan di masa Orde Lama Presiden Soekarno pernah menggelorakan semangat “ganyang Malaysia.†Konflik kepentingan yang berunsur materi ini juga tidak jarang melumat nilai ukhuwah luhur yang sudah terbangun sekian lama. Sehingga budaya bangsa kaum Muslimin dunai telah berubah. Kekuatan yang terkandung dalam nilai ukhuwah Islamiyah sudah hilang, berganti dengan materialisme yang individualistik.
Walaupun upaya melanggengkan jalinan ukhuwah ini terus digalangkan melalui Organisasi Konferensi Islam (OKI) yang digadang-gadang sebagai cikal bakal khilafah Islam dimasa depan. Hal ini diperparah dengan skenario ‘Tatanan Dunia Baru’ (The New World Order) yang nyatanya makin menciptakan ketergantungan negara berkembang, khususnya negara-negara kaum Muslimin kepada negara-negara kafir. “Skenario yang menenggelamkan dunia dalam kekacauan ekonomi ribawi yang parah, perang sebagai rutinitas dan kemaksiatan sebagai komoditi,†ungkapnya.
Fatamorgana, Ukhuwah SyiahÂ
Dalam situasi dunia yang kacau ini, secara ideologis dipaksakan bangkitnya kelompok-kelompok aliran sesat yang berupaya memengaruhi umat dengan doktrin-doktrin menyimpangnya. Sebut saja beberapa diantaranya seperti Ahmadiyah yang mengelola tv skala dunia dari London, atau khawarij ISIS yang menggelorakan jihad dengan mengusung khilafah tanpa persetujuan kaum Muslimin atau aliran sesat lokal dengan nabi-nabi palsunya.
Belum lagi hadirnya aliran sesat Syiah Rofidhoh yang saat ini mendominasi aliran syiah dunia. Aliran sesat Syiah ini mengumandangkan jargon Laa syarqiyyah wala ghorbiyyah walakin Islamiyah (Tidak Timur, tidak Barat tetapi Islamiyah). Jargon itu bukan saja mengecoh banyak umat Islam, tetapi juga para pemimpin umat ini yang terhijab dari pemahaman sesatnya aqidah syiah rofidhoh ini.
Umumnya mereka berteriak menyatakan : “Janganlah kita merusak ukhuwah Islamiyah sesama kaum Muslimin sehingga terjebak dalam skenario musuh Islam yang akan melemahkan kekuatan kita.†Padahal lihatlah realitas pembantaian tigaratus ribu kaum Muslimin di Suriyah, atau bacalah sejarah panjang penghianatan syiah. “Afala ta’qilun? Perlukan ukhuwah Islamiyah dibangun dengan kaum yang sesat dan memusuhi Islam,“ pungkasnya. [Ahmad Muhajir/Dedi Junaedi]