Kediri, Gontornews — Bahtsul Masail Kubro ke-19 yang menghimpun Ulama dan Kiai Nahdlatul Ulama (NU) terkemuka se-Jawa dan Madura membahas persoalan perkembangan kekinian. Berlangsung di Pondok Pesantren Al-Falah, Ploso, Mojo Kabupaten Kediri, salah satunya adalah bahasan tentang pidato “kontroversial” Megawati Sukarnoputri pada Hari Ulang Tahun (HUT) PDIP ke-44.
Ulama dan Kiai NU menaruh perhatian pada bagian pidato yang secara khusus ditranskrip: “Para Pemimpin yang menganut ideologi tertutup pun memposisikan dirinya sebagai pembawa self fulfilling prophecy atau diartikan peramal masa depan. Mereka dengan fasih meramalkan yang pasti terjadi di masa mendatang, termasuk dalam kehidupan fana, yang notabene mereka sendiri belum pernah melihatnya.”
Bahtsul Masail diikuti puluhan kiai dan ulama perwakilan Pondok Pesantren se-Jawa dan Madura. Berlangsung dengan membagi menjadi dua komisi A dan B. Pembahas pidato Megawati Sukarnoputri adalah Komisi A, yaitu yang selengkapnya membahas berbagai masalah Pelecehan Agama, al-Qur’an dan Ulama, Kaya Tanpa Modal, Tawasul Tanpa Izin, Lomba Pra-Haflah, Banser GP Anshor Mengamankan Jemaat Kristen yang Beribadah, Bantuan Anak Yatim, Dilema Sopir Bus.
Sedang Komisi B; dengan materi bahasan Penolakan Tokoh, Dilema Zakat, Belasungkawa kepada Non Muslim, Kirim Pembacaan Al-Fatihah dan Sejumlah Ketentuan dalam Bermadzhab.
Transkrip pidato politik yang disampaikan Megawati Sukarnoputri pada HUT ke 44 PDI-Perjuangan, dibahas secara khusus oleh lima orang ulama dan kiai mushohih. Saat hasil pembahasan harus dirumuskan, lima orang mushohih/pembahas ditambah dengan lima orang kiai.
KH Ma’shum Ali, salah satu mushohih mengungkapkan, setelah melalui perdebatan cukup panjang di Komisi A, akhirnya diambil kesimpulan dan keputusan; dengan mendasar pada Surat Is’adur Rafiq Juz 2, pada halaman 93; bahwa pernyataan yang disampaikan melalui pidato politik tersebut hukumnya haram. Pernyataan tersebut berpotensi menimbulkan masalah; karena dapat menimbulkan keresahan masyarakat dan memuat indikasi kuat ke arah pemahaman pelecehan agama.
Sementara itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jatim mengaku sependapat dengan hasil Bahtsul Masail Kubro kiai-kiai NU se Jawa dan Madura terkait orasi politik Ketum DPP PDIP Megawati Soekarno Putri dihukumi haram, sebab pernyataan itu bisa mengakibatkan keresahan masyarakat dan adanya indikasi ke pemahaman pelecehan agama.
“Kalau dari segi agama, pernyataan Megawati itu memang keliru. Karena itu saya sepaham atau sependapat dengan hasil Bahtsul Masail Kubro kiai-kiai NU di Ponpes Ploso Kediri beberapa hari lalu,” ujar Ketua MUI Jatim, KH Abdusshomad Buchori dikutip duta.co, Jumat (3/3).
Bahkan kata wakil ketua MUI Pusat ini, pernyataan Megawati harusnya bisa dipermasalahkan ke ranah hukum karena bisa menyinggung orang Islam. Apalagi di negara hukum seperti Indonesia, sah-sah saja jika ada orang mempermasalahkan, karena itu bagian dari hak warga negara yang dijamin oleh Undang-Undang.
“Sebenarnya sudah ada pihak-pihak yang mau melaporkan pidato politik Megawati, tapi mereka masih toleran dan kuatir bisa menambah suasana politik bertambah panas sejak mencuatnya kasus penistaan agama yang dilakukan Ahok,” terang Kiai Abdusshomad.
Ia berharap tokoh-tokoh pemimpin bangsa tak usah lagi bicara ideologi terbuka dan tertutup. Apalagi sampai mengutak-utik atau memeras Pancasila yang sudah menjadi ideologi bangsa Indonesia. Pasalnya, sila-sila dalam Pancasila itu memiliki korelasi antara sila yang satu dengan sila yang lain. [Fathurroji/Rus]